Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memperingatkan kegagalan menaikkan plafon utang AS dapat menimbulkan konsekuensi yang mengerikan.
Dikutip dari BBC, Senin (8/5/2023), tanpa kesepakatan untuk meningkatkan apa yang dapat dipinjam oleh pemerintah federal, uang tersebut dapat habis pada awal Juni 2023. Pada saat itu, pemerintah federal Amerika Serikat mungkin tidak dapat membayar upah, kesejahteraan dan pembayaran lainnya.
"Ini tugas Kongres untuk melakukan ini. Jika mereka gagal melakukannya, kita akan mengalami bencana ekonomi dan keuangan yang kita buat sendiri,” ujar dia.
Advertisement
Saat wawancara dengan ABC News, Janet Yellen menuturkan, negoisasi plafon utang tidak boleh dilakukan dengan “senjata” kepada warga AS. Namun, waktu hampir habis untuk kesepakatan.
Pada Selasa, 9 Mei 2023, Presiden AS Joe Biden akan bertemu dengan pemimpin Republik untuk meminta persetujuan peningkatan batas utang USD 31,4 triliun saat ini.
Adapun plafon utang ada jumlah uang yang diizinkan oleh Departemen Keuangan AS untuk dipinjam guna membayar tagihan negara. Kewajiban tersebut termasuk tunjangan jaminan sosial dan perawatan kesehatan, pengembalian pajak, gaji militer dan pembayaran bunga atas utang negara yang belum terbayar.
Kongres biasanya mengikat persetujuan plafon utang yang lebih tinggi dengan ketentuan anggaran dan langkah-langkah pengeluaran. Bulan lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk menaikkan batas atas yang saat ini diprediksi sama dengan 120 persen dari pertumbuhan ekonomi AS. Namun, hal itu termasuk dalam RUU pemotongan pengeluaran selama dekade berikutnya.
Presiden AS Joe Biden Ingin Plafon Utang Naik Tanpa Syarat
Presiden AS Joe Biden ingin Kongres setuju menaikkan plafon utang, tanpa syarat. Presiden Biden mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan kenaikan itu dan akan membahas pemangkasan anggaran setelah masalah itu diselesaikan.
Yellen menuturkan, kegagalan untuk menemukan kesepakatan lintas partai tentang masalah ini dapat akibatkan krisis konstitusional.
Pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan apakah ada ruang dalam konstitusi bagi presiden untuk terus mengeluarkan utang baru tanpa persetujuan kongres. Namun, pekan ini akan berusaha untuk hindari skenario itu.
“Kita seharusnya tidak sampai pada titik di mana kita perlu mempertimbangkan apakah presiden dapat terus menerbitkan surat utang. Ini akan menjadi krisis konstitusional,” ujar dia kepada ABC.
Plafon utang telah dinaikkan, diperpanjang, atau direvisi 78 kali sejak 1960. Pada akhirnya ancaman gagal bayar pemerintah termasuk kewajiban utang selalu berujung pada kompromi. Amerika Serikat tidak pernah gagal bayar, sebuah peristiwa yang menjungkirbalikkan pasar keuangan global dan memiliki dampak ekonomi yang luas.
Kepada Kongres melalui sebuah surat, Yellen menyebutkan menunda resolusi juga memiliki konsekuensi negatif.
“Kami telah belajar dari kebuntuan batas utang masa lalu bahwa menunggu hingga menit terakhir untuk menangguhkan atau menaikkan batas utang dapat menyebabkan kerugian serius bagi kepercayaan bisnis dan konsumen, meningkatkan biaya pinjaman jangka pendek untuk pembayar pajak, dan berdampak negatif terhadap peringkat kredit Amerika Serikat,” tulis dia.
Advertisement
Ketua The Fed Jerome Powell: Kami Tak Bisa Lindungi Ekonomi AS dari Gagal Bayar Utang
Sebelumnya, Ketua Federal Reserve Jerome Powell buka suara terkait utang Amerika Serikat yang telah mencapai ambang batas.
Mengutip US News, Jumat (5/5/2023) Powell mengungkapkan bahwa The Fed tidak dapat melindungi ekonomi AS dari kerusakan yang disebabkan oleh kegagalan menaikkan plafon utang federal, mengingatkan pemerintah untuk tidak dalam posisi tidak mampu membayar semua tagihannya.
Powell mengatakan dalam sebuah konferensi pers setelah keputusan kenaikan suku bunga terbaru The Fed, bahwa menyelesaikan kebuntuan terkait pagu utang hanya dapat dilakukan oleh Kongres dan pemerintahan Joe Biden.
"Kami tidak memberikan nasihat kepada kedua belah pihak," jelas Powell.
"Kami hanya akan menunjukkan bahwa sangat penting (pengelolaan pagu utang) ini dilakukan," ujarnya.
Powell juga mengingatkan bahwa default AS memiliki konsekuensi yang "cukup beragam" bagi ekonomi AS, tanpa menyebut secra spesifik.
"Kita bahkan tidak boleh berbicara tentang dunia di mana AS tidak membayar tagihannya. Itu seharusnya tidak terjadi," katanya.
"Tidak seorang pun boleh berasumsi bahwa The Fed benar-benar dapat melindungi ekonomi dan sistem keuangan serta reputasi kita secara global, dari kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa semacam itu (default)," tambah Powell.
Seperti diketahui, utang AS telah mencapai ambang batanya sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 474,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) pada 19 Januari 2023.
Sejauh ini, Kongres AS belum mencapai keputusan apakah akan menaikkan pagu utang.
Janet Yellen: Utang AS di Ambang Batas Bahaya
Sebelumnya, Yellen telah memperingatkan bahwa jika Kongres tidak menaikkan pagu utang pemerintah, dan dampak yang dihasilkan dapat memicu "malapetaka ekonomi" yang akan membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.
Melansir Channel News Asia, Jumat (28/4/2023) Yellen menjelaskan, default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong lonjakan biaya hipotek, pinjaman mobil, dan hingga kartu kredit .
"Merupakan tanggung jawab dasar Kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman USD 31,4 triliun," jelasnya, memperingatkan bahwa default akan mengancam kemajuan ekonomi yang telah dibuat Amerika Serikat sejak pandemi COVID-19.
"Kegagalan utang kami akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan," ujar Yellen kepada anggota Sacramento Metropolitan Chamber of Commerce.
"Gagal bayar akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal," dia menambahkan.
Advertisement