Liputan6.com, Jakarta Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan bahwa pihanya telah merevisi prospek pertumbuhan ekonomi global 2023, sedikit naik menjadi 2 persen dari perkiraan pada bulan Januari sebesar 1,7 persen.
Namun Malpass memperingatkan perlambatan dari ekonomi di 2022 akan meningkatkan tekanan utang bagi negara-negara berkembang.
Baca Juga
Mengutip Channel News Asia, Selasa (11/4/2023) Malpass mengatakan kepada media bahwa revisi tersebut didukung oleh prospek yang lebih baik pada pemulihan ekonomi ci China dari COVID-19.
Advertisement
Bank Dunia kini mematok pertumbuhan ekonomi China sebesar 5,1 persen tahun ini dibandingkan dengan 4,3 persen dalam laporan Prospek Ekonomi Global pada bulan Januari 2023.
Negara maju lainnya, termasuk AS dan di Eropa, juga diprediksi akan memiliki kinerja ekonomi yang sedikit lebih baik daripada yang diantisipasi Bank Dunia sebelumnya, kata Malpass.
Tetapi mantan kepala Bank Dunia itu memperingatkan bahwa gejolak di sektor perbankan dan harga minyak dunia yang tinggi dapat kembali menekan prospek pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun 2023
Menurutnya, ketidakcocokan maturitas aset bank akan membutuhkan waktu untuk diselesaikan dan bank kemungkinan akan menarik diri.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa pertemuan Bank Dunia dengan para pejabat China dapat membantu "mencairkan es" pada gerakan potensial pada keringanan utang yang sangat dibutuhkan untuk negara-negara miskin.
Malpass mengatakan China juga akan dapat mencetak beberapa poin politik dengan biaya yang cukup rendah untuk lembaga pemberi pinjamannya.
"Dari sudut pandang institusi mereka, itu bukan jumlah yang besar," ujarnya.
IMF dan Bank Dunia Ramal Ekonomi Dunia Tumbuh di Bawah 3 Persen
Dalam kesempatan terpisah, Malpass dan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global jangka menengah akan dipatok di bawah 3 persen tahun ini dan sekitar 3 persen untuk lima tahun ke depan.
Malpass mengatakan pertumbuhan yang lebih tinggi diperlukan untuk penciptaan lapangan kerja dan memperlambat migrasi ekonomi dari negara-negara miskin, tetapi mengatakan modal mengalir keluar dari negara-negara berkembang.
"Saya benar-benar berharap bahwa pertemuan ini membahas tentang prioritas mendesak stabilitas harga, stabilitas keuangan, kami akan lebih memperhatikan bagaimana dunia dapat mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi," ujar Georgieva.
IMF akan merilis prakiraan ekonomi global terbarunya pada 11 April. Perkiraan Bank Dunia cenderung sedikit lebih rendah karena didasarkan pada nilai tukar pasar, sedangkan perkiraan IMF didasarkan pada nilai tukar paritas daya beli.
Advertisement
Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh Lebih Stabil di 2023
Bank Dunia memperkirakan negara-negara di Asia Timur dan Pasifik (EAP) bakal tumbuh cukup baik di 2023 ini, termasuk Indonesia. Sebabnya adalah pembukaan kembali aktivitas ekonomi di China.
Mengacu rilis Bank Dunia, diperkirakan beberapa negara lain yang ada di kawasan ini akan mengalami pelambatan setelah menguat di tahun 2022 lalu.
Bank Dunia menulis, kinerja ekonomi di seluruh kawasan, meski kuat, dapat tertahan tahun ini oleh perlambatan pertumbuhan global, kenaikan harga komoditas, dan pengetatan keuangan sebagai tanggapan terhadap inflasi yang terus-menerus, menurut World Bank’s East Asia and Pacific April 2023 Economic Update.
"Sebagian besar negara utama di Asia Timur dan Pasifik telah melewati masa sulit selama pandemi tetapi kini mereka perlu menavigasi lanskap dunia yang berubah,” ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela V. Ferro, mengutip rilis resmi Bank Dunia, Jumat (31/3/2023).
"Guna mendapatkan kembali momentum, masih ada upaya-upaya yang perlu ditempuh untuk mendorong inovasi dan produktivitas, serta membangun landasan untuk pemulihan yang lebih hijau," sambungnya.
Di antara negara-negara yang lebih besar di kawasan ini, kebanyakan, termasuk Indonesia, Filipina, dan Vietnam, diprediksi akan memiliki laju pertumbuhan lebih moderat pada tahun 2023 dibandingkan tahun 2022. Sebagian besar Negara Kepulauan Pasifik diperkirakan tumbuh lebih cepat pada tahun 2023, tetapi laju perekonomian Fiji yang sangat cepat pada tahun 2022 kemungkinan akan berkurang.
Laju pertumbuhan di negara berkembang Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan meningkat menjadi 5,1 persen pada tahun 2023 dari 3,5 persen pada tahun 2022, karena pembukaan kembali Tiongkok membantu perekonomian untuk pulih ke 5,1 persen dari 3 persen tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi kawasan EAP kecuali Tiongkok diperkirakan akan melambat menjadi 4,9 persen dari pemulihan kuat pascaCOVID-19 sebesar 5,8 persen pada tahun 2022, karena inflasi dan peningkatan utang rumah tangga di beberapa negara membebani konsumsi.
Penurunan Kemiskinan
Sebagian besar negara di kawasan EAP telah mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan negara-negara di kawasan lain selama dua dekade terakhir. Hasilnya, terjadi penurunan kemiskinan yang signifikan dan, dalam dekade terakhir, penurunan ketimpangan.
Namun, pergerakan untuk mengejar tingkat pendapatan per kapita negara-negara maju telah terhenti dalam beberapa tahun terakhir karena pertumbuhan produktivitas dan laju reformasi struktural telah melambat. Mengatasi “kesenjangan reformasi” yang signifikan, terutama di sektor jasa, dapat memperbesar dampak revolusi digital dan mendorong produktivitas di berbagai sektor mulai dari ritel dan keuangan hingga pendidikan dan kesehatan.
Perekonomian kawasan juga harus mengatasi tiga tantangan penting seiring dengan upaya para pembuat kebijakan untuk mempertahankan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi pasca COVID-19. Ketegangan yang meningkat antar mitra dagang utama akan memengaruhi arus perdagangan, investasi, dan teknologi di seluruh kawasan.
Advertisement