Sukses

Sri Mulyani Buka-bukaan Skandal Ekspor Emas Rp189 Triliun, Pelaku Dipidana dan Denda Rp 500 Juta

Tahun 2016 silam Pemerintah pernah kecolongan ekspor emas batangan senilai Rp189 triliun di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Dalam perizinannya, kegiatan ekspor tersebut berupa emas perhiasan namun komoditas yang dikirim melalui kargo ini berupa emas batangan.

Liputan6.com, Jakarta Tahun 2016 silam Pemerintah pernah kecolongan ekspor emas batangan senilai Rp189 triliun di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Dalam perizinannya, kegiatan ekspor tersebut berupa emas perhiasan namun komoditas yang dikirim melalui kargo ini berupa emas batangan. 

Kasus yang ditangani Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan ini diserahkan ke meja hijau dan telah diadili. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, kepada pelaku perseorangan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. 

Sementara itu, terhadap korporasi dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana dan denda sebesar Rp500 juta. Pasca kejadian tersebut, Ditjen Bea Cukai melakukan pengetatan dan pengawasan impor emas melalui jalur merah. 

“Semuanya sekarang mayoritas masuk jalur merah, artinya dilakukan pemeriksaan secara fisik dan dilihat untuk memastikan bahwa barangnya sama dengan dokumen pemberitahuan,” kata Sri Mulyani di Komisi III DPR-RI, Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/4).   

Lebih lanjut dia menjelaskan kasus ekspor emas ini masuk dalam transaksi janggal Kementerian Keuangan yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).  Nilainya  Rp189 triliun dari total transaksi janggal Rp349,87 triliun. 

“Dari 65 surat, ada satu surat yang menonjol yang berisi transaksi Rp 189 triliun yang menyangkut transaksi bea cukai dan pajak. Surat ini nomornya SR-205,” kata Sri Mulyani. 

Kasus menonjol ini menjalani persidangan selama 3 tahun di meja hijau. Namun persidangan yang dimulai pada 2017 ini berbuah pil pahit karena putusan pengadilan di tahun 2019, Bea Cukai dinyatakan kalah. 

Tak puas dengan putusan tersebut, maka pemerintah melakukan kasasi dan dimenangkan Mahkamah Agung. Atas putusan tersebut terlapor mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung. Hasil PK menyatakan Bea Cukai kalah dari terlapor.

 

2 dari 3 halaman

Penyampaian Surat SR-205

Sri Mulyani mengatakan penyampaian surat SR-205 yang berisi transaksi Rp 189 triliun dilakukan PPATK kepada Bea Cukai pada Mei 2020 atas beberapa wajib pajak badan dan orang pribadi.

SR-205 merupakan kelanjutan dari kesepakatan yang telah dibangun pada high level meeting Kemenkeu-PPATK dan Kementerian Keuangan (DJBC dan DJP), khususnya menyikapi putusan PK sebelumnya pada 2019.

"Juni-Agustus 2020 Bea Cukai melakukan analisa terhadap entitas wajib pajak badan terkait kepabeanan. Hasil analisa total dari pemberitahuan impor barang dan PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) mencapai Rp 18 triliun," beber Sri Mulyani.

Berdasarkan paparan Bea Cukai ke PPATK pada 7 Agustus 2020, disimpulkan perlu adanya pendalaman bersama untuk membuktikan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan. Untuk itu dilakukan pendalaman dari aspek perpajakan bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 

3 dari 3 halaman

Sri Mulyani Tegaskan Tak Ada Perbedaan Data Transaksi Janggal Rp 349 Triliun dengan Mahfud MD

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada perbedaan data antara pihaknya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Mahfud MD terkait transaksi janggal di Kementerian Keuangan.

Sebab sumber data yang digunakan masing-masing pihak berasal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

“Secara awal tadi telah ditegaskan Pak Menko (Mahfud MD) tidak ada perbedaan data antara Menko Polhukam dan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat Rp349 triliun,” kata Sri Mulyani di Komisi III DPR-RI, Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023). 

Sri Mulyani menjelaskan nilai transaksi janggal Rp349 triliun merupakan penghitungan agregat. Artinya angka tersebut jumlah transaksi debit-kredit dan keluar-masuk. 

Dalam ilmu akuntansi hal ini disebut sebagai double triple accounting. Sehingga jika dijumlahkan menjadi Rp349 triliun.   

“Transaksi agregat ini ada transaksi yang debit kredit dan keluar masuk, di dalam melihat akuntansinya ini disebut double triple accounting jadi ini dijumlahkan menjadi Rp349 triliun,” kata dia. 

Sebagai informasi, siang ini komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) duduk bersama di Komisi III DPR RI memenuhi  undangan anggota dewan untuk membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun. 

Dalam rapat tersebut 3 pimpinan kementerian/lembaga hadir dan duduk bersama. Mereka adalah Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana.