Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, para gubernur bank sentral ASEAN secara rutin berkoordinasi untuk saling mendukung perekonomian di kawasan Asia Tenggara.
"Antara Gubernur Bank Sentral serta Menteri Keuangan, kami mengadakan pertemuan rutin. Saya mengadakan pertemuan dengan Gubernur Philippe hampir setiap dua bulan sekali, begitu juga dengan Gubernur (ASEAN) lainnya," kata Perry Warjiyo, dalam acara Gala Seminar ASEAN 2023: “Enhancing Policy Calibration for Macro Financial Resilience” pada Rabu (29/3/2023).
Baca Juga
Dalam seminar yang diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center 1 (BNDCC 1) Nusa Dua, Bali, hadir juga Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bangko Sentral Ng Pilipinas Felipe M Medalla.
Advertisement
"Dan saya bisa menelepon setiap hari kapan saja. Jadi hanya untuk memastikan gubernur ASEAN sangat dekat, karena kita saling berbagi, termasuk juga bagaimana menghadapi situasi (ekonomi) saat in," ungkapnya. di Bali Nusa Dua Convention Center 1 (BNDCC 1), Nusa Dua, Bali.
Selain itu, Perry Warjiyo juga menegaskan bahwa Indonesia terus mendukung pertumbuhan ekonomi di ASEAN.
"Serta membenahi kebijakan dan melakukan reformasi struktural fiskal dan moneter di bank sentral. Kami sangat, sangat sering bertemu, tidak hanya deputi bank sentral. Kami memiliki komunitas yang sangat dekat," sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Perry Warjiyo juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi gabungan ASEAN akan mencapai 4,6 persen tahun ini dan 5,6 persen di tahun 2024.
ASEAN Hadapi 6 Kesenjangan Inklusi Keuangan, Apa Saja?
Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen mengungkapkan enam kesenjangan utama pada inklusi dan ketahanan keuangan yang masih perlu diatasi di negara negara ASEAN.
"Kesenjangan pertama adalah kesenjangan antara pedesaan perkotaan. Orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki akses ke layanan keuangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan," papar Satu Kahkonen dalam acara High Level Seminar “Innovative Strategy to Further Enhance Financial Inclusion” di Nusa Dua, Bali pada Selasa (28/3/2023).
Kedua, adalah kesenjangan pendapatan. Dia mengungkapkan, masyarakat berpenghasilan rendah di sejumlah negara ASEAN sering tidak mendapat layanan keuangan, baik karena kurangnya agunan atau kurangnya riwayat kredit.
Kesenjangan ketiga adalah kesenjangan usia. "Saya harus mengatakan bahwa saya sedikit terkejut ketika saya melihat bahwa orang muda saat ini lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki rekening bank daripada orang yang lebih tua," ungkap Kahkonen.
Di Indonesia sendiri, Kahkonen menyebut, hanya 20 persen orang berusia antara 15 dan 24 tahun yang memiliki rekening bank dibandingkan dengan 53 persen orang berusia 25 hingga 54 tahun.
"Kesenjangan keempat adalah akses ke Layanan Keuangan digital. misalnya di Kamboja hanya 2 persen orang dewasa yang dilaporkan menggunakan mobile money pada tahun 2020," lanjutnya.
Kemudian ada juga kesenjangan pada Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM yang pada dasarnya memiliki kebutuhan kredit yang tidak terpenuhi sangat besar.
"Dan kesenjangan terakhir yang ingin saya soroti pada dasarnya adalah biaya pengiriman uang, yang penting bagi keluarga. Sementara biaya pengiriman uang di negara ASEAN lebih rendah dari rata-rata di dunia, masih ada perbedaan yang signifikan antar negara," pungkasnya.
Advertisement
Sederet Tantangan Indonesia Wujudkan Konektivitas Sistem Pembayaran Kawasan ASEAN
Indonesia yang saat ini memimpin Keketuaan ASEAN tengah mendorong agar negara anggota bisa saling terkoneksi dalam hal sistem pembayaran. Namun untuk menghubungkan ke 11 negara ASEAN tidaklah mudah.
Managing Director Gopay, Budi Gandasoebrata membeberkan sejumlah tantangan yang dihadapi. Mulai dari koordinasi tingkat tinggi antar negara di masing-masing regulator. Pada intinya dalam rangka mendukung inter konektivitas dan interoperabilitas sudah ada kesepakatan bersama.
Enam+58:24VIDEO: Dirjen Pajak Suryo Utomo Jatuhkan 349 Hukuman Berat “Jadi dari sisi kebijakan standar yang akan digunakan nampaknya sudah ada kesepakatan,” kata Budi saat ditemui di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Selasa (28/3).
Tantangan lainnya terkait implementasi hasil kesepakatan. Budi mengatakan implementasi kebijakan dikembalikan kepada masing-masing perusahaan penyelenggara infrastruktur yyang melakukan interkonektivitas.
“Jadi dengan standar yang sudah ditetapkan oleh regulator dan pedoman-pedoman yang sudah diterbitkan nantinya tentunya bisa masuk ke tahap implementasi,” kata dia.
Dari dua tantangan tersebut yang paling penting dalam hal sosialisasi, baik kepada turis di masing-masing negara atau masyarakat umum. Hal ini menjadi penting karena tujuan dari konektivitas untuk memberikan kemudahan dalam bertransaksi.
“Misalnya wisatawan Indonesia keluar negeri atau dari malaysia singapura datang ke bali, bagaimana kita bisa sosialisasi dan juga promot kalau cross border payment itu sudah bisa digunakan,” katanya.