Sukses

Erick Thohir Soal Impor KRL Bekas Jepang: Saya Menolak Impor Kalau Ternyata di Mark Up

Sebelum memutuskan opsi yang diambil perihal impor KRL bekas Jepang, Erick menekankan perlu adanya kajian yang menyeluruh.

Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir kembali bersuara mengenai rencana impor rangkaian KRL bekas dari Jepang. Saat ini pihaknya masih terus menjalin diskusi dengan kementerian dan lembaga terkait rencana impor KRL bekas Jepang ini.
 
Beberapa pihak diantaranya adalah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, hingga pihak Komisi VI DPR RI. Dia bersikap akan menolak rencana impor KRL jika ternyata terjadi pelanggaran.
 
"Saya sudah diskusi dengan Pak Luhut, Pak Agus Gumiwang, Pak Menhub, Komisi VI, saya sudah diskusi kita jangan lihat impor dan tidak impor," ujar Erick di Kementerian BUMN, Rabu (3/5/2023).
 
Sebelum memutuskan opsi yang diambil, Erick menekankan perlu adanya kajian yang menyeluruh. Utamanya mengenai proyeksi pelayanan penumpang kedepannya, serta mengkalkulasi jumlah kebutuhan gerbongnya.
 
Setelah mengantongi data yang jelas, dan disepakati oleh setiap pihak terkait, baru bisa diputuskan opsi apa yang akan diambil. Baik itu impor, maupun pemenuhan armada dari dalam negeri. "Nah karena itu kita mesti pikir ulang kebutuhan gerbongnya berapa. saya menolak impor kalau ternyata di mark up, saya akan minta BPKP audit ulang," tegasnya.
 
"Tapi kalau memang kita membutuhkan yah terbuka, tetapi duduk dengan data yang sama, bukan masing-masing (pihak) mempersentasikan data. Kalau ada korupsi-korupsi saya sikat," sambung Erick.
 
 
2 dari 4 halaman

Kemampuan Produksi

 
Pada kesempatan ini, Erick juga menjelaskan mengenai kemampuan produksi PT Industri Kereta Api alias INKA. Menurutnya, ini juga jadi poin penting pada konteks pemenuhan kebutuhan kedepannya.
 
Menurutnya, INKA memiliki kompetensi untuk memproduksi gerbon kereta, baik itu versi dalam negeri, maupun versi hasil kerja sama dengan Stadler, perusahaan asal Swiss yang bekerja sama dengan INKA sejak 2020 lalu.
 
"Nah tentu kita lihat kapasitas produksinya berapa, transparan aja, silahkan diaudit. Kalau ternyata INKA ini sanggup produksi, 2.000 (gerbong) misalnya, dan mencukupi seluruh kebutuhan yah jangan impor. Tapi ada catatan, inka itu ebitda nya masih negatif, artinya apa? perlu ada dukungan cashflow. Kalau cashflownya gak nemu, tidak mungkin produksi jumlah yang dibutuhkan. itu satu hal," bebernya.
 
Di sisi lain, Erick juga meminta KAI untuk membuat proyeksi pertumbuhan jumlah penumpang kedepannya. Baik dari sisi penumpang KRL maupun dari jalur-jalur kereta api yang saat ini belum beroperasi.
 
Dari situ, diharapkan ada data yang jelas mengenai kebutuhan gerbong kereta api. Sehingga, opsi-opsi yang ada bisa ditentukan. "Nah ini kita meski pikir ulang, kenapa? saya rasa fasilitas kendaraan umum, kendaraan publik ini menjadi prioritas utama, karena tidak mungkin kita mendorong kendaran pribadi," jelasnya.
 
 
3 dari 4 halaman

Wamen BUMN Lobi Impor KRL

 
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo, angkat bicara terkait rencana impor kereta rel listrik (KRL) bekas untuk menggantikan sejumlah KRL Jabodetabek.
 
Pihaknya saat ini masih berusaha untuk melobi Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, agar permasalahan kebutuhan KRL bekas ini bisa segera selesai."Saya sudah diskusi dengan pak Ateh dan lagi lapor ke Menkomarves," kata Kartika, saat ditemui di acara Asia Pasific Tax Forum, di Hotel Arya Duta, di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
 
Terdapat dua hal yang Kementerian BUMN dorong untuk memenuhi kebutuhan KRL. Pertama, pendekatan TKDN melalui PT INKA (Persero) yang mulai melakukan produksi kereta penumpang dan kereta listrik (KRL) di Pabrik INKA yang ada di Banyuwangi.
 
"Kita lagi kejar supaya di 2026 bisa produksi. tapi kita juga menyadari bahwa masyarakat membutuhkan solusi segera," ujarnya.
 
 
4 dari 4 halaman

Hitung Kebutuhan

 Kedua, disamping itu pihaknya telah menghitung ulang terkait kebutuhan KRL impor, yakni sebanyak 10 sampai 12 KRL yang dibutuhkan untuk mengisi masa transisi sebelum KRL buatan PT INKA selesai.
 
"Kemarin kita sudah itung ulang, rasanya memang akan ada pendekatan 10 sampai dua belas (KRL) yang harus kita akselerasi. sudah kita minta pak Ateh untuk mengawal proses pengadaannya," ujarnya.
 
Lebih lanjut, Kementerian BUMN saat ini juga sedang meneliti kerangka KRL yang sudah tua untuk diketahui berapa yang bisa diretrofit atau penambahan atau pembaruan teknologi maupun fitur baru pada rangkaian kereta lama.
 
"Kita juga lagi meneliti kerangka yang sudah tua itu berapa yang bisa diretrofit, sehingga 2024 ke 2025 selain kereta baru dari Inka kita juga meretrofit kereta yang saat ini," pungkasnya.
Video Terkini