Liputan6.com, Jakarta - Media massa Taiwan pada 24 April 2023 memberitakan bahwa produk Mi Kari Putih Penang Ah Lai dari Malaysia dan bumbu perisa mi instan rasa ayam spesial produksi Indonesia terdeteksi mengandung etilen oksida (EIO).
Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi menjelaskan, produk mi instan yang diberitakan mengandung etilen oksida ini dieskpor dari diaspora atau distribusi tidak resmi. Sehingga, standar yang beredar tidak sesuai dengan standar Taiwan.
Baca Juga
"Itu sering terjadi sebetulnya antara perbedaan yang diimpor oleh distributor resmi baik di Taiwan Hongkong atau Jepang dan yang diimpor oleh individu. Kita tuh banyak yah Diaspora, di Taiwan hampir 300.000 orang. Ya kita tidak menyalahkan mereka bisa membawa masuk, kadang-kadang dengan tentengan," kata Didi di kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (4/5/2023).
Advertisement
Didi menjelaskan, distributor resmi sejatinya sudah menyesuaikan standar yang ditetapkan oleh pemerintah Taiwan. Sebaliknya, distributor tidak resmi tidak mengikuti syarat yang sudah ditetapkan pemerintah setempat.
"Dari mulai kandungan, kandungan berapa, unsurnya sudah sesuai. Nah itu enggak ada masalah, yang masalah itu diimpor oleh individu karena banyak orang kita yang tinggal di sana," tutupnya.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Indofood CBP Sebut Produk Indomie Sudah Penuhi Standar Keamanan Pangan
Sebelumnya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) memberikan tanggapan mengenai pemberitaan di media massa Taiwan pada 24 April 2023 tentang terdeteksinya etilen oksida (EIO) pada produk Mi Kari Putih Penang Ah Lai dari Malaysia dan bumbu perisa mi instan rasa ayam spesial Indomie.
Mengutip keterangan tertulis perseroan di laman Indofood, Jumat pekan ini, perseroan menyatakan semua produk mi instan yang diproduksi oleh Indofood CBP Sukses Makmur di Indonesia diproses sesuai dengan standar keamanan pangan dari Codex Standard for Instant Noodles dan juga standar yang sesuai dengan ketentuan Badan POM RI.
“Produk mi instan kami telah mendapatkan Sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta diproduksi di fasilitas produksi yang tersertifikasi Standar Internasional,” tulis perseroan.
Indofood CBP Sukses Makmur telah ekspor produk mi instan ke berbagai negara di seluruh dunia selama lebih dari 30 tahun. Perseroan senantiasa memastikan produknya telah memenuhi peraturan dan ketentuan keamanan pangan yang berlaku di Indonesia dan berbagai negara dengan produk mi instan Indofood CBP Sukses Makmur di pasar.
“Kami ingin menegaskan bahwa sebagaimana disampaikan oleh Badan POM RI, produk mi instan Indomesia aman untuk dikonsumsi,” ujar Direktur Indofood CBP Sukses Makmur, Taufik Wiraatmadja.
Advertisement
Tanggapan BPOM soal Taiwan Temukan Kandungan Bahan Pemicu Kanker di Produk Mi Instan Indonesia
Dalam laman Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), BPOM juga angkat bicara mengenai pemberitaan dan informasi di laman resmi Otoritas Kesehatan Kota Taipei, Taiwan pada 24 April 2023 terkait hasil pengawasan produk mi instan diketahui adanya residu pestisida Etilen Oksida (EtO) dan tidak sesuai dengan peraturan di Taiwan.
“Otoritas kesehatan Kota Taipei melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan merek “Indomie Rasa Ayam Spesial” produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan. Metode analis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE) yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm,” tulis BPOM.
BPOM menyampaikan Indonesia telah mengatur batas maksimal residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
“Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada. Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” tulis BPOM.
BPOM juga menyebutkan sampai saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah World Health Organization/Food and Agriculture Organization (WHO/FAO) belum mengatur batas maksimal residu EtO.
“Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida,” tulis BPOM.