Sukses

Sri Mulyani Tolak Rekomendasi Standar Bank Dunia, Khawatir Orang Miskin Indonesia Membludak

Bank Dunia telah merivisi standar garis kemiskinan menjadi hidup kurang dari USD 3,20 per hari.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan respons terkait standar kategori penduduk kelompok miskin yang direkomendasikan Bank Dunia (World Bank).
 
Dia mengaku tidak akan menerapkan rekomendasi tersebut. Alasannya, jika mengikuti standar Bank Dunia jumlah miskin Indonesia akan melonjak hingga 40 persen.
 
 "Ibu Satu Kahkonen (Country Director World Bank Indonesia), Anda dapat mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem menjadi nol (0), tapi angka kemiskinan Anda USD 1,9. Ketika dinaikkan menjadi USD 3, mendadak 40 persen orang (Indonesia) menjadi miskin," ungkapnya dalam acara acara World Bank di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (12/5).
 
Diketahui, Bank Dunia telah merivisi standar garis kemiskinan menjadi hidup kurang dari USD 3,20 per hari. Sementara itu, Pemerintah Indonesia masih menetapkan kelompok penduduk miskin dengan pendapatan di bawah USD 1,90.
 
Sri Mulyani mengingatkan jika kondisi geografis dan ekonomi di antar wilayah Indonesia berbeda-beda. Sebagai contoh, saat mudik lebaran Idulfitri 2023 harga makanan di kampung halamannya Semarang berbeda jauh dengan ibu kota Jakarta. 
 
"Saya ke Semarang, berkeliling menikmati restoran lokal harganya murah-murah. Semarang ini juga kota besar. Jika Anda turun (berkunjung) ke daerah yang lebih Rendah, Anda banyak menemukan harga makanan yang jauh lebih murah," bebernya. 
 
Sri Mulyani menegaskan, pemerintah berkomitmen untuk terus menekan angka kemiskinan di Tanah Air. Dia optimis angka kemiskinan ekstrem dapat ditekan menjadi nol pada 2024 nanti. "Kita berharap pada akhir 2024 upaya menghapus garis kemiskinan dapat tercapai. Saya optimis itu," pungkasnya. 
 
Reporter: Sulaeman
 
Sumber: Merdeka.com
 
 
2 dari 3 halaman

Target Kemiskinan Jokowi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong pimpinan daerah untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga mencapai target 0 persen pada tahun 2024 mendatang. Jokowi menyebut, pada 2022, kemiskinan ekstrem masih berada pada angka 2 persen dan 14 provinsi berada di atas angka nasional.
 
"Target kita di 2024 kemiskinan ekstrem ini harus berada pada 0 persen. Ini target yang tidak mudah. Di 2022, masih 2 persen dan 14 provinsi di atas nasional," kata dia saat Rakornas Kepala Daerah Se-Indonesia Tahun 2023 yang digelar di SICC Bogor, Jawa Barat, Selasa, (17/1).
 
Selain itu, Jokowi meminta agar para kepala daerah bisa menekan angka gagal tumbuh pada anak atau stunting di daerahnya masing-masing. Hal tersebut penting lantaran Indonesia akan memiliki bonus demografi yang puncaknya pada tahun 2030-2035. 
 
"Sehingga stunting harus menjadi target penyelesaian bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia," tuturnya.
 
 
3 dari 3 halaman

Sri Mulyani: 60 Persen Rumah Tangga Sangat Miskin di Jawa Punya Lansia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah sedang berupaya menyusun pendekatan yang lebih terorganisir untuk pengentasan kemiskinan di Tanah Air. Upaya itu ditempuh terutama untuk mencapai target menghilangkan kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 mendatang.

Menkeu mencatat, jumlah penduduk Indonesia dengan kemiskinan ekstrem pada Maret 2022 mencapai sekitar 5,6 juta jiwa (berkurang 220 ribu jiwa dibandingkan Maret 2021). Maka dari itu, diperlukan percepatan untuk mencapai target kemiskinan ekstrem sebesar 0 persen pada akhir tahun 2024.

Sebagai informasi, Garis Kemiskinan Ekstrem di Indonesia pada 2022 lalu adalah mereka yang memiliki penghasilan Rp 11.633 per kapita/hari (Rp 348.990 per kapita/bulan).

Dalam acara peluncuran laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Poverty Assessment di Jakarta, pada Selasa (9/5), Sri Mulyani membeberkan sederet karakteristik masyarakat miskin di Indonesia.

"Pertama, lebih dari 66 persen rumah tangga sangat miskin dengan kepala keluarga dengan latar pendidikan hanya tamatan SD atau lebih rendah," papar Menkeu.

Selain itu, tercatat 1,8 persen rumah tangga sangat miskin yang memiliki kepala rumah tangga lulusan pendidikan tinggi. Kehadiran balita dan lansia dalam rumah tangga juga mempengaruhi dinamika kemiskinan ekstrim di Indonesia.

"Sekitar 60 persen rumah tangga sangat miskin di Jawa Tengah memiliki lansia, dan 75 persen rumah tangga sangat miskin di Kepulauan Riau memiliki balita," tulis Menkeu.

Adapun paparan Sri Mulyani lainnya yang menunjukkan, 57 persen kepala rumah tangga di rumah tangga yang sangat miskin tidak bekerja serta33 persen bekerja di sektor pertanian, dan sekitar 10 persen bekerja di sektor industri dan lainnya.

Â