Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 11 Mei 2023 sudah ada 43 wajib pajak peserta program pengungkapan sukarela (PPS) pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi repatriasi melalui e-reporting PPS di DJP online. PPS ini sering disebut juga dengan tax amnesty jilid II.Â
Selain itu, juga terdapat 129 wajib pajak peserta PPS yang telah menyampaikan laporan realisasi investasi melalui aplikasi e-reporting.
Baca Juga
"Aplikasi sudah on-board, bisa digunakan. Jadi, kalau masuk ke portal DJP ada aplikasi e-reporting PPS di sebelah kiri layar. Kalau ikut PPS bisa langsung akses ke sana. Kalau tidak ikut, PPS tidak bisa diakses," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo, dalam media briefing DJP, Kamis (11/5/2023).
Advertisement
Adapun dari 43 wajib pajak tersebut, nilai repatriasi yang telah dilaporkan mencapai Rp 402,97 miliar. Sedangkan, nilai investasi yang dilaporkan peserta PPS pada instrumen SBN dalam mata uang rupiah sebanyak Rp 292,84 miliar dan dolar AS USD 478.717.
Sementara, nilai investasi yang dilaporkan dalam bentuk penanaman modal pada sektor hilirisasi mencapai Rp 2,35 miliar.
Lebih lanjut, Suryo pun mengingatkan sesuai dengan pengumuman DJP nomor PENG-9/PJ.09/2023, bahwa batas akhir pelaporan repatriasi dan atau investasi wajib pajak peserta PPS hanya sampai 31 Mei 2023.
"Sampai dengan akhir bulan ini akan lebih kelihatan. Walaupun di sisi yang lain kami juga informasi dari perbankan mengenai aktivitas PPS ini. Kami sangat menunggu dari wajib pajak untuk secara voluntary melaporkan kapan repatriasi dan investasi dilakukan," pungkasnya.
Ikut PPS, 2.422 Wajib Pajak Janji Pulangkan Harta dari Luar Negeri
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mendata, ada sebanyak 2.422 wajib pajak (WP) yang sepakat untuk menjadi peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) hingga batas waktu 30 September 2022.
Namun dari jumlah tersebut, DJP mengkonfirmasi masih ada sejumlah wajib pajak yang belum melaksanakan repatriasi harta, meskipun secara angka tidak disebutkan detilnya.
Direktur Jenderal Suryo Utomo memastikan, pihaknya bakal terus memburu wajib pajak yang tidak melakukan repatriasi harta tepat waktu.
"Kalau masalah ternyata yang bersangkutan tidak melakukan repatriasi ya kita kirimkan klarifikasi. Kita tanya yang bersangkutan, kok tidak jadi repatriasi," tegas Suryo dalam sesi media briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menambahkan, hingga batas akhir penyampaian repatriasi per 30 September 2022, Kementerian Keuangan sudah mendata adanya 2.422 wajib pajak dalam PPS yang mencontreng untuk mengikuti memulangkan asetnya di luar negeri.
"Atas data tersebut, kita telah lakukan email blast untuk ingatkan segera menyampaikan repatriasinya, realisasikan dengan menyetorkan kepada bank dalam negeri. Dari situ akan dilihat hasilnya seperti apa," ungkapnya.
Â
Advertisement
Wajib Pajak Bandel
Setelah itu, ia mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemantauan dan menindaklanjuti wajib pajak yang masih membandel belum melaporkan hartanya.
"Bagi yang mengikuti kita sepakat ini akan terus ikut. Bagi yang tidak akan ditindaklanjuti. Kalau tidak, akan diperhitungkan PPh finalnya," tegas Yon.
Adapun secara aturan, bila komitmen repatriasi harta tidak dipenuhi hingga batas waktu, terdapat sanksi berupa tambahan pajak penghasilan (PPh) final. Itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021.
Peserta PPS pada kebijakan I yang gagal melakukan repatriasi harta akan dikenakan tambahan PPh final 4 persen bila dibayar secara sukarela, dan 5,5 persen jika melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Sementara untuk peserta PPS pada kebijakan II yang gagal melakukan repatriasi harta bakal dikenakan tambahan PPh final 5 persen bila dibayar sukarela, dan 6,5 persen jika melalui penerbitan SKPKB.Â