Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia turun lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan hari Senin waktu Amerika Serikat (AS). Penurunan harga minyak dunia ini terjadi dua sentimen.
Pertama karena kekhawatiran atas potensi dampak ekonomi dari rencana Bank Sentral AS atau Federal Reserve (Fed) kembali menaikkan suku bunga acuan. Selain itu, penurunan harga minyak dunia juga terjadi karena pelemahan data manufaktur China.
Baca Juga
Kedua sentimen ini tidak bisa mengimbangi dukungan kenaikan harga minyak dari pengurangan pasokan baru yang telah disepakati oleh OPEC+ yang mulai berlaku bulan ini.
Advertisement
The Fed akan mengadakan pertemuan bulanan pada 2-3 Mei 2023. Dalam pertemuan ini diperkirakan mereka masih akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi.
Dolar AS naik terhadap sekeranjang mata uang pada hari Senin, membuat harga minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut yang akan diumumkan oleh Fed minggu ini diperkirakan akan mendorong peningkatan volatilitas harga jangka pendek," kata kepala analis komoditas dan karbon di National Australia Bank (NAB) Baden Moore dikutip dari CNBC, Selasa (2/5/2023).
Harga minyak mentah Brent turun 1,27 persen menjadi USD 79,31 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,12 atau 1,46 persen menjadi USD 75,66 per barel.
"Kegagalan untuk mencapai pijakan yang lebih kuat di atas USD 80,50 pada harga minyak mentah Brent menunjukkan berlanjutnya minat jual di tengah kekhawatiran permintaan," kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.
Â
Krisis Sektor Perbankan
Ketakutan adanya krisis di sektor perbankan telah membebani harga minyak dunia dalam beberapa pekan terakhir. Regulator Amerika Serikat (AS) mengatakan pada hari Senin, First Republic Bank telah disita dan kesepakatan untuk menjual bank ke JPMorgan.
First Republic Bank adalah lembaga besar AS ketiga yang gagal dalam dua bulan ini.Â
Advertisement
Data Ekonomi China
Data ekonomi yang lemah dari China menjadi fokus. Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur China turun menjadi 49,2 dari 51,9 pada bulan Maret, turun di bawah angka 50 poin yang memisahkan ekspansi dan kontraksi dalam aktivitas bulanan.
Beberapa dukungan datang dari pengurangan produksi sukarela sekitar 1,16 juta barel per hari oleh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutu termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, yang berlaku mulai Mei.
“Kami percaya pasar minyak akan mengalami defisit selama sisa kuartal kedua setelah pemotongan OPEC+," kata Moore dari NAB. Ia melanjutkan, NAB mengharapkan pembatasan akan menambah permintaan yang lebih tinggi untuk mendorong harga lebih tinggi.