Sukses

Mendag: Baja Komoditas Ekspor Terbesar Ketiga Indonesia Setelah Tambang dan Sawit

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan melepas ekspor 30.000 ton baja milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PT KS) di Pelabuhan Krakatau International Port (KIP) Cilegon.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan melepas ekspor 30.000 ton baja milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PT KS) di Pelabuhan Krakatau International Port (KIP) Cilegon.

Pelepasan menggunakan kapal MV Auzonia menuju konsumen Marcegaglia Steel Carbon SPA di Italia, ditandai dengan penekanan tombol sirine oleh pejabat terkait.

"Kita melakukan ekspor ke Italia sebanyak 30.000 ton baja jenis Hot Rolled Coil, ini merupakan bagian dari tren positif kinerja perdagangan Indonesia, dimana di triwulan pertama 2023 kita sudah surplus USD 12,54 miliar,” kata Mendag Zulkifli, Sabtu (29/4/2023).

Mendag mengungkapkan, saat ini baja merupakan komoditi ekspor terbesar ketiga di Indonesia dibawah tambang dan minyak sawit. Sehingga Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada komoditi ini.

“Baja saat ini merupakan komoditi ekspor terbesar ketiga di Indonesia, setelah tambang dan minyak sawit, oleh karenanya Pemerintah terus mendorong dan mendukung ekspor baja yang dilakukan PT KS ini,” ujarnya.

Disisi lain, Chief Executive Officer (CEO) Akbar Djohan menyampaikan, KIP selalu siap menjadi gerbang ekspor dari Indonesia, karena fasilitas dan infrastrukturnya sangat siap dan kualitasnya terbaik, terlebih telah memiliki sistem digital yang mumpuni.

"Pelepasan Ekspor Baja oleh Mendag ini membuktikan bahwa perekenomian sedang tumbuh ke arah lebih baik, dan elemen utamanya adalah pelabuhan yang terintegrasi dan salah satu yang ada di Indonesia adalah Krakatau International Port," kata Akbar.

Akbar menyampaikan, KIP Group juga memiliki layanan pelabuhan yang terintegrasi, yang tidak hanya memiliki fasilitas jasa pelabuhan, tetapi juga jasa logistik terintegrasi yang dilakukan oleh anak usaha KIP.

Tidak hanya di wilayah Banten, KIP pun telah menyediakan layanan jasa pelabuhan dan logistik di beberapa daerah lain, seperti Marunda, Dumai, Jepara, dan Balikpapan, dimana yang terbaru KIP telah membantu pelayanan pembangunan di Ibu Kota Negara Baru (IKN).

“Dari segi pengembangan bisnis dan mendukung kebijakan Pemerintah, KIP saat ini telah mulai membantu dalam jasa pelabuhan dan logistik pembangunan IKN di Kalimantan melalui pengelolaan Pelabuhan Buluminung," tutup akbar.

2 dari 4 halaman

Kemendag Atur DMO Minyak Goreng dan Rasio Ekspor, Pengusaha Tak Masalah

Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali mengatur besaran kewajiban pasokan bahan baku minyak goreng ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebesar 300 ribu ton per 1 Mei 2023, pekan depan. Rasio pengali DMO Minyak Goreng terhadap ekspor juga disesuaikan kembali.

Pengusaha kelapa sawit mengaku tidak masalah dengab kebijakan DMO dan rasio pengali ekspor baru tersebut. Salah satu alasannya karena masih ada deposito kuota ekspor yang berlaku bagi eksportir.

"Penurunan ratio pengali ekspor dari 1:6 menjadi 1:4 saat ini tidak ada masalah, sebab masih ada stock dari deposito yang akan dicairkan secara bertahap selama 9 bulan," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Eddy Martono kepada Liputan6.com, Jumat (28/4/2023).

Diketahui, Kemendag menurunkan rasio pengali DMO terhadap ekspor dari semula 1:6 menjadi 1:4. Artinya, produsen minyak goreng bisa melakukan ekspor produknya 4 kali lebih banyak setelah dia memenuhi DMO.

Kebijakan ini turut diikuti dengan adanya deposito ekspor atau ekspor yang dibekukan sebanyak 3 juta ton. Selanjutnya, Kemendag akan mencairkannya secara bertahap selama 9 bulan kedepan hingga akhir tahun.

Menyambut kebijakan itu, pengusaha tersebut menyebut tak ada persiapan khusus yang diambil pihaknya.

"Seperti biasa saja kalau akan ekspor tidak ada (persiapan) khusus," ungkap Eddy.

3 dari 4 halaman

Turunkan Hak Ekspor

Diberitakan sebelumnya, pemerintah akan menurunkan rasio penyaluran dalam negeri atau DMO terhadap ekspor minyak goreng menjadi 1:4 dari sebelumnya 1:6. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Mei 2023, pekan depan.

Dengan rasio ini, eksportir minyak goreng berhak mengirim hasil produksinya ke luar negeri 4 kali lebih banyak dari pasokannya ke dalam negeri. Sebelumnya, pada periode Februari-April, para eksportir boleh mengirimkan 6 kali lebih banyak dari pasokannya ke dalam negeri.

Plt. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Kemaritiman dan Investasi Mochammad Firman Hidayat menerangkan upaya ini bertujuan untuk menekan angka hak ekspor agar tidak berlebihan. Mengingat, saat ini hak ekspor yang dimiliki eksportir secara kumulatif berada di angka 6,9 juta ton.

"Jadi kalau kita tidak melakukan perubahan kebijakan, maka total hak ekspor yang dimiliki oleh keseluruhan eksportir itu bisa mencapai mendekati sekitar 10 juta ton. Artinya ini sudah cukup untuk bahkan lebih dari 4 bulan kebutuhan ekspor," ujarnya dalam Media Briefing di Kementerian Perdagangan, Kamis (27/4/2023).

Dia khawatir, jika hak ekspornya ternyata berlebih, bisa menggangu pada pasokan di dalam negeri. Pasalnya, hal serupa pernah terjadi di awal tahun, dimana pasokan ke dalam negeri tersendat.

"Seperti pengalaman kita di awal tahun ketika hak ekspor dimiliki eksportir itu berlebihan, maka ini jadi disinsentif untuk melakukan DMO, nah kita tidak ingin ini terjadi kembali, makanya kita perlu lakukan perubahan," terangnya.

4 dari 4 halaman

Tak Ganggu Ekspor

Pada kesempatan ini, dia juga memastikan kalau pengurangan rasio ekspor ini tidak akan menggangu kinerja ekspor minyak goreng kedepannya.

"Salah satu yang diperhitungkan adalah dengan mengurangi rasio ekspor menjadi 1:4 dari sebelumnya 1:6. Jadi kita lihat nanti hak ekspor yang dimiliki eksportir secara keseluruhan kurang lebih di akhir tahun (2023) akan mencapai 4 juta ton ekspor. Jadi ini masih cukup 2 bulan ekspor," bebernya.

"Jadi ini Kita akan jaga hak ekspor yang dimiliki diantara range 2-3 bulan ekspor. Sebenarnya ekspor tetap akan berjalan sesuai dengan biasnaya sesuai dengan permintaan, dan berapapun permintaannya sebenarnya bisa dipenuhi oleh eksportir, karena hak ekspor yang mereka miliki saat ini lebih besar," sambung Firman.