Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan menyampaikan jumlah penumpang kereta rel listrik (KRL) diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.
Dibalik polemik impor KRL bekas dari Jepang, DJKA mendukung upaya peremajaan sarana KRL yang sedang dilakukan oleh PT KCI, karena usia sarana kereta yang akan pensiun.
Baca Juga
"Kami memahami bahwa Kebutuhan peremajaan, nah ini didorong oleh usia pakai sarana yang sudah terlalu lama, serta adanya kebutuhan untuk mengakomodasi peningkatan penumpang," kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Djarot Tri Wardhono, dalam Diskusi Publik Peningkatan Layanan Kereta Komuter untuk Pergerakan Ekonomi secara virtual, Kamis (13/4/2023).
Advertisement
Dukungan ini telah disampaikan dalam bentuk surat rekomendasi teknis yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub dengan tanggal 19 Desember 2022.
"Selain itu terkait dengan peningkatan pelayanan KRL secara umum DJKA sudah mengeluarkan rekomendasi teknis melalui surat Direktur Jenderal Perkeretaapian pada tanggal 19 Desember Tahun 2022 tentang kemajuan sarana daerah Jabodetabek," kata Djarot.
Adapun berdasarkan data yang dilaporkan oleh PT KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang penumpang pada 2019. Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.
Guna mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023, menjadi 517 juta orang pada 2026.
"Sehingga kami sangat mendukung upaya yang dilakukan oleh badan usaha operator, maupun sektor lain untuk memenuhi kebutuhan ini selama sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tetap memperhatikan aspek keselamatan," ujarnya.
Apresiasi
Disisi lain, DJKA juga sangat mengapresiasi Langkah PT KCI yang sudah meneken kontrak dengan PT INKA untuk mengadakan sarana baru KRL buatan dalam negeri.
Hal ini menunjukkan komitmen pemberdayaan industri dalam negeri sesuai dengan amanah Perpres nomor 29 tahun 2018 tentang pemberdayaan industri.
"Dalam regulasi tersebut diamanahkan bahwa pembangunan atau pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBN atau APBD pemanfaatan aset di bawah penguasaan negara, maka harus mendahulukan penggunaan produk dalam negeri," pungkasnya.
Advertisement
Impor KRL Bekas Jepang Tak Direstui, Menko Luhut Buka Suara
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan hasil review (tinjauan) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan acuan utama terkait impor kereta rel listrik (KRL).
Hasil review BPKP menyatakan tidak merekomendasikan impor KRL bekas dari Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
“Kita baru lihat audit saja, kalau ada pertimbangan lain dari audit BPKP, akan kita lihat lagi nanti,” kata Luhut ditemui usai konferensi pers mengenai update kerja sama Indonesia-Tiongkok di Jakarta, Senin.
Luhut menambahkan pihaknya juga masih akan menggelar rapat lanjutan untuk melihat pertimbangan lain dari pemangku kepentingan lainnya.
Cari Solusi
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan pemerintah masih akan mencari solusi terbaik untuk meningkatkan kapasitas sarana kereta untuk memenuhi kebutuhan publik.
Ia mengungkapkan opsi impor maupun retrofit untuk menggantikan KRL tua tidak menambah kapasitas KRL yang dikeluhkan masyarakat.
“Kalau ini impor atau retrofit pun kan hanya gantikan yang tua aja, kapasitas tuh nggak naik. Padahal kita butuh kapasitas naik. Bagaimana caranya? Apakah dengan ditambah sarana itu cukup?” katanya.
Seto juga menyinggung sistem persinyalan KRL yang dinilai membuat gerak kereta menjadi lambat.
“Ini harus dilihat komprehensif. Saya kira itu juga yang dikerjakan teman-teman BUMN. Nanti ada rapat lanjutan,” katanya.
Meski demikian, Seto mengatakan untuk saat ini hasil review BPKP akan menjadi pegangan utama mengenai keputusan impor.
“Kalau ada masukan input dan lainnya kita akan lihat,” katanya.
Advertisement