Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Dia meminta aturan tersebut bisa segera rampung, padahal sudah cukup lama dibahas.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD sempat menyinggung soal belum disahkannya RUU Perampasan Aset oleh DPR. Hal itu disampaikan oleh Mahfud dalam sebuah rapat dengan Komisi III DPR RI.
Baca Juga
Menanggapi itu, Jokowi pun terus mendorong agar pembahasan segera rampung. Pasalnya, RUU Perampasan Aset dinilai memiliki peran penting.
Advertisement
"Kita terus mendorong agar RUU Perampasan Aset itu segera diselesaikan penting sekali undang-undang ini, penting sekali," ujarnya saat ditemui usai meresmikan Apartemen Semesta Mahata Margonda, Depok, Kamis (13/4/2023).
Sebagai langkah percepatan, dia mengaku sudah meminta DPR RI dan kementerian terkait untuk segera menyelesaikan pembahasannya. Alasannya, agar selanjutnya Jokowi bisa segera menerbitkan surat presiden (Surpres).
"Saya sudah sampaikan juga kepada DPR, kepada kementerian yang terkait dengan ini segera selesaikan. kalau udah rampung ya bagian saya untuk terbitkan surpres secepatnya. sudah kita dorong udah lama kok masa gak rampung rampung?," jelasnya.
Â
Kata DPR
Menko Polhukam Mahfud Md meminta DPR mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan tidak pernah ada undang-undang yang diajukan pemerintah yang dipersulit oleh parlemen.
"Mana Undang-undang apa sih yang diajukan pemerintah tidak dibahas oleh DPR? Cipta Kerja yang begitu banyak (penolakan) aja DPR-nya iya aja, yang mana Undang-undang DPR enggak mau," kata dia di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (5/3/2023).
Arsul mengingatkan RUU Perampasan Aset adalah RUU usulan pemerintah. Sehingga DPR dalam posisi menunggu naskah akademik dari pemerintah sebelum pembahasan.
"Sebagai RUU insiatif pemerintah, artinya apa. Artinya naskah akademik dan naskah RUUnya harus pemerintah yang menyiapkan, setelah disiapkan, diedarkan di kementerian lembaga terkait, semua sudah paraf, disampaikan kepada Presiden, Presiden menyampaikan ke DPR, kalau tidak dibahas oleh DPR, baru DPR-nya dimaki-maki, memang mau menghalangi ini," jelas dia.
Â
Advertisement
Tak Bisa DIsalahkan
Politikus PPP itu menyebut, DPR seharusnya tidak bisa disalahkan karena belum membahas RUU tersebut, sebab pemerintah pun belum mengirimkan naskah akademik.
"Wong sekarang naskahnya ada di mana aja posisinya enggak jelas kok, dibilang DPR-nya enggak mau bahas atau menghalang-halangi, iki opo iki? Gitu loh, jadi jangan ada dusta di antara kita. Jangan ada dusta di antara kita," ungkap Arsul.
Dia justru mempetanyakan balik pemerintah yang sering menolak RUU usulan DPR, sebab pihaknya lebih sering menerima usulan pemerintah daripada menolak.
"Kita terus terang ingin bertanya, RUU mana yang diajukan oleh pemerintah yang DPR menolak untuk membahas? Yang ada adalah RUU yang diajukan DPR yang pemerintah menolak untuk bahas, contoh RUU larangan minuman beralkohol yang diajukan PPP, RUU Perkelapasawitan, RUU pertembakauan, harusnya sekrusial apapun, bahas," pungkasnya.