Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bertemu dengan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G7. Pertemuan tersebut dilakukan di Niigata, Jepang.
Sri Mulyani menjelaskan, negara G7 dan G20 memiliki peran vital dalam mendorong dan mengharmonisasikan berbagai kebijakan untuk bersama-sama membantu negara berkembang dalam mengatasi tantangan terkini.
Baca Juga
"Negara berkembang masih mengalami risiko dampak luka memar (scarring effect) sebagai dampak pandemi, tensi geopolitik yang terus menguat, dan efek rambatan dari kebijakan pengetatan moneter di berbagai negara. Di sinilah peran vital G7 dan G20," ungkap Sri Mulyani seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Advertisement
Selain itu, ia mengungkapkan negara berkembang pun berada di tengah tantangan global yang dihadapkan pada risiko sektor keuangan yang tidak stabil, geopolitik, dan perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Di sisi lain, pendanaan berbiaya tinggi (high-cost financing) juga menjadi salah satu tantangan berat negara berkembang.
Dengan demikian, penguatan kerja sama internasional, termasuk peran bank pembangunan multilateral dalam mendukung prioritas pembangunan di negara-negara berkembang sangat diperlukan.
"Bank pembangunan multilateral pun perlu meningkatkan kapasitas untuk mengatasi permasalahan global seperti perubahan iklim, krisis pangan, dan pandemi," tambahnya.
Dalam hal ini, Sri Mulyani menuturkan Indonesia bersama negara anggota G20 telah membentuk Pandemic Fund pada masa Presidensi G20 tahun 2022 untuk menguatkan kemampuan dan kesiapan negara berkembang dalam merespons risiko terjadinya pandemi selanjutnya secara lebih baik.
Sementara itu, pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur juga perlu mendapat dukungan dari negara maju.
Pendanaan infrastruktur yang terjangkau akan sangat membantu negara berkembang dalam memacu pertumbuhan ekonomi, kata Sri Mulyani.
Ekonomi Amerika Goyang, G7 Siap Menjaga Sistem Keuangan Global
Amerika Serikat sedang mengalami masalah batas utang (debt ceiling). Sama seperti beberapa tahun sebelumnya, Partai Demokrat dan Partai Republik berbeda pandangan terkait apa yang harus dilakukan terhadap isu tersebut.
Menurut situs Brookings, Sabtu (13/5/2023), apabila batas utang tidak naik, maka ada risiko unprecedented terhadap ekonomi AS.
Belum lama ini, AS juga menghadapi krisis perbankan ketika First Republic Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank kolaps.
Masalah tersebut disorot dalam pertemuan G7 di Niigata, Jepang. Kelompok G7 sepakat untuk merapatkan barisan guna menjaga kekuatan sistem keuangan global.
"Kita akan terus melanjutkan bekerja bersama dengan otoritas supervisi dan regulasi untuk memonitor perkembangan sektor finansial dan siap untuk mengambil langkah yang layak untuk menjaga stabilitas finansial dan resiliensi sistem finansial global," demikian pernyataan bersama para Menteri Keuangan negara G7, dikutip Kyodo.
Mereka juga berdeklarasi akan memiliki kebijakan makro yang gesit dan fleksibel di tengah ketidakpastian global.
Advertisement
Permasalahan Rusia
Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki juga menegaskan bahwa G7 bersatu kuat dalam menghadapi masalah global.
"Persatuan G-7 kita lebih kuat dalam menghadapi isu-isu global," ujar Suzuki yang menggelar konferensi pers bersama Gubernur Bank Jepang Kazuo Ueda. Suzuki juga menambahkan bahwa G7 terus mewaspadai risiko terhadap stabilitas finansial.
Selain itu, para menteri keuangan G7 sepakat untuk mencegah Rusia menghindari sanksi-sanksi ekonomi.
Pertemeuan menteri keuangan G7 adalah salah satu rangkaian terakhir menjelang G7 Summit yang dipimpin oleh Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pekan depan.