Sukses

Sejarah, Jokowi Resmikan Kereta Api Pertama di Sulawesi Rute Makassar-Parepare

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pengoperasian Kereta Api Makassar-Parepare untuk rute Maros-Barru, dan Depo Kereta Api Maros, Sulawesi Selatan, Rabu.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini Rabu (29/3/2023), meresmikan pengoperasian Kereta Api Makassar-Parepare, Sulawesi Selatan, untuk rute Maros-Barru. Dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi juga meresmikan Depo Kereta Api Maros. 

“Sekarang ini baru dari Makassar sampai Parepare, dan yang sekarang ini yang kita resmikan ini jalur dari Maros ke Barru,” kata Jokowi dikutip dari Antara. 

Jalur kereta api (KA) dari Stasiun Maros, Kabupaten Maros, sampai Stasiun Garongkong di Kabupaten Barru, Sulsel, memiliki panjang 80 kilometer dan merupakan bagian dari proyek KA Makassar-Parepare sepanjang 145 kilometer (km), yang sudah terbangun sepanjang 120 km.

Dengan pengoperasian pada hari ini dan semakin banyaknya gerbong kereta serta layanan perjalanan, akan meningkatkan daya saing perekonomian di Sulawesi karena jasa transportasi menggunakan kereta api memiliki biaya yang murah.

“Ini kalau nanti betul-betul keretanya sudah banyak, ada penumpang, ada wisata, ada barang, ini akan memberikan daya saing, competitiveness negara kita semakin baik, karena barang diangkut oleh transportasi yang murah,” kata dia.

Jokowi mengharapkan kereta api di Pulau Sulawesi tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat dan juga kalangan pelaku usaha.

Kepala Negara juga menekankan pentingnya pembangunan transportasi massal di berbagai kota di Indonesia karena transportasi massal merupakan infrastruktur konektivitas yang sangat mendasar.

“Pada saat saya perintah, sudah kita fokus dulu apakah di Kalimantan atau di Sulawesi, diputuskan di Sulawesi, karena kalau tidak, semua orang nanti naik mobil pribadi, tidak ada yang mau menggunakan transportasi massal,” kata Presiden Jokowi.

Proyek KA Makassar-Parepare merupakan bagian dari pembangunan KA Trans Sulawesi dan menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN).

Menurut data KPBU Kementerian Keuangan, nilai proyek Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) perkeretaapian Makassar-Parepare mencapai Rp 1 triliun.

2 dari 4 halaman

Bangun Jalur Kereta Api Pertama di Sulawesi, Jokowi Ukir Sejarah

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai berhasil mengukir sejarah pembangunan infrastruktur pada sektor transportasi di Indonesia timur. Sebab, Jokowi berhasil merealisasikan pembangunan Jalur Kereta Api Trans Sulawesi Pertama.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) menyambut baik kehadiran Jalur Kereta Api Trans Sulawesi yang dibangun di era kepemimpinan Jokowi. Pemprov melalui Kepala Biro Kesejahteraan Masyarakat Sulsel, Iqbal Najamuddin mengapresiasi karya Presiden ke-7 RI itu.

Iqbal mengatakan, ini adalah kali pertama Sulawesi memiliki jalur kereta api. Menurutnya Jokowi telah mencatatkan sejarah dengan menghadirkan infrastruktur berupa kereta api untuk masyarakat Sulawesi.

“Contoh sekarang, dulu kita tidak ada jalur kereta api, sekarang ini telah hadir jalur kereta api. Itu menjadi hal sejarah bagi Sulsel karena dulunya kita tidak pernah tahu ada rel kereta yang biasanya ada di Jawa. Sekarang ada di Sulsel dan itu ada di zamannya Pak Jokowi sekarang,” ujar Iqbal dalam keterangan tertulis, Jumat (11/11/2022).

Presiden Jokowi menargetkan Jalur Kereta Api Trans Sulawesi membentang dari Makassar, Sulawesi Selatan hingga Manado, Sulawesi Utara dengan panjang sekitar 2.000 kilometer. Langkah tersebut adalah upaya Jokowi untuk memudahkan mobilisasi masyarakat, baik untuk bepergian maupun pengiriman barang.

Terealisasinya Jalur Kereta Api Trans Sulawesi tersebut juga dinilai sebagai keberhasilan Jokowi mewujudkan pemerataan pembangunan di Indonesia. Iqbal menilai Pemerintahan Jokowi sangat layak untuk diapresiasi.

“Era Pak Jokowi sekarang hampir semua pembangunan merata kalau saya lihat. Dan itu pantas untuk kita apresiasi,” katanya memungkasi.

3 dari 4 halaman

Sejarah Kereta Api di Sulawesi

Dilansir dari situs resmi Kereta Api Indonesia (KAI), proyek kereta api di Sulawesi  dari pengusulan pertama hingga realisasi pembangunan setidaknya butuh waktu 13 tahun lamanya. Rencana mewujudkan jalur kereta api di Sulawesi sebenarnya sudah muncul sejak 2001. 

Pada 2002 dan 2003 pemerintah menyelenggarakan studi kelayakan untuk lintas Manado–Bitung dan Makassar–Parepare. Dua tahun kemudian kajian studi diperluas menjadi Makassar–Takalar–Bulukumba. Pada 1 Juni dan 28 Desember 2012, Kementerian Perhubungan dan Pemda Sulawesi Selatan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Nasional di Pulau Sulawesi.

Rencana pembangunan pun semakin dimatangkan dengan keluarnya hasil studi terkait Detail Engineering Design (DED) pembangunan jembatan kereta api dari Makassar hingga Parepare disusul hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan pada rute yang sama pada 2014.

Sebenarnya keberadaan jalur rel di Sulawesi bukan barang baru. Berdasarkan buku Nederlandsch Indische Staatsspoor en Tramwegen (1921) halaman 108 menerangkan bahwa studi kelayakan jalur perkeretaapian oleh swasta sudah dimulai sejak 1915. Dari hasil studi kelayakan itu, pembangunan rel kereta api sebenarnya sudah bisa dimulai tapi tidak sesuai harapan investor lantaran tidak bisa memberi keuntungan bagi swasta dan para investor hingga pemerintah pun berkesimpulan bahwa jalur perkeretaapian akan dibangun oleh negara.

Pada 1917 penelitian teknis lapangan versi pemerintah dilakukan untuk lintas Makassar–Takalar dan Makassar–Maros–Tanete–Parepare–Sengkang. Dari hasil studi mengungkap bahwa yang paling realistis dan sesuai dengan bujet negara adalah pembangunan dan eksploitasi jalur trem.

Sesuai Staatsblad Nomor 224 tahun 1892, pembangunan jalur trem tidak serumit jalur kereta api, sehingga meski kecepatan lebih lambat dan daya angkut lebih sedikit, biaya yang dikeluarkan lebih hemat dan efisien dari pada membangun jalur kereta api.

Pada 1918 desain awal lintas pertama jalur trem uap Makassar–Maros selesai dibuat. Setahun kemudian rancangan awal rute Maros–Tanete selesai. Pada tahun yang sama Gubernur Jenderal mengajukan anggaran tambahan kepada Menteri Jajahan Belanda. Anggaran pun disetujui sekaligus permintaan kepada pemerintah Hindia Belanda agar segera menyelenggarakan penyelidikan awal tentang potensi ekonomi pembangunan jalur perkeretaapian di Minahasa Sulawesi Utara mulai 1920.

Melalui undang-undang yang disahkan parlemen Belanda pada 22 Desember 1919 yang dicatat dalam Lembaran Negara (Stbl.) Hindia Belanda nomor 53 tahun 1920, proyek pembangunan jalur trem uap Takalar–Makassar–Maros resmi dimulai. Pada 18 Maret 1921 parlemen Belanda kembali mengesahkan undang-undang yang dicatat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 200 sebagai landasan hukum pembangunan jalur trem uap Maros–Tanete.

 

4 dari 4 halaman

Trem Uap

Pada 1 Juli 1922, rel antara Makassar (Stasiun Pasar Butung)–Takalar selesai dibangun dan setahun kemudian trem uap resmi dibuka untuk umum. Lintas ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan rute Maros–Tanete yang sudah disiapkan desainnya tidak pernah terlaksana pembangunannya.

Ketiadaan industri perkebunan di Sulawesi dan belum masifnya produksi tambang nikel menyebabkan jalur trem Makasar–Takalar hanya bertahan 7 tahun. Sejak 1930 layanan kereta trem uap terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api & trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929. Selain faktor krisis ekonomi yang melanda dunia pada saat itu, ada beberapa hal lain yang menjadi sebab operasional trem uap di Sulawesi pada zaman Belanda menjadi kurang menguntungkan.

Sejak berlakunya Perjanjian Bongaya tahun 1667 yang diperbarui pada 1824, tidak serta merta memudahkan kolonisasi Belanda atas pulau Sulawesi. Sering terjadi gejolak politik dalam wujud perlawanan rakyat lokal terhadap pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Situasi yang tidak kondusif tersebut menyebabkan pemerintah harus menghadapi kendala fundamental yaitu keterbatasan tenaga yang ahli di bidang pemerintahan, infrastruktur, dan pendidikan ala Barat yang mau ditugaskan ke wilayah ini. Investasi swasta dalam bentuk pembukaan lahan perkebunan pun tersendat. Boleh dibilang bisnis industri perkebunan di Sulawesi tidak seramai seperti di Jawa.

Walau tidak memiliki perkebunan besar, pulau Sulawesi memiliki kandungan nikel dalam jumlah besar. Pada 1909, EC Abendanon, juga ahli geologi berkebangsaan Belanda, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Meski demikian usaha eksplorasi tambang nikel baru dilakukan secara serius pasca Belanda hengkang dari Indonesia—oleh PT. International Nickel Indonesia (INCO) sejak 1968.