Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Aprindo (Aprindo) tengah berdiskusi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menyelesaikan masalah selisih harga (rafaksi) minyak goreng. Ketua Umum DPP Aprindo Roy Nicholas Mandey menghitung pemerintah masih memiliki utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp 344 miliar ke pengusaha.  Â
Ia pun kemudian menyiapkan sejumlah opsi pembayaran selisih harga minyak goreng yang belum terlaksana. Setidaknya ada 3 opsi yang akan dipertimbangkan Aprindo.
Baca Juga
Pertama, Aprindo akan mengurangi pembelian minyak goreng dari produsen. Kedua, Aprindo akan potong tagihan dari produsen. Ketiga, menempuh jalur hukum.
Advertisement
Dari opsi-opsi itu, Roy menekankan bahwa upaya hukum merupakan langkah terakhir agar Aprindo tetap fokus terhadap tuntutan kewajiban bayar rafaksi.
"Kita masih berupaya enggak menempuh hukum gugatan karena nanti kita jadi enggak fokus," kata Roy di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Yang jelas, Roy memastikan tidak ada upaya menghentikan penjualan minyak goreng. Sebab, jika upaya ini dilakukan memiliki konsekuensi hukum karena dianggap melakukan penimbunan.
"Opsi utama adalah mengurangi pembelian hingga menghentikan pembelian," imbuhnya.
Roy juga menyampaikan nilai rafaksi minyak goreng sekitar Rp 344 miliar untuk sekitar 40 juta liter. Nilai ini muncul selama periode 19-30 Januari 2022, sesuai Permendag Nomor 3 Tahun 2022.
Reporter:Â Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Utang Minyak Goreng Rp 344 Miliar ke Aprindo, Mendag: Yang Bayar BPDPKS
Permasalahan utang pemerintah sebesar Rp344 miliar kepada pengusaha ritel modern memasuki babak baru. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta pengusaha ritel menunggu hasil pertimbangan Kejaksaan Agung untuk aspek legal.
Setelah itu, Kemendag akan memberikan hasil verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayarkan rafaksi minyak goreng yang diestimasikan sebesar Rp 344 miliar.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut terkait rencana pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Modern (Aprindo) soal polemik utang.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) tampak kebingungan dan bertanya kepada jajarannya yang mendampingi Mendag Halalbihalal Kemendag, di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
"Pertemuan apa? Siapa yang undang. Utang apa? Coba lihat di APBN, nggak ada (alokasi anggaran Kemendag) untuk bayar utang, oh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit)," kata Mendag.
Lebih lanjut, Mendag yang akrab disapa Zulhas ini menjelaskan, pembayaran utang akan dilakukan melalui BPDPKS kepada pengusaha ritel modern.
Kendati demikian, Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur permasalahan utang tersebut telah dihapus, sehingga dalam penyelesainnya diperlukan payung hukum.
"Yang bayar itu BPDPKS. Mau bayar, tapi Permendagnya sudah nggak ada, nggak ada payung hukum," katanya.
Â
Advertisement
Fatwa Hukum
Oleh karena itu, Mendag menegaskan, pihaknya memerlukan fatwa hukum untuk meminimalisir munculnya argumen bahwa Pemerintah tidak mampu melakukan pembayaran selisih bayar atau rafaksi kepada Aprindo.
“Kan BPDPKS yang janji mau bayar, dia mau bayar kalau ada aturannya kan, kalau enggak nanti kan dia masuk penjara. Mau bayar asal ada peraturannya. Perlu faktual hukum. Makanya ini Sekjen ke Kejaksaan Agung," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengancam untuk menghentikan penjualan minyak goreng jika utang pembayaran selisih harga (rafaksi) minyak goreng tak kunjung dibayar.
Â