Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Utusan Iklim Amerika Serikat, John Kerry di Washington D.C.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, Luhut mengungkapkan topik yang menjadi pembahasan dalam pertemuannya dengan John Kerry, yaitu kemitraan pendanaan Transisi Energi yang Adil (JETP).
Baca Juga
Hal itu untuk mendukung sejumlah skenario transisi energi di Indonesia.
Advertisement
"Kami semua kembali mengingatkan Amerika bahwa pada bulan Februari yang lalu, kami resmi meluncurkan Sekretariat JETP Indonesia. Sekretariat tersebut akan banyak bekerja sama dengan para pemangku kepentingan penting lainnya, baik dari sektor pemerintahan maupun swasta," tulis Luhut di Instagram, dikutip Jumat (14/4/2023).Â
Menko Marves mengatakan, kolaborasi ini nantinya akan merancang Rencana Investasi Komprehensif (CIP), yang mencakup berbagai hal mulai dari identifikasi Portofolio Program JETP seperti pensiun dini pembangkit listrik, pengembangan EBT dan peningkatan nilai rantai serta kebijakan kunci yang akan mempercepat implementasi program tersebut.
"Percepatan upaya transisi seperti penyebaran jalur transmisi dan jaringan, percepatan pengembangan EBT (baseload dan VRE) dan peningkatan nilai rantai EBT (manufaktur EBT di Indonesia) adalah jalan yang akan kami tempuh untuk segera mewujudkan berbagai target yang telah ditentukan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut," kata Lhut.
"Saya punya harapan besar bahwa kedatangan kami ke Amerika kali ini mampu merealisasikan akselerasi penyusutan emisi karbon di Indonesia sekligus menyelaraskan pertumbuhan dan keberlanjutan ekonomi negeri ini," ucapnya.
ÂÂÂView this post on Instagram
Indonesia Punya Potensi jadi Contoh dalam Upaya Wujudkan Ekonomi Berkelanjutan
Menko Marves Luhut Pandjaitan juga menuliskan bahwa, Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi untuk menjadi contoh bagi negara lain dalam mencapai ekonomi yang berkelanjutan, dengan emisi rendah ditengah krisis iklim yang sedang terjadi.
"Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa dan sebagai perekonomian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia terus berusaha meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," katanya.
Meskipun seringkali industrialisasi diikuti dengan kenaikan emisi, negeri ini punya sumber daya yang cukup untuk menunjang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan juga berperan penting dalam dekarbonisasi global.
Advertisement
IMF : 44 Negara Ikut Program Pinjaman Perubahan Iklim dan Transisi Energi
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengungkapkan bahwa sebanyak 44 negara telah menyatakan minatnya untuk meminjam dana dari program Resilience and Sustainability Trust senilai USD 40 miliar atau sekitar Rp. 595,4 triliun.Â
Sebelumnya, sudah ada 5 negara yang sepakat mengikuti program tersebut, yaitu Rwanda, Barbados, Kosta Rika, Bangladesh dan Jamaika.
Melansir Channel News Asia, Selasa (11/4/2023) Georgieva mengatakan pada acara Komite Bretton Woods pada awal pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia bahwa "antrian yang sehat" negara-negara adalah tanda bahwa sumber daya fasilitas ketahanan perlu ditingkatkan ke tingkat yang jauh lebih tinggi.
Sebagai informasi, program pinjaman dana Resilience and Sustainability Trust dibentuk tahun lalu untuk membantu menyalurkan kelebihan cadangan Hak Penarikan Khusus IMF dari negara-negara kaya ke negara-negara berpenghasilan menengah, untuk menyediakan pembiayaan jangka panjang pada penanganan perubahan iklim dan transisi ke energi bersih.
Georgieva menyebut faslitas pinjaman sekitar USD 40 miliar "berukuran sedang," yang dilengkapi dengan persyaratan kebijakan ekonomi tertentu seperti memenuhi target fiskal.
Komentarnya muncul saat IMF dan negara-negara anggota Bank Dunia akan membahas cara meningkatkan pinjaman terkait pencegahan perubahan iklim dan investasi di sektor swasta, untuk memenuhi kebutuhan yang diperkirakan triliunan dolar setahun untuk memenuhi target pengurangan emisi.
"Jadi USD 40 miliar bukanlah solusinya sendiri, tetapi ini merupakan kontribusi untuk solusi, jika membantu menghilangkan hambatan untuk investasi berskala besar, terutama investasi swasta, di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang," kata Georgieva.
ASEAN Butuh Investasi USD 27 Miliar per Tahun untuk Energi Baru Terbarukan
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan tantangan yang dihadapi negara ASEAN, terutama Indonesia dalam melakukan transisi ke energi terbarukan dengan pensiun dini pada batu bara.
"Tantangannya lebih besar lagi karena kita termasuk produsen batu bara terbesar dan pembangkit listrik batu bara kita sebenarnya meningkat lebih dari 60 persen dari total bauran energi di Indonesia," ujar Sri Mulyani dalam acara Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023: Imaging a Net Zero ASEAN, Kamis (30/3/2023).
"Jadi untuk kita dapat mencapai target (iklim) pada tahun 2060 atau lebih awal, tidak mungkin tanpa mengatasi masalah pembangkit listrik tenaga batu bara ini," lanjutnya.
Sri Mulyani menyebut, negara-negara ASEAN masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk pembangunan ekonomi dan industri.
Bahan bakar fosil dalam hal ini menyumbang lebih dari 75 persen bauran energi pada tahun 2019. Sedangkan energi terbarukan hanya menyumbang 14 persen.Â
"ASEAN (mentargetkan peningkatan) kontribusi energi terbarukan hingga 23 persen pada tahun 2025. Indonesia juga memiliki ambisi yang sama," ungkap Menkeu.
Selain itu, untuk mencapai 23 persen bauran energi terbarukan ini, Sri Mulyani mengatakan, ASEAN perlu berinvestasi sebesar USD 27 miliar dalam energi terbarukan setiap tahun.Â
"Namun dari 2016 hingga 2021, kami hanya menarik USD 8 miliar per tahun untuk energi terbarukan. Jadi kurang dari sepertiga," jelasnya.
Advertisement