Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan default utang Amerika Serikat yang dipicu oleh kegagalan untuk menaikkan plafon utang, dapat menimbulkan dampak yang sangat serius bagi ekonomi AS serta global.
IMF juga menyoroti kemungkinan biaya pinjaman yang lebih tinggi jika AS gagal menaikkan plafon utangnya.
Mengutip US News, Jumat (12/5/2023) juru bicara IMF Julie Kozack juga mengatakan bahwa otoritas AS perlu tetap waspada terhadap kerentanan baru di sektor perbankan, termasuk di bank regional, yang dapat muncul dalam penyesuaian suku bunga yang jauh lebih tinggi.
Advertisement
Dia menambahkan IMF belum bisa mengukur dampak default AS terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Pada April 2023, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB global 2023 hanya akan menembus 2,8 persen, juga mencatat bahwa gejolak pasar keuangan yang lebih dalam, ditandai dengan penurunan harga aset dan pemotongan tajam dalam pinjaman bank, dapat membanting pertumbuhan output kembali ke 1,0 persen.
ozack melanjutkan, suku bunga yang tinggi bisa menjadi salah satu akibat dari default AS dan beberapa ketidakstabilan yang lebih luas dalam ekonomi global.
"Kami ingin menghindari dampak yang parah itu," kata Kozack.
"Dan untuk alasan itu, kami sekali lagi menyerukan kepada semua pihak untuk bersatu, mencapai konsensus dan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin," ujarnya.
Terkait krisis di sektor perbankan AS, Kozack mengatakan IMF menyambut baik tindakan tegas oleh regulator dan pembuat kebijakan untuk mengatasi kegagalan tiga pemberi pinjaman regional utama dalam beberapa pekan terakhir.
Ditambahkannya, IMF akan segera melakukan tinjauan tahunan "Pasal IV" terhadap kebijakan ekonomi AS, dan penilaian itu, yang akan dikeluarkan menjelang akhir bulan Mei, akan menganalisis dampak tekanan pada bank regional, termasuk pengetatan persyaratan kredit.
Bos JPMorgan Wanti-wanti Kebuntuan Plafon Utang AS Bikin Kepanikan
Diwartakan sebelumnya, CEO JPMorgan Chase & Co Jamie Dimon mengingatkan bahwa kebuntuan kongres atas penentuan plafon utang dan potensi gagal bayar Amerika Serikat, dapat menciptakan kepanikan finansial di sektor keuangan.
"Panik belum tentu merupakan hal yang rasional,"ujar Dimon, dikutip dari US News, Kamis (11/5/2023).
"Orang-orang panik. Dan (ketika) Anda melihat orang-orang panik, dikhawatirkan (krisis) tahun 2008, 2009 (terulang) lagi, dan itulah yang ingin Anda hindari," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Punchbowl News .
Sementara itu, pihak JPMorgan menolak berkomentar terkait wawancara tersebut. Dimon menyebut, "ada kemungkinan kesalahan yang lebih tinggi di sini karena situasi politik" dengan konsekuensi pada ekonomi.Â
Sebelumnya, Menteri keuangan AS Janet Yellen telah mengingatkan bahwa default AS bisa terjadi paling cepat pada 1 Juni mendatang jika kongres tidak segera menaikkan batas utang.
Pertemuan Presiden Joe Biden dan Ketua DPR ASÂ dari Partai Republik Kevin McCarthy belum menghasilkan keputusan terkait utang AS yang telah mencapai ambang batas.
Pembicaraan mendetail tentang peningkatan plafon utang AS sebesar USD 31,4 triliun akan kembali dimulai dengan Partai Republik terus bersikeras pada pemotongan pengeluaran, sehari setelah pertemuan pertama Biden dan McCarthy.
Pertemuan selanjutnya akan melibatkan staf Biden, McCarthy, Pemimpin Mayoritas Senat Demokrat Chuck Schumer, Senat Republik Mitch McConnell, dilaksanakan pada Rabu sore (10/5) dan Kamis (11/5) waktu setempat.
"Default bukanlah pilihan," kata Biden kepada wartawan setelah pertemuan dengan McCarthy.
"Saya memberi tahu para pemimpin kongres bahwa saya siap untuk memulai diskusi terpisah tentang anggaran saya," ungkapnya.
Advertisement
Awas, 3 Dampak Ini Bakal Dirasakan Indonesia Jika AS Gagal Bayar Utang
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengungkapkan terkait potensi Amerika Serikat gagal bayar utang, dinilai akan berdampak perekonomian Indonesia.
"Tidak hanya pasar saham yang terkoreksi tajam, potensi gagal bayar utang AS punya dampak yang cukup signifikan bagi indikator makro ekonomi negara berkembang seperti Indonesia," kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (10/5/2023).
Bhima pun menyebut ada 3 dampak yang akan dirasakan Indonesia, jika AS gagal bayar utang. Pertama, suku bunga jadi lebih mahal, karena AS akan naikkan suku bunga untuk jaga agar investor tetap membeli US Treasury bill.
"Ini artinya bunga pinjaman semakin menghimpit pelaku usaha dan konsumen di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh dibawah 4 persen dalam situasi gagal bayar utang AS terealisasi," ujarnya.
Kedua, adanya capital flight dari Indonesia mencari aset aset yang aman, karena investor mempersepsikan aset sekelas utang AS saja bisa gagal bayar, apalagi aset berisiko tinggi. Ditambah keluarnya modal asing akan lemahkan kurs rupiah.
"Tidak menutup kemungkinan rupiah melemah hingga Rp 16.500 per dollar," katanya.
Â
Kinerja Ekspor
Ketiga, dari kinerja ekspor akan terpengaruh terlebih AS memegang porsi yang penting sebagai mitra dagang tradisional. Produk seperti tekstil, alas kaki, pakaian jadi dan bahan baku industri tujuan AS bisa melemah kinerjanya.
"PHK massal menjadi konsekuensi atas merosotnya kinerja ekspor padat karya," ujarnya.
Disisi lain, situasi risiko utang juga perlu dicermati untuk kondisi Indonesia, dimana porsi utang saat ini 88 persen lebih bentuknya SBN, yang artinya tergantung pada bunga pasar.
Advertisement