Sukses

Benarkah Krisis Keuangan AS Mengerikan? Begini Ulasannya

Kondisi ekonomi di Amerika Serikat dinilai saat ini tidak dalam keadaan krisis dan bahkan ekonominya cenderung stabil bahkan meningkat dibanding sebelum pandemi covid.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono menilai pernyataan tokoh publik terkait kekhawatiran krisis di Amerika Serikat cenderung dilebih-lebihkan. Hal ini dianggap bisa menjerumuskan para pelaku usaha di Indonesia.

Kekhawatiran itu terjadi, setelah tiga Bank di Amerika yakni Sillicon Valley Bank (SVB), Signature Bank dan Silvergate Bank mengalami kebangkrutan yang opininya seakan berakibat krisis di Amerika.

Faktanya, kondisi ekonomi di Amerika saat ini tidak dalam keadaan krisis dan bahkan ekonominya cenderung stabil bahkan meningkat dibanding sebelum pandemi covid.

Seharusnya, kata Bambang Haryo, tokoh publik harus dapat memberikan informasi dan pernyataan yang benar dan berdasar yang membangun optimisme daripada pelaku usaha dan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah menjerumuskan, sehingga ekonomi di Indonesia dapat kembali menggeliat.

Menurut Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, berdasarkan data, Silicon Valley Bank (SVB) adalah Bank yg mempunyai urutan 16 terbesar di Amerika, Signature Bank adalah bank yg mempunyai urutan ke-29 dan Silvergate Bank mempunyai urutan ke-113.

Sehingga kebangkrutan ke-3 bank di Amerika tersebut pengaruhnya sangat kecil dan relatif tidak ada bagi perekonomian di Amerika karena dari data tahun 2022 jumlah keseluruhan bank di Amerika ada sebanyak 4.844 bank yang sebagian besar justru mengalami peningkatan pendapatan di tahun 2022 dibanding tahun 2019 sebelum covid.

Kata pemilik sapaan akrab BHS, bahkan pertumbuhan ekonomi di Amerika pun juga mengalami kenaikan signifikan di tahun 2022 sebesar 2,7 persen dari tahun 2019 yang hanya sebesar 2,2 persen.

Apalagi beberapa negara ASEAN bahkan Eropa pun juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan misalnya Vietnam di 2022 sebesar 8,02 persen naik cukup tinggi dibanding 2019 sebelum covid sebesar 7,02 persen, Malaysia juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tahun 2022 sebesar 8,7 persen dari tahun 2019 yang hanya sebesar 4,41 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pertumbuhan Ekonomi

Bahkan pertumbuhan ekonomi Malaysia di tahun 2022 merupakan yang tertinggi selama kurun waktu 22 tahun semenjak tahun 2000. Filiphina pertumbuhan ekonominya naik pesat di tahun 2022 sebesar 7,6 persen dari tahun 2019 sebesar 6,12 persen bahkan negara Eropa seperti Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa tinggi sebesar 4,1 persen di tahun 2022 dari tahun 2019 yang hanya sebesar 1,6 persen.

Saya sangat mengharapkan kekhawatiran pejabat dan tokoh publik dan yang diberitakan akhir akhir ini di media mainstream tidak perlu diekspos besar-besaran ke masyarakat karena ini tentu akan berdampak terhadap stagnasi dan perlambatan ekonomi akibat pelaku usaha enggan berinvestasi dan bahkan masyarakat enggan berbelanja.

"Dan saya mengapresiasi kebijakan pemerintah Jepang dalam memulihkan kondisi ekonomi mengeluarkan kebijakan mendorong masyarakatnya untuk berbelanja dan berwisata dengan memberikan insentif yang disebut Community Development Certificate untuk masyarakatnya yang mau travelling dan berbelanja guna menumbuhkan ekonomi pasca covid, sehingga ekonomi di Jepang saat ini lebih membaik dibanding tahun 2019 sebelum covid-19," ungkapnya.

"Dan ini sebetulnya seiring dengan apa yang pernah Presiden Jokowi sampaikan agar masyarakat beramai ramai berbelanja, nonton konser dan berwisata guna menumbuhkan ekonomi pasca covid-19," tutup dia.

3 dari 4 halaman

Silicon Valley Bank Kolaps, Sri Mulyani Pelototi Krisis Perbankan di AS dan Eropa

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pihaknya memantau dengan cermat pada situasi krisis perbankan di Amerika Serikat dan Eropa.

Hal itu disampaikan Menkeu dalam acara Gala Seminar ASEAN 2023: “Enhancing Policy Calibration for Macro Financial Resilience” pada Rabu sore (29/3).

Enam+02:48VIDEO: Benarkah Kerja 4 Hari Sepekan Bisa Lebih Bahagia? Sekarang kita mengerti bahwa situasi di Amerika Serikat dan Silicon Valley Bank, di mana bank yang memegang obligasi pemerintah, tingkat suku bunga yang sangat curam oleh Federal Reserve memengaruhi harga. Jadi market to market pasti akan menggerus neraca mereka," kata Sri Mulyani dalam paparannya di Bali Nusa Dua Convention Center 1 (BNDCC 1), Nusa Dua, Bali pada Rabu (29/3/2023).

"Jadi Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga penjaminan simpanan kita melihat dengan kewaspadaan tinggi pada episode yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa," jelasnya.

Menkeu mengatakan, pihaknya terus melakukan diskusi dan stress test, bahwa masalah ini tidak akan sampai menjadi kejutan potensi risiko yang mungkin datang dari dinamika yang sangat berbeda.

"Dan itulah mengapa dalam kalibrasi kebijakan, ketika kami memiliki waktu untuk berkonsolidasi, kami harus berkonsolidasi, melakukannya dengan cara yang sangat kredibel dan transparan, sehingga kami dapat membuat buffer karena kami benar-benar tidak tahu apakah 6 bulan atau 12 bulan ke depan situasinya tidak akan menguntungkan dan Anda membutuhkan semua kekuatan untuk menghadapi ketidakpastian," imbuhnya.

 

4 dari 4 halaman

Mainkan Peran Penting

Dilanjutkan Sri Mulyani, kebijakan memainkan peran yang sangat penting sebagai shock absorber counter cyclical policy.

"Masalah ekonomi mana pun akan berada dalam situasi yang sangat sulit, ketika kebijakan Anda menjadi prosiklikal. Saat ada cycle down malah bikin tambah parah, saat cycle up malah bikin overheat," ujarnya.Maka dari itu, penting untuk terus melakukan koordinasi antara semua otoritas.

Sri Mulyani mengungkapkan, bahwa dia terus menjalin relasi baik dengan Gubernur BI Perry Warjiyo, dan itu sangat membantu karena pada saat krisis, pasar dan ekonomi membutuhkan jangkar kepercayaan.

"Kami belajar banyak tentunya, Pak Perry adalah seorang veteran dan dia pernah di IMF dan di World Bank. Sehingga kami tahu bahwa di saat krisis, kami harus (bekerja) bersama," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.