Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 15 juta data nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) diduga telah dicuri oleh kelompok peretas LockBit, menyusul adanya gangguan yang terjadi sejak 8 Mei 2023 lalu. Menanggapi kasusBSI ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun langsung turun tangan.
Kepala Eksekutif Perbankan OJK Dian Ediana Rae menerangkan, pihaknya bersama Bank Indonesia (BI) telah menjalin komunikasi dengan pihak BSI. Termasuk berbagai upaya memulihkan sistem dan menjamin data dan dana nasabah tetap aman.
Baca Juga
"Tim pengawas dan pemeriksa ITÂ OJK & BI terus melakukan komunikasi dan koordinasi untuk percepatan pemulihan pelayanan BSI kepada nasabahnya. Saat ini sebagian besar operasi sudah kembali berjalan normal," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (13/5/2023).
Advertisement
Dia menerangkan, sudah meminta BSI untuk memastikan layanan kepada nasabah bisa tetap berjalan. Kemudian, meminta adanya percepatan pemulihan layanan dengan menyelesaikan sumber gangguan yang ada.
"Serta meningkatkan mitigasi untuk menyikapi potensi gangguan di kemudian hari," katanya.
Dia menuturkan, sebagai pedoman penggunaan TI di perbankan, OJK sudah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/SEOJK.03/2017 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/SEOJK.03/2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber bagi Bank Umum.
Wanti-wanti Perbankan
Dia menyebut, Hal-hal tersebut tidak hanya ditujukan pada BSI yang saat ini mengalami kendala namun secara umum juga pada industri perbankan. Mengingat potensi gangguan layanan merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan dalam penggunaan teknologi informasi di era digital.
"Manajemen BSI melaporkan bahwa telah menindaklanjuti arahan OJK termasuk menyampaikan pemberitahuan kepada nasabah, memastikan keamanan dana nasabah serta memulihkan layanan di kantor cabang, ATM, mobile banking dan delivery channel lainnya secara bertahap. Selanjutnya, BSI telah meminta agar masyarakat tetap tenang," ujar dia.
"OJK terus mendorong perbankan untuk memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah dengan tetap memperhatikan tata kelola, keamanan informasi, dan perlindungan konsumen," sambung Dian.
Advertisement
Data 15 Juta Nasabah Diduga Dicuri
Diberitakan sebelumnya, Beberapa hari lalu, sejumlah nasabah Bank Syariah Indonesia atau BSI mengeluhkan mereka tidak bisa mengakses aplikasi BSI Mobile. Perusahaan mengatakan, pihaknya tengah melakukan maintenance system sehingga membuat layanan BSI tidak bisa diakses sementara waktu.
Namun belakangan muncul kabar yang mengatakan bahwa BSI jadi korban ransomware. Informasi ini pun mencuat lagi di media sosial dipenuhi dengan berbagai bukti bahwa bank tersebut memang terkena ransomware.
Adalah pakar keamanan siber sekaligus Pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto yang mengungkap kabar BSI diserang ransomware ini melalui akun Twitternya @secgroun, Sabtu (13/5/2023).
"Setelah kemarin seluruh layanan @bankbsi_id offline selama beberapa hari dengan alasan maintenance, hari ini confirm bahwa mereka jadi korban ransomware," kata Teguh melalui akun Twitternya.
Lebih lanjut, Teguh mengatakan, total data yang dicuri penjahat siber sebesar 1,5 TB, di antaranya adalah 15 juta data pengguna dan password untuk akses internal dan layanan yang mereka gunakan.
Kantongi Data Rekening
Teguh menjabarkan, adapun data yang bocor termasuk di antaranya data karyawan, dokumen keuangan, dokumen legal, NDA, dan lain-lain.
Sementara, data pelanggan yang bocor di antaranya adalah nama, nomor HP, alamat, saldo di rekening, nomor rekening, history transaksi, tanggal pembukaan rekening, informasi pekerjaan, dan lain-lain.
Melalui cuitan itu, Teguh juga memaparkan sejumlah screenshot yang memperlihatkan bukti BSI jadi korban ransomware. Di mana, data yang disandera pelaku kejahatan siber bakal dipublikasikan jika pihak pemilik data tidak membayarkan tebusan yang diminta.
Advertisement