Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat ini. Pelemahan rupiah ini diperkirakan masih akan berlanjut seiring dengan ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau Federal Reserve (Fed).
Pada Jumat (19/5/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,31 persen atau 46,5 poin ke posisi 14.915 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.868 per dolar AS.
Baca Juga
Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyampaikan bahwa kurs rupiah masih akan terus melemah, karena dipengaruhi ekspektasi kenaikan kembali suku bunga The Fed (Bank Sentral AS) bulan depan.
Advertisement
“Yield obligasi Pemerintah AS naik menjadi di atas 4 persen untuk tenor 2 tahun dan di atas 3,5 persen untuk tenor 10 tahun, sehingga index dolar terus menguat di atas 103 dikarenakan data-data ekonomi AS yang menguat dan pernyataan pejabat The Fed yang hawkish,” ujar dia dikutip dari Antara.
Rully menganggap rupiah akan menguat kembali sampai ekspektasi terhadap kenaikan bunga The Fed memudar, yaitu data-data ekonomi AS mengalami pelemahan atau data-data ekonomi China menguat.
“Tidak banyak yang bisa diantisipasi pemerintah Indonesia (untuk menguatkan rupiah) karena (pelemahan rupiah) sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan global,” ujarnya lagi.
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, rupiah melemah karena fokus investor terhadap pidato pejabat Bank Sentral AS yang menganggap inflasi saat ini terlalu tinggi, sehingga The Fed akan kembali menaikkan suku bunga.
“Kedua, (kelemahan rupiah) disebabkan adanya kekhawatiran atas potensi gagal bayar utang AS yang menjadi kecemasan utama bagi pasar, walaupun Presiden AS Joe Biden sudah mengatakan bahwa kemungkinan besar akan ada satu kesepakatan dengan parlemen (pada 1 Juni 2023), dimana Partai Republik (sebagai mayoritas di parlemen) kemungkinan besar akan mencapai win-win solution (guna mengatasi utang AS),” kata Ibrahim.
Bangga, Rupiah Tahun Emisi 2022 Jadi Uang Baru Terbaik di Dunia
Uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2022 yang terdiri dari 7 pecahan yaitu rupiah pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp 5.000, Rp2.000, dan Rp1.000 telah dinobatkan oleh International Association of Currency Affairs (IACA) sebagai best new banknote series pada Currency Award ke-17 tahun 2023 di Meksiko (16/5/2023).
Sebelumnya, uang Rupiah bersanding dengan 4 finalis lainnya yaitu Bank Sentral Costa Rica, Bank Sentral Meksiko, Bank Sentral Filipina, dan Bank Sentral Bahamas.
"Unsur penilaian pemenang ditentukan melalui kriteria yang mencakup inovasi dan keunikan fitur keamanan, integrasi unsur sejarah dengan konten lokal yang berkaitan dengan negara penerbit, efektivitas dari integrasi fitur keamanan, dan estetika tampilan serta desain uang kertas," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dikutip Kamis (18/5/2023).
Capaian pada posisi tertinggi dari uang Rupiah TE 2022 dalam penghargaan tingkat dunia tersebut merupakan salah satu bentuk afirmasi dunia internasional atas kualitas uang Rupiah Indonesia. Kesuksesan ini merupakan kelanjutan dari pencapaian sebelumnya yang diraih oleh Uang Peringatan kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia pecahan Rp75.000 sebagai finalis best commemorative pada Currency Award tahun 2022.
Advertisement
IACA Curency Awards
IACA Curency Awards merupakan penghargaan yang diberikan terhadap pencapaian atas perkembangan dan inovasi di sektor pembayaran tunai yang diikuti oleh 29 negara pada tahun 2023. Puncak penghargaan ini dikemas dalam konferensi yang diadakan di Kota Meksiko.
Penghargaan IACA dimulai sejak tahun 2007 untuk mempromosikan dan mengakui kualitas uang kertas dan uang logam, proses, manajemen, distribusi dan aktivitas yang berkaitan dengan uang tunai.
IACA, berkedudukan di Texas, AS, berdiri tahun 2004, merupakan organisasi non-profit independen yang mendorong kualitas siklus uang tunai, berfungsi sebagai wadah konsultansi dan kolaborasi bagi para pelaku sistem pembayaran tunai yang anggotanya terdiri dari bank sentral, otoritas penerbit uang, serta industri seperti perusahaan pencetakan uang, pemasok bahan pencetakan uang.