Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan pada Maret 2023 tumbuh sebesar 9,93 persen yoy menjadi Rp6.446 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 11,40 persen yoy.
Begitu juga kredit modal kerja tumbuh sebesar 9,52 persen, dan dan konsumsi tumbuh 9,20 persen. Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers Hasil rapat Dewan Komisioner Bulan April 2023, Jumat (5/5/2023).
Baca Juga
"Secara mtm, nominal kredit perbankan Maret 2023 meningkat 1,10 persen mtm atau naik sebesar Rp70,14, triliun," kata Dian Ediana Rae.
Advertisement
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Maret 2023 tercatat melandai dengan tumbuh sebesar 7 persen yoy menjadi Rp 8.005,6 triliun, utamanya didorong penurunan pada giro.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, likuiditas industri perbankan pada Maret 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang terjaga.
Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) pada Maret 2023 masing-masing tercatat sebesar 128,87 persen dan 28,91 persen jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
NPL
Sedangkan, risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,72 persen dan NPL gross sebesar 2,49 persen. Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 pada Februari 2023 terus mencatatkan penurunan menjadi Rp 22,28 triliun menjadi Rp 405,42 triliun.
"Untuk risiko pasar juga menurun tercatat dari posisi Devisa Neto (PDN) tercatat sebesar 1,44 persen jauh di bawah threshold 20 persen," ujarnya.
Â
Laba Perbankan
Disisi profitabilitas secara umum, peningkatan laba bank kuartal I-2023 ini masih sejalan dengan proyeksi rencana bisnis bank 2023, terutama didorong oleh pertumbuhan kredit dan fee based income serta perbaikan kinerja surat berharga.
Selain itu, pertumbuhan ini sejalan dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai sekitar 5 persen.
Adapun permodalan perbankan masih di level yang solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan sbedar 24,69 persen.
"OJK akan terus mendukung perbankan bahwa langkah-langkah kebijakan yang diperlukan, sehingga perbankan bisa terus bertumbuh berkelanjutan, namun tetap prudent dan mempertimbangkan aspek manajemen resiko," pungkasnya.
Advertisement
OJK Ramal Kredit Perbankan Tumbuh 12 Persen di 2023
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memandang kalau pertumbuhan ekonomi nasional masih tetap positif di 2023 ini. Termasuk capaian-capaian dari industri jasa keuangan yang jadi lingkup pengawasan OJK.
Mahendra melihat adanya peluang pertumbuhan di dalam negeri yang terjadi, padahal secara global perekonomian tengah mengalami goncangan. Beberapa prediksi pertumbuhan telah dikantonginya.
"Kredit perbankan diproyeksikan tumbuh 10-12 persen didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 7-9 persen. Di pasar modal, nilai emisi ditargetkan sebesar Rp 200 triliun dan pada 1,5 bulan awal ini kondisi terakhir bahwa angka Rp 200 triliun tadi, dengan kecepatan yang dilakukan sampai 6 minggu awal 2023 ini nampaknya akan dapat di capai," ungkapnya dalam Indonesia Financial System Stability Summit 2023, Kamis (23/2/2023).
Sementara itu, dia membidik di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh 13-15 persen. Ini disukung dengan mobilitas masyarakat yang dirpediksi akan meningkat pasca turunnya status pandemi ke endemi.
Kemudian, pertumbuhan juga ditargetkan terjadi pada aset asuransi jiwa dan asuransi umum. Mengikuti tumbuh positif, aset dari dana pensiun (dapen) juga dibidik tumbuh impresif.
"Aset asuransi jiwa dan asuransi umum diperkirakan tumbuh 5-7 persen, tentu hal ini dapat dilakukan dengan program reformais yang kuat yang dilakukan untuk industri asuransi. Aset dana pensiun diperkirakan tumbuh dengan tingkat yang sama antara 5-7 persen," urainya.
Perlu Dikejar
Kendati begitu, Mahendra menyadari kalau target-target tadi masih ada ketertinggalan dari negara-negara Asia Tenggara maupun Asia. Maka diperlukan upaya untuk mengejar capaian serupa yang sudah didapat oleh negara-negara tetangga Indonesia.
Sebut saja, jika dilihat dari porsi kontribusi sektor keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang masih cukup tendah. Baik dalam konteks kredit dalam negeri, kapitalisasi pasar saham, outstanding obligasi sukuk, penetrasi asuransi dan penetrasi aset dana pensiun terhadal PDB.
"Serta masih rendahnya jumlah investor maupun tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia," kata dia.
"Ini jadi jawaban dari apa yang disebut dengan middle income trap country yang menghambat pertumbuhan suatu negara menuju negara maju dan ini hrs kita atasi sehingga kita bisa mengelak dari jebakan yang merugikan tadi," sambung Mahendra.
Advertisement