Sukses

Cegah Kebakaran Kapal Terjadi Berulang, Kemenhub Harus Apa?

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyoroti kebakaran yang terjadi di KMP Royce 1 di Selat Sunda beberapa waktu lalu.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyoroti kebakaran yang terjadi di KMP Royce 1 di Selat Sunda beberapa waktu lalu. Kebakaran kapal ini dipicu oleh adanya kendaraan yang ada di dalam kapal tersebut.

Mengacu kejadian ini, Djoko menyebut perlu adanya pembenahan dari sisi angkutan penyeberangan. Tujuannya, mencegah kejadian serupa terulang kembali kedepannya.

Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini bilang kalau aturan mengenai pembenahan sebenarnya sudah ada. Hanya saja, inplementasinya dinilai belum maksimal. Lantas, apa yang bisa dilakukan Kementerian Perhubungan?

Dalam keterangannya, Djoko mengungkap ada 12 langkah yang bisa dilakukan Direktorat Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub. Pertama, adanya akurasi manifes seperti mengisi data penumpang kendaraan sesuai dengan PM 25 Tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan.

"Terdapat praktik agen liar yang tidak akurat mengisi data penumpang, sehingga perlu dilakukan pelarangan kegiatan operasional penjualan tiket oleh agen di sekitar pelabuhan dan memberi kesempatan kepada Online Travel Agent (OTA), E-Commerce, dan Mobile Banking sebagai bentuk perluasan sales channel sekaligus sebagai media sosialisasi kepada pengguna jasa," jelasnya dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Rabu (17/5/2023).

Jalur Berbeda

Kemudian, perlu adanya jalur berbeda untuk naik ke kapal, menyusul saat ini ditemukan penumpang yang ada dalam kendaraan tidak dikenakan tiket. Identifikasi golongan kendaraan juga dinilai belum berjalan secara optimal karena fasilitas sensor dimensi kendaraan yang dimiliki oleh ASDP belum dioperasikan sehubungan dengan adanya tolerensi yang disepakati di pelabuhan penyeberangan untuk itu perlu dilakukan harmonisasi regulasi perihal toleransi dimensi kendaraan.

CCTV di atas kapal juga diisebut perlu diintegrasikan dengan ruang pemantauan. Fasilitas akses data produksi dan data Ferizy perlu dilakukan secara real time.

Kedua, perlu adanya filterisasi kendaraan menuju pelahuhan penyeberangan. Ketiga, penguatan manajemen keselamatan dalam angkutan. Melingkupi standar keselamatan hingga adanya kapal untuk akses kendaraan yang membawa barang dengan kategori berbahaya.

"Kapal belum boleh berlayar apabila belum memenuhi standar keselamatan pelayaran (penumpang belum turun, lashing, mesin kendaraan belum dimatikan)," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Optimasi Layanan

Keempat, perlu adanya optimalisasi fungsi pengawasan. Utamanya pengawasan berkala kinerja beberpaa angkutan penyebwrangan. Kelima, melakukan check in di gerbang tol.

Keenam, petugas harus optimal melakukan validasi jumlah penumpang dan identitas dalam tiket dengan jumlah riil dalam kendaraan. Ketujuh, saat naik kapal, petugas pelayaran harus menghitung ulang, agar lebih akurat (alasan keteratasan waktu port time). Kedelapan, setting Ferizy, membatasi daya tampung kapal berbasis penumpang (sesuai kecukupan life jacket). Kedapatan kondisi saat ini daya tampung kendaraan cukup, tapi daya tampung penumpang berlebih.

Kesembilan, memisahkan dermaga penumpang dengan angkutan barang. Kesepuluh, barang mudah terbakar dilarang naik kapal penumpang/penyeberangan, seperti truck angkut batubara. Kesebelas, apabila aturan tentang manajemen keselamatan yang diatur dalam Peraturan Menteri diabaikan atau tidak dijalankan oleh penumpang, nahkoda dapat tidak memberangkatkan kapal. Keduabelas, BPTD wajib mengawasi, mengontrol dan dapat menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan.

"Hasil tambang batubara di Sumatera Selatan dilarang menggunakan truk masuk kapal penyeberangan menuju Cirebon (Jawa Barat). Selain melanggar aturan muatan barang berbahaya juga selalu kelebihan muatan dengan ukuran atau dimensi kendaraan lebih, sehingga dapat mempercepat kerusakan jalan, membahayakan pengguna jalan lain," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Tunggu Nyali

Sebelumnya, Pembenahan angkutan penyeberangan dinilai jadi satu upaya yang perlu segera dilakukan. Mengingat sederet aturan yang jadi landasannya sudah ada sejak lama.

Pengamat Transportasi seksligus Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno pun itu menyoroti. Menyusul adanya kejadian KMP Royce 1 yang terbakar di Selat Sunda beberapa waktu lalu.

"Musibah Kapal Motor Penyeberangan Royce 1 terbakar di alur Penyeberangan Merak, Provinsi Banten, ke Bakauheni, Provinsi Lampung, Sabtu (6/5/2023), hendaknya menjadi momentum untuk sungguh-sungguh membenahi transportasi penyeberangan secara menyeluruh, agar keselamatan dan layanan lebih terjamin," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (17/5/2023).

Djoko mengungkap, sudah banyak regulasi yang mengatur mengenai angkutan penyeberangan ini. Sayangnya, kata dia, ini belum secara optimal berdampak pada pembenahan di sektor angkutan penyeberangan.

"Carut marut pengoperasian transportasi penyeberangan di negeri ini harus segera diakhiri, jika musibah seperti KMP Royce 1 tidak akan terulang kembali. Regulasi untuk membenahinya sudah ada sejak lama dan infrastruktur pendukung sudah tersedia, tinggal menanti nyali untuk membenahinya," tegasnya.

Regulasi yang dimaksud Djoko misalnya merujuk pada PM PM Nomor 115 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengangkutan Kendaraan di Atas Kapal. Poin pentingnya, bagi angkutan barang, harus menyediakan alat timbang kendaraan di area pelabuhan.

"Melihat aturan di atas, nampaknya pelabuhan penyeberangan di Indonesia belum ada yang memiliki alat timbang kendaraan. Sangat berisiko dan akan merugikan perusahaan angkutan jika terjadi musibah kecelakaan di perairan," kata dia.

"Oleh sebab itu, secara bertahap harus diadakan alat penimbangan itu di pelabuhan penyeberangan. Jika tidak memenuhi aturan itu, penyelenggara pelabuhan berhak menolak kendaraan untuk masuk ke kapal," sambungnya.

 

4 dari 4 halaman

Aturan Lainnya

Tak hanya itu, Djoko juga menyinggung aturan lainnya. Diantaranya, PM Nomor 62 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan yang memuat salah satunya larangan kendaraan dinyalakan selama berada di atas kapal.

PM Nomor 25 Tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan yang memuat tentang larangan penumpang berada di kendaraan selama berlayar.

PM 30 Tahun 2016 tentang Kewajiban Pengikatan Kendaraan pada Kapal Angkutan Penyeberangan yang berbicara soal jarak minimal antar kendaraan di dalam kapal penyeberangan.

PM Nomor 45 Tahun 2012 tentang Manajemen Keselamatan Kapal soal sistem manajemen keselamatan kapal. PM 103 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Pengendalian Kendaraan yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan soal pemuatan kendaraan ke atas kapal.

PM 28 Tahun 2016 tentang Kewajiban Penumpang Angkutan Penyeberangan Memiliki Tiket. Serta, PM 91 Tahun 2021 tentang Zonasi di Kawasan Pelabuhan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini