Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa pada momentum Ramadhan 2023 ini terjadi perlambatan permintaan produk makanan dan minuman (mamin) ketimbang pada Ramadhan tahun lalu.
Biasanya penjualan industri makanan dan minuman mengalami peningkatan permintaan dari konsumen saat bulan ramadhan dibandingkan bulan lainnya. Namun, permintaan kini terlambat karena mulai meningkat setelah memasuki minggu kedua ramadhan.
Baca Juga
"Ramadhan tahun ini permintaannya sedikit telat meskipun Januari-Februari kemarin sudah ada permintaan stok dari distributor dan grosir, tapi dari konsumen baru kenceng itu minggu-minggu ini. Biasanya 2 minggu sebelum puasa sudah tinggi permintaannya, kali ini minggu awal puasa baru mulai tinggi," kata Adhi saat ditemui di Kementerian Perindustrian, Senin (3/4/2023).
Advertisement
GAPMMI mencatat kenaikan permintaan produk makanan dan minuman mulai terasa pada akhir Maret, kenaikannya rata-rata 30 persen. Pihaknya pun optimis pada April permintaan produk mamin bisa meningkat.
Disisi lain, dia menilai adanya larangan buka puasa bersama yang berlaku bagi pejabat di pemerintahan, sedikit mempengaruhi industri mamin.
"Perkiraan saya kenaikannya dibanding tahun lalu, average itu sekitar 30 persen pada Maret akhir, itu mulai terasa naik, dan April optimis. Tapi ada sedikit perbatasan karena tidak boleh bukber, saat bukber kan undangan banyak orang kumpul-kumpul. Iya tidak (ritel tidak terpengaruh) tapi untuk acara-acara berkurang," ujarnya.
Disamping itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi bulanan di Maret 2023 sebesar 0,18 persen (mtm). Angka ini lebih tinggi dari tingkat inflasi bulanan Februari 2023 sekitar 0,16 persen. Penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Maret 2023 berasal dari makanan, minuman dan tembakau.
Pakai Teknologi 4.0, Industri Makanan dan Minuman Raup Cuan Lebih Banyak
Kementerian Perindustrian Indonesia mencatat, industri makanan dan minuman (mamin) tumbuh positif selama tahun 2020 hingga 2022.
Pada 2022, industri makanan dan minuman tumbuh 4,90 persen (year-on-year) dan menjadi kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan non migas pada tahun 2022, dengan 38,35 persen. Tahun 2023 Ini, industri mamin diproyeksikan dapat tumbuh sekitar 6,25 persen dibandingkan tahun lalu.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu subsektor manufaktur yang menjadi prioritas pengembangan untuk bertransformasi ke arah digitalisasi.
Pemanfaatan teknologi industri 4.0 pada industri mamin bertujuan untuk memacu produktivitas secara lebih efisien dan berkualitas sehingga meningkatkan daya saing industri.
PT Esensi Solusi Buana (ESB) sebagai perusahaan teknologi bisnis kuliner mendukung upaya pemerintah dengan menghadirkan software terintegrasi yang dirancang khusus untuk operasional bisnis kuliner. Teknologi yang dihadirkan ESB memungkinkan pebisnis kuliner untuk meningkatkan efisiensi serta penjualan bisnis kuliner.
Advertisement
Teknologi
CEO dan Co-Founder ESB, Gunawan mengungkapkan bahwa sejatinya teknologi menjadi hal yang wajib untuk diterapkan jika bisnis kuliner ingin berkembang.
“Saat ini industri mamin sedang memasuki percepatan transformasi digital, kita tidak boleh terlambat dalam mengadopsi teknologi pada bisnis kuliner. Teknologi ESB membantu pelaku usaha kuliner untuk mengelola operasional bisnisnya melalui solusi end-to-end berbasis cloud”, ujar Gunawan.
Digitalisasi yang dilakukan oleh teknologi ESB terbukti dapat meningkatkan serta mengefisiensikan bisnis kuliner mitra. Teknologi ESB dapat mengurangi biaya operasional perusahaan hingga 30 persen melalui otomatisasi operasional bisnis serta pemberian laporan, data, dan analisis yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.