Sukses

20 Tahun Berjuang, Warga Aceh Akhirnya Dapat Ganti Rugi dari ExxonMobil Buntut Kasus Kekerasan di 2001

ExxonMobil akhirnya memberikan ganti rugi pada warga Aceh atas kasus kekerasan oleh oknum tentara yang dikontraknya pada tahun 2001 silam.

Liputan6.com, Jakarta Raksasa minyak asal Amerika Serikat, ExxonMobil akhirnya memberikan ganti rugi pada 11 warga Aceh, atas kasus kekerasan hingga pelecehan seksual oleh oknum tentara Indonesia yang dikontrak perusahaan pada tahun 2001 silam.

Melansir laman BBC, Selasa (16/5/2023) perusahaan memberikan ganti rugi setelah para korban menggugat selama lebih dari 20 tahun. Namun, tidak diungkapkan besaran ganti rugi yang diterima penggugat.

Para penduduk desa, mengungkapkan bahwa mereka puas dengan hasil kesepakatan ganti rugi tersebut.

"Meskipun tidak ada yang akan mengembalikan suami saya, kemenangan ini memberikan keadilan yang telah kami perjuangkan selama dua dekade dan akan mengubah hidup saya dan keluarga saya," kata salah satu penduduk desa.

Pengacara penggugat, yakni Agnieszka Fryszman pun memuji keberanian mereka dalam menghadapi salah satu perusahaan terbesar di dunia selama lebih dari 20 tahun.

Kata ExxonMobil

Dalam pernyataan terpisah, ExxonMobil menyampaikan simpati dan mengecam kekerasan yang dialami para korban, meskipun pihaknya tidak secara langsung terlibat dalam kasus tersebut.

"Kami menyatakan simpati terdalam kami kepada keluarga dan orang-orang yang terlibat," demikian pernyataan ExxonMobil.

"Perlu dicatat meskipun tidak ada tuduhan bahwa karyawan mana pun secara langsung merugikan salah satu penggugat, penyelesaian tersebut membawa penyelesaian bagi semua pihak," jelasnya.

Sebagai informasi, dugaan kekerasan yang dialami sejumlah penduduk Aceh itu dikatakan terjadi di sekitar wilayah operasi ExxonMobil di lapangan Arun, Aceh Utara. Mereka juga membocorkan tindakan kekerasan pada ibu hamil sebelum dilecehkan secara seksual, dan laki-laki menjadi sasaran sengatan listrik, luka bakar, serta coretan pisau di punggung mereka.

2 dari 3 halaman

Raksasa Energi ExxonMobil Gugat Uni Eropa, Minta Hapus Pajak

Raksasa energi AS ExxonMobil menggugat Uni Eropa dalam upaya memaksa blok tersebut menghapus pajak keuntungan tak terduga (windfall profits) yang dikenakan pada perusahaan migas.

Pajak "rejeki nomplok" atau pajak keuntungan tak terduga (windfall profits) dikenakan pada perusahaan yang mendapat manfaat dari sesuatu yang bukan tanggung jawab mereka. 

Lonjakan harga energi membuat perusahaan minyak dan gas (migas) internasional meraup keuntungan besar. Sebagian karena masalah pasokan akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Exxon menuduh Brussel melampaui otoritas hukumnya dengan menerapkan pajak ini. Menyebut tindakan itu "kontra-produktif". ExxonMobil melaporkan laba triwulanan hampir USD 20 miliar (£17,3 miliar) pada bulan Oktober 2022.

3 dari 3 halaman

Awal Mula Pajak Keuntungan

Pada bulan September 2022, ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan rencana mengenakan perusahaan minyak, gas, dan batu bara besar membayar "kontribusi krisis" atas peningkatan keuntungan mereka di tahun 2022.

Pajak 33 persen atas laba tahun ini ditetapkan, lebih dari 20 persen lebih besar dari rata-rata untuk tiga tahun sebelumnya.

Dalam gugatannya, Exxon berpendapat bahwa pungutan tersebut menghambat investasi dan merusak kepercayaan investor, dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Umum Uni Eropa yang berbasis di Luksemburg.

"Apakah kami berinvestasi di sini terutama bergantung pada seberapa menarik dan kompetitifnya Eropa nantinya," kata juru bicara Exxon Casey Norton kepada kantor berita Reuters.