Liputan6.com, Jakarta Inflasi tahunan Amerika Serikat kembali melanjutkan perlambatannya di bulan April 2023. Indeks Harga Konsumen AS tercatat sebesar 4,9 persen pada bulan April, menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS.
Melansir CNN Business, Kamis (11/5/2023), ini menandai laju inflasi AS yang sedikit lebih lambat dari 5 persen pada bulan Maret, dan berada pada tingkat terendah sejak April 2021.
Baca Juga
Sementara itu, inflasi inti AS, yang tidak termasuk biaya pangan dan energi, masih bertahan di 5,5 persen pada April 2023.
Advertisement
Pada basis bulanan, baik inflasi utama maupun inflasi inti mencatat kenaikan sebesar 0,4 persen sesuai dengan perkiraan dari para ekonom, beberapa di antaranya mengantisipasi harga bahan bakar dan mobil bekas yang lebih tinggi.
"Ini lengket dan bergelombang, tapi jangan salah, inflasi sedang mendingin," kata Gregory Daco, kepala ekonom di EY, dalam sebuah pernyataan.
Data inflasi AS pada April 2023 menunjukkan bahwa kenaikan harga terbesar berasal dari mobil dan truk bekas (naik 4,4 persen dari bulan Maret tetapi turun 6,6 persen yoy); dan bensin (naik 3 persen dari bulan Maret tetapi turun 12,2 persen per tahun).
Adapun harga gas, yang naik setelah OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi minyak. Biaya tempat tinggal, yang menyumbang sebagian besar CPI juga naik 0,4Â persen, namun menjadi kenaikan bulanan terkecil sejak Januari 2022.
Menanti Laporan Inflasi Amerika Serikat, Rupiah Melemah ke 14.757 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan Selasa, melemah seiring pasar menantikan laporan inflasi Amerika Serikat (AS) April 2023.
Rupiah pada Selasa pagi melemah 46 poin atau 0,32 persen ke posisi 14.757 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.711 per dolar AS.
"Rupiah hari ini diperkirakan diperdagangkan melemah terhadap dolar AS karena wait and see (menunggu dan mengamati) data inflasi April AS yang akan rilis hari ini dan tren peningkatan yield obligasi pemerintah AS," kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova dikutip dari Antara, Selasa (9/5/2023).
Rully menuturkan perkiraan inflasi April AS sebesar 0,4 persen, lebih tinggi dari inflasi Maret 0,1 persen. Penurunan laju inflasi yang melambat akan berdampak pada kebijakan bank sentral AS atau The Fed yang hawkish dan ketat.
Imbal hasil (yield) obligasi AS naik di atas level psikologis yaitu 4 persen untuk tenor dua tahun dan 3,5 persen untuk tenor 10 tahun.
Sementara itu dari domestik, pergerakan rupiah dipengaruhi oleh data cadangan devisa Bank Indonesia (BI) yang turun. Cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2023 mencapai 144,2 miliar dolar AS, sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2023 sebesar 145,2 miliar dolar AS.
Penurunan cadangan devisa April 2023 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional.
Rully memproyeksikan rupiah bergerak di kisaran 14.690 per dolar AS sampai dengan 14.790 per dolar AS.
Pada Senin (8/5) rupiah ditutup merosot 33 poin atau 0,22 persen ke posisi 14.711 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.678 per dolar AS
Advertisement
Sempat Amblas
Nilai tukar rupiah melemah pada awal pekan di tengah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari ekspektasi. Kurs Rupiah pada Senin pagi melemah lima poin atau 0,03 persen ke posisi 14.683 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.678 per dolar AS.
"Data tenaga kerja AS yang dirilis Jumat kemarin di luar dugaan lebih bagus dari ekspektasi. Hal ini membalikkan ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS di tahun ini. Ini bisa membantu mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya," kata Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Senin (8/5/2023).
Ariston menuturkan data penggajian nonpertanian (Non-Farm Payroll/NFP) AS April 2023 dilaporkan 253.000, lebih tinggi dari perkiraan 190.000. Sedangkan, data pengangguran dirilis 3,4 persen, lebih baik dari ekspektasi 3,6 persen.
Selain itu, rata-rata upah per jam tumbuh 0,5 persen, di atas perkiraan 0,3 persen. Hal tersebut menunjukkan kondisi tenaga kerja AS masih bagus dan bisa memicu inflasi lagi.
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan pertumbuhan pekerjaan mencatat percepatan pada April dan kenaikan upah meningkat dengan kuat, menunjukkan pasar tenaga kerja tetap kuat meskipun ada kenaikan suku bunga baru-baru ini oleh Federal Reserve.
Di sisi lain, Ariston mengatakan pelemahan rupiah mungkin tidak terlalu jauh karena pasar masih berekspektasi bahwa bank sentral AS atau The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuannya lagi tahun ini sesuai dengan indikasi yang didapat dalam konferensi pers The Fed pekan lalu.