Liputan6.com, Jakarta - Soimah mengungkapkan keluh kesah di podcast Blakasuta terkait perlakuan tidak baik dari petugas pajak. Hal itu pun mendapatkan respons dari Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo.
Dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com, Sabtu (8/4/2023), perlakuan tidak mengenakkan dari petugas pajak itu dikatakan terjadi pada 2015. Saat itu Soimah membeli rumah. Petugas pajak itu datang ke rumah Soimah tanpa permisi.
Untuk memberikan solusi mengenai hal itu, Prastowo pun menghubungi budayawan Butet Kertaradjasa sebagai penengah. “Saya sudah menghubungi Mas Butet yang menyediakan diri menjadi penengah yang baik. Beliau mengajak pihak kantor pelayanan pajak (KPP) dan Soimah duduk bareng, ngobrol hati ke hati,” tulis dia dalam tulisannya.
Advertisement
Ia menilai, tak perlu masing-masing merasa paling benar. “Tapi ngobrol enak, sambil gojekan, mengenang interaksi masa lalu sambil mengungkapkan harapan buat ke depan. Sambung rasa yang lebih manusiawi-seperti kata Soimah,” ujar dia.
Prastowo sebelumnya pun menyampaikan terkait kejadian yang tidak mengenakkan yang dialami Soimah saat membeli rumah pada 2015. Petugas pajak disebut datang ke rumah Soimah tanpa permisi.
Akan tetapi, Prastowo menduga yang berinteraksi adalah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah (Pemda) yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan domain Pemda.
“KPP biasanya hanya memvalidasi. Jika pun ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya,” ujar dia.
Ia menambahkan, hal itu perlu dikonfirmasi ke pengalaman Soimah sendiri.
Sementara itu, terkait kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector, masuk melakukan pengukuran pendopo termasuk pengecekan detil bangunan, menurut Prastowo itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas.
“Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN 2 persen dari total pengeluaran,” ujar dia.
Kesimpulan dan Rekomendasi Petugas Pajak Belum Ditindak Lanjuti
Prastowo menuturkan, UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. “Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena,” ia menambahkan.
Ia menuturkan, kerjanya pun detail dan lama serta tak asal-asalan. "Hasilnya nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 M bukan Rp 50 M seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 M,” ujar dia.
Prastowo juga mengingatkan, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak itu bahkan belum dilakukan tindak lanjut. “Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 M itu sama sekali belum ditagihkan,” tutur dia.
Lalu kenapa membawa debt collector? Prastowo menuturkan, pihaknya belum memahami betul. Namun, kantor pajak menurut UU sudah punya debt collector, yakni Juru Sita Pajak Negara (JSPN).
“Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector? Bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah,” ujar dia.
Prastowo menuturkan, JSPN bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.
“Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar. Lagi-lagi, saya berprasangka baik dan sangat ingin mendudukkan ini dalam bingkai pencarian kebenaran yang semestinya,” ujar dia.
Advertisement
Soimah Curhat Diperlakukan Seperti Koruptor oleh Oknum Petugas Pajak, Disambangi Tanpa Permisi hingga Dicurigai saat Beli Rumah
Soimah dikenal sebagai selebritis Tanah Air yang berasal dari kampung yang sukses berkiprah di Ibu Kota. Apalagi, kehidupannya di Jakarta, Soimah terbilang telah mewujudkan mimpi sebagai orang kaya.
Mendapatkan banyak pekerjaan, pundi-pundi Soimah pun penuh. Meski begitu, ia sadar sebagai masyarakat kewajibannya untuk membayar pajak.
Setiap mendapat honor Soimah tak menampik bahwa pendapatannya tersebut sudah dipotong pajak. Namun, ia justru mendapatkan perlakukan yang tidak menyenangkan dari oknum petugas pajak.
"Beberapa waktu lalu saya live Instagram ngomongin soal pajak. Saya kan pekerja seni ya, yang image nya kaya raya. Untuk bayar pajak memang kewajiban kita. Bayar pajak, bayar. Lapor pajak, lapor. Kita udah sadar itu kok, Soimah enggak bakal lari. Rumahnya udah jelas. Tapi perlakukanlah dengan baik. Jadi saya merasa diperlakukan seperti ba*****n, seperti koruptor," ungkap Soimah, di kanal YouTube Mojokdotco, Rabu (5/4/2023).
Pihak Pajak Datangi Rumah Soimah Tanpa Permisi
Soimah bercerita, sejak 2015 Soimah didatangi oknum petugas pajak yang tak memberitahunya lebih dulu. Mereka pun memasuki perkarangan tanpa ada permisi.
"Buka pager tanpa kulo nuwun (permisi), tiba-tiba udah di depan pintu yang seakan-akan saya mau melarikan diri. Saya dicurigai pemeriksaan ono lah. Saya menjelaskan saya pekerja seni yang dicurigai opo. Harusnya kalau mereka minta kita harusnya baik-baik, sopan, kan kita yang bayar," lanjutnya.
Diakui Soimah, di awal kesuksesannya dulu yang pertama terpikir olehnya adalah keluarga. Ia pun menjalani tugasnya membahagiakan keluarganya dengan membantu mereka.
"Lah masa aku bantu keluarga enggak boleh. Dijaluki (diminta) nota. Masa aku bantu dulur-dulur (saudara-saudara) pakai nota. Jadi enggak percaya, masa bantu dulur gedene sak mene (gedenya segini). Ya sekarepku (sesukaku) toh, harus pakai nota. Setiap tahun, aku padu karo bojoku (aku bertengkar dengan suamiku). Bojoku laporan ini enggak percaya, semua harus pake nota," sambungnya.
Advertisement
Soimah Beli Rumah Rp 430 Juta, Oknum Petugas Pajak Tak Percaya
Hal yang masih segar dalam ingatan Soimah, saat orang pajak menanyakan soal rumah yang dibelinya. Saat diberitahu harganya, pihak pajak tak percaya.
"Saya beli rumah harganya Rp430 juta, deal-dealan lah sama orangnya 'Tak cicil ya pak, nanti saya dapat bayaran saya cicil'. Ok sepakat, dan udah lunas. Kita ke notaris, enggak deal dari perpajakan karena enggak percaya 'Oh rumah di situ harganya Rp650 juta' dikira saya menurunkan harga, padahal deal-dealan nya ono, nota nya ono," kata dia.
Rasa tak percaya ini muncul karena Soimah membeli rumah seharga Rp430 juta.
"Lah emang ada ukurannya Soimah harus beli rumah harga berapa miliar gitu. Pendopo belum jadi, udah dikelilingi sama orang pajak. Ditekani (didatangi), dari jam 10 pagi sampe 5 sore ukuri pendopo. Ini orang pajak atau tukang sih. Orang pajak udah ngitung hampir Rp50 miliar, saya aja yang bikin belum tahu total habisnya berapa, karena selesai. Terakhir yang baru ini, tahun ini dapat pemberitahuan dengan bahasanya tidak manusiawi lah, kayak oyak-oyak maling," bebernya.