Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut belum ada rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2024. Besaran PPN masih berada di 11 persen, sesuai dengan saat ini.
Diketahui, pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN sebesar 11 persen berlaku mulai 1 April 2022. Kemudian, secara bertahap naik menjadi 12 persen di 2025 mendatang.
Baca Juga
"Untuk Undang-undang terutama tarif telah ditetapkan di dalam UU HPP, jadi untuk UU APBN (2024) kita akan menggunakan tarif yang sama (PPN 11 persen)," ujar Sri Mulyani kepada wartawan usai Rapat Paripurna di DPR RI, Jumat (19/5/2023).
Advertisement
Bendahara negara menyebut, saat ini tren pertumbuhan ekonomi terus membaik. Termasuk juga pasa aspek penerimaan perpajakan.
Dilihat lagi usai diterapkannya PPN 11 persen sejak 1 April 2022 lalu. Menkeu Sri Mulyani mengatakan momentum pertumbuhan ini yang perlu lebih dulu dijaga kedepannya.
"Kita melihat pertumbuhan ekonomi kita membaik, pengenaan pajak kita juga cukup kuat, maka, itu menjadi satu yang akan memberikan fondasi bagi kita untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi ini," jelasnya.
Dia menilai ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 mencatatkan pertumbuhan yang baik dengan 5,03 persen. Tingkat inflasi juga terlihat pada posisi yang aman ditambah dengan kondisi neraca perdagangan yang surplus selama 36 bulan berturut-turut.
"Ini memberikan dukungan yang cukup baik untuk menyusun APBN 2024," kata dia.
Bidik Ekonomi Tumbuh 5,7 Persen di 2024
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,7 persen pada 2024 mendatang. Menyusul adanya tren penguatan di sektor-sektor penopang ekonomi nasional.
Sri Mulyani melihat adanya potensi penguatan tersebut. Misalnya dari capaian ekonomi di kuartal I-2023 yang tumbuh 5,03 persen. Lalu, ada laju inflasi yang dinilai pada kondisi baik dengan 4,33 persen.
Sementara itu, leading indicator juga menunjukkan tren positif. Terbukti PMI Manufaktur pada April 2023 tercatat berada pada poin 52,7 dan berada pada zona ekspansif sejak awal tahun.
"Mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi keberlanjutan ekspansi nasional tahun depan pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro pada asumsi dasar penyusunan RAPBN 2024 sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi 5,3 sampai 5,7 inflasi dalam 1,5 sampai 3,5 persen, nilai tukar Rupiah antara Rp 14.700 sampai Rp 15.300 dolar AS," terangnya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (19/5/2023).
Advertisement
Target Lainnya
Dia juga menargetkan, suku bunga SBN 10 tahun antara 6,49 persen hingga 6,91 persen. Harga minyak mentah Indonesia pada kisaran 75 dolar hingga 85 dolar per barel.
"lifting minyak ditingkat 597.000 sampai 652.000 barel per hari dan lifting gas 999.000 hingga 1.000.054 per hari dengan mencermati risiko dan dinamika Global serta dalam negeri," bebernya.
Dia menyebut, tahun depan merupakan masa terakhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga berbagai target bakal diupayakan untuk bisa dicapai.
"Kami menyampaikan APBN 2024 yang akan disusun bersama DPR akan jadi salah satu fondasi penting dan 2024 jadi tahun terkahir bagi kepemimpinan presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin. Oleh karena itu, berbagai fokus untuk terus menjaga dan meningkatakan kemampuan untuk mencapai strategi dan berbagai target ekonomi dan pembangunan nasional akan diupayakan," terang Sri Mulyani.
Ekonomi Global Anjlok Satu Dekade Terakhir
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap kondisi ekonolo global dalam periode satu dekade terakhir. Menurutnya, ada tren penurunan pada periode tersebut.
Dia mencoba membandingkan perolehan anjloknya catatan pertumbuhan ekonomi global dan negara besar satu dekade terakhir dengan dekade sebelumnya. Hasilnya, ada penurunan yang cukup signifikan.
"Dalam 1 dekade terakhir kita saksikan bersama, tantangan yang sangat besar, hal ini ditandai dengan menurunnya kinerja perekonomian global," ungkapnya dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-32 Masa Sidang V, Jumat (19/5/2023).
"Pertumbuhan ekonomi global rata-rata dalam satu dekade terakhir hanya 3,1 persen. Hal ini lebih rendah dari dekade sebelumnya yang mencapai 4,2 persen. RRT yang pada dekade sebelumnya mampu tumbuh dua digit 10,6 persen, melambat signifikan menjadi hanya 6,2 persen pada dekade terakhir," bebernya.
Advertisement