Sukses

Impor KRL Bekas Jepang Tak Direstui, Menko Luhut Buka Suara

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan memastikan hasil review (tinjauan) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan acuan utama terkait impor kereta rel listrik (KRL).

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan hasil review (tinjauan) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan acuan utama terkait impor kereta rel listrik (KRL).

Hasil review BPKP menyatakan tidak merekomendasikan impor KRL bekas dari Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

“Kita baru lihat audit saja, kalau ada pertimbangan lain dari audit BPKP, akan kita lihat lagi nanti,” kata Luhut ditemui usai konferensi pers mengenai update kerja sama Indonesia-Tiongkok di Jakarta, Senin.

Luhut menambahkan pihaknya juga masih akan menggelar rapat lanjutan untuk melihat pertimbangan lain dari pemangku kepentingan lainnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan pemerintah masih akan mencari solusi terbaik untuk meningkatkan kapasitas sarana kereta untuk memenuhi kebutuhan publik.

Ia mengungkapkan opsi impor maupun retrofit untuk menggantikan KRL tua tidak menambah kapasitas KRL yang dikeluhkan masyarakat.

“Kalau ini impor atau retrofit pun kan hanya gantikan yang tua aja, kapasitas tuh nggak naik. Padahal kita butuh kapasitas naik. Bagaimana caranya? Apakah dengan ditambah sarana itu cukup?” katanya.

Seto juga menyinggung sistem persinyalan KRL yang dinilai membuat gerak kereta menjadi lambat.

“Ini harus dilihat komprehensif. Saya kira itu juga yang dikerjakan teman-teman BUMN. Nanti ada rapat lanjutan,” katanya.

Meski demikian, Seto mengatakan untuk saat ini hasil review BPKP akan menjadi pegangan utama mengenai keputusan impor.

“Kalau ada masukan input dan lainnya kita akan lihat,” katanya.

 

 

2 dari 4 halaman

Review BPKP

Sebelumnya, mengacu pada hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kemenko Marves tidak merekomendasikan opsi impor kereta rel listrik (KRL) bukan baru atau bekas dari Jepang sebagaimana permintaan PT KCI.

“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/4) lalu.

Ada beberapa hal yang jadi pertimbangan utama dalam review tersebut. Pertama, yaitu rencana impor KRL bukan baru itu dinilai tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.

KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang juga dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai kebijakan dan pengaturan impor karena sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Jumlah KRL yang beroperasi saat ini juga dinilai masih mampu memenuhi kebutuhan penggunanya karena secara keseluruhan okupansi tahun 2023 masih 62,75 persen. Pada 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen.

3 dari 4 halaman

Impor KRL Resmi Ditolak, Siap-Siap Penumpang Makin Padat di Jam Sibuk

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tidak merestui rencana impor KRL bekas Jepang sebanyak 10 trainset oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Keputusan ini berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Saat ini tidak direkomendasikan untuk impor," ujarnya di Kemenko Marves, Jakarta Pusat, Kamis (6/4).

Seto mengungkapkan, salah satu temuan hasil audit BPKP terkait tidak direkomendasikannya untuk dilakukan impor KRL terkait okupansi. Dari 1.141 unit KRL yang beroperasi saat ini (tidak termasuk 48 unit yang berhenti beroperasi dan 36 unit yang dikonversi sementara) masih mampu memenuhi kebutuhan penumpang.

BPKB mencatat, secara keseluruhan untuk okupansi di 2023 diperkirakan mencapai 62,75 persen. Sementara tingkat okupansi tahun 2024 masih di kisaran 79 persen dan untuk 2025 sebanyak 83 persen.

Meski begitu, Seto mengakui jumlah penumpang KRL Jabodetabek terpantau melebihi kapasitas angkut. Namun, fenomena tersebut hanya terjadi di jam sibuk tertentu.

"Sementara ini memang terjadi overload, namun yang terjadi pada jam-jam peak hour ya," ungkapnya.

Hasil Audit BPKPHasil audit dari BPKP juga membandingkan dengan armada KRL sebanyak 1.078 unit di tahun 2019 lalu, mampu mengangkut 336,3 juta penumpang per tahun. Sedangkan, dengan jumlah armada KRL yang mengalami kenaikan menjadi 1.114 unit diperkirakan hanya akan mengangkut sebanyak 273,6 juta penumpang per tahun.

"Rata-rata jumlah penumpang  (KRL) yang sekarang itu adalah sekitar 800.000 penumpang per hari, pada saat peak hour bisa mencapai di atas 900.000. Nah ini masih lebih kecil dibandingkan 2019, di mana rata-rata jumlah penumpangnya adalah 1,1 juta (per hari)," pungkasnya. 

4 dari 4 halaman

Tok! Impor KRL Bekas Jepang Resmi Ditolak

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang berada di bawah arahan Menko Luhut Binsar Pandjaitan, menetapkan bahwa impor KRL bekas dari Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) resmi ditolak.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marinves, Septian Hario Seto, menyampaikan bahwa pihaknya sudah menerima hasil laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk pengadaan KRL tidak baru tersebut.

"Saat ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan impor. Kalau dari has review BPKP sih sudah cukup jelas hasilnya. Kita akan mengacu pada hasil review," ujar Seto dalam sesi konferensi pers di Kantor Kemenko Marinves, Jakarta, Kamis (6/4/2023).

Secara umum, Seto memaparkan ada empat hal yang jadi kesimpulan dari BPKP. Pertama, rencana impor KRL bukan baru tersebut tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.

Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri.

"Aturan itu telah menetapkan persyaratan umum KRL dengan penggerak sendiri harus memenuhi spesifikasi teknis, salah satunya tingkat komponen dalam negeri (TKDN)," imbuh Seto.

Impor KRL

Kedua, ia menyebut Kemendag juga sudah memberikan tanggapan dispensasi impor KRL tidak baru. "Ini tidak dapat dipertimbangkan karena fokus pemerintah ke substitusi impor P3DN (Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri)," urainya.

Ketiga, KRL bukan baru yang diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29/2021, dan Permendag yang mengatur kebijakan dan peraturan impor.