Sukses

Erick Thohir Tak Tutup Pintu Impor KRL Bekas Jepang, Masih Dihitung Biar Tak Jadi Beban

Menteri BUMN Erick Thohir tidak mau penumpang KRL Commuter Line kesulitan karena KCI tidak bisa impor KRL bekas dari Jepang. Tapi ErickThohir juga tidak ingin impor KRL bekas ini membebani keuangan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir masih terus mempelajari rencana impor KRL bekas dari Jepang. Impor KRL ini saat ini dibutuhkan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) lantaran 10 rangkaian KRL yang beroperasi saat ini seharusnya sudah masuk masa pensiun di 2023.

Rencana impor KRL bekas dari Jepang ini menuai pro dan kontra. Pro karena memang untuk memenuhi kebutuhan transportasi massal di Jakarta dan kota satelit. Kontra karena tidak sesuai dengan semangat yang digembor-gemborkan yaitu penggunaan produk dalam negeri. 

Erick mengatakan, Kementerian BUMN masih mempelajari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dia tak ingin impor KRL bekas Jepang itu membebani keuangan negara.

"Cuma kemarin kan sudah dibicarakan, tentu sekarang peningkatan (penumpang) di kereta ini cukup tinggi. Solusinya apa? Apakah impor atau buat sendiri? Nah ini yang lagi dihitung kembali," kata Erick Thohir dalam kunjungan di Stasiun Senen, Jakarta, Selasa (18/4/2023).

Namun begitu, Erick juga tidak mau penumpang KRL Commuter Line kesulitan karena KCI tidak bisa mengimpor rangkaian kereta bekas tersebut.

"Karena tidak mungkin kita naik kereta di bak terbuka kayak jaman dulu. Murah itu pake kayu, cepet, tapi kan tidak sesuai dengan jaman hari ini," ungkapnya.

"Nah ini yang kita coba duduk, sama-sama untuk mencari solusinya. Tapi Insya Allah di dalam pertemuan ada jalan keluar tanpa saling menyalahkan," kata Erick.

Oleh karenanya, ia masih terbuka akan opsi impor KRL bekas Jepang, meskipun langkah tersebut ditentang oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"(Impor KRL bekas Jepang) terbuka, selama harganya baik. Saya tidak tahu (apakah impor darurat ini jadi dilakukan), saya tidak terlibat. Tapi saya akan dudukan," tuturnya.

2 dari 5 halaman

Bocoran Bos KAI Soal Kepastian Impor KRL Bekas Jepang

Sebelumnya, pemerintah masih belum memutuskan soal impor KRL bekas dari Jepang, mengingat adanya kebutuhan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk menggantikan sejumlah trainset yang pensiun. Kabarnya, kepastian impor KRL ini akan diputuskan dalam waktu dekat.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo memberikan sinyal kalau kepastian impor kereta bekas dari Jepang akan diputuskan dalam waktu dekat. Kendati, dia belum berbicara banyak mengenai rencana tersebut.

"Kan kemarin pak Wamen (Wamen BUMN II Kartika Wirjoatmodjo) udah ngomong, tunggu habis lebaran," ujarnya saat ditemui di Depok, Kamis (13/4/2023).

Sebelumnya, dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Wamen BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyebut akan membahas kembali mengenai kepastian impor KRL bekas dari Jepang.

"Untuk 2023 kemungkinan besar kita akan berdiskusi dengan BPKP dan Kementerian perindustrian dan persagangan, untuk ada impor darurat pak mungkin sekitar 10-12 trainset, kita sedang kaji dan ktia akan bicarakan dengan BPKP dalam waktu dekat," ujarnya.

Menurutnya, langkah ini jadi solusi jangka pendek yang bisa diambil. Sementara, untuk solusi jangka menengah dan jangka panjang, tetap akan kembali mementingkan produksi kereta api dalam negeri.

"Jadi rasanya ktia akan lihat short term solution tapi medium term dan long terms solutionnya juga ktia dusun secara baik. Mungkin annti rencana produksi atau retrofit nanti tetap kita benahi di 2024 dan 2025," ungkapnya.

3 dari 5 halaman

Bertemu BPKP

Lebih lanjut, pria yang karib disapa Tiko ini mengungkapkan akan bertemu dengan pihak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tujuannya untuk menentukan solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan saat ini.

Selain itu, dia juga akan turut membahas dengan Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Harusnya dalam minggu-minggu ini (diputuskan). Saya akan ketemu BPKP untuk diskusi dan nanti kita akan bahas dengan Kemenko Marves juga," kata dia. 

4 dari 5 halaman

YLKI Tak Permasalahkan KRL Impor dari Jepang, Syaratnya Ini

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, menyatakan sangat mendukung wacana peremajaan kereta rel listrik (KRL). Pihaknya tidak mempermasalahkan KRL akan impor dari Jepang atau melalui pengadaan dalam negeri, yang terpenting masyarakat bisa menggunakan KRL dengan nyaman.

Hal itu disampaikan Tulus dalam Diskusi Publik Peningkatan Layanan Kereta Komuter untuk Pergerakan Ekonomi INSTRAN, secara virtual, Kamis (13/4/2023).

Tulus menjelaskan, peran KRL cukup besar. Selain mengurangi kemacetan, KRL juga menjadi instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi di Jabodetabek. "Saya kira kalau KRL sebagai intitas transportasi masal di Indonesia khususnya di Jabodetabek itu memang tentu saja sebagai sarana pertumbuhan ekonomi logic sekali. Tingkat keandalan dari KRL itu memang sebagai instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi," kata Tulus.

  

5 dari 5 halaman

Terpenting Pelayanan KRL

YLKI tidak mempermasalahkan impor KRL bekas dari Jepang, yang terpenting pelayanan KRL kedepannya harus andal, baik dari segi infrastruktur hingga Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Bahkan, YLKI mendukung wacana pengadaan KRL dari dalam negeri.

"KRL harus andal, dari sisi infratsrukturnya, SDM-nya. Artinya. kita perlu melihat aspek keberlanjutan pengelolaan KRL, ini saya melihat akhir-akhir ini dinamikanya kurang ke arah yang berkelanjutan, mulai soal tidak terpenuhinya impor," ujarnya.

"Ketika KRL didedikasikan untuk keperluan ekonomi tentu saja harus ditingkatkan keandalannya, infrastrukturnya, SDM-nya untuk mendorong KRL sebagai entitas pendorong ekonomi," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Djarot Tri Wardhono, juga mendukung upaya peremajaan sarana KRL yang sedang dilakukan oleh PT KCI, karena usia sarana kereta yang akan pensiun.

"Kami memahami bahwa Kebutuhan peremajaan, nah ini didorong oleh usia pakai sarana yang sudah terlalu lama Serta adanya kebutuhan untuk mengakomodasi peningkatan penumpang," ujar Djarot.

Â