Sukses

Usai Kasus BSI, Pemerintah Aceh Buka Peluang Bank Konvensional Buka Lagi di Tanah Rencong

Kasus yang menimpa BSI baru-baru ini dapat menjadi salah satu referensi bagi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional ke Aceh. Selama ini masyarakat di Aceh hanya dilayani oleh bank syariah saja.

Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menjelaskan, pemerintah Aceh tengah mencoba untuk merevisi Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

"Penyempurnaan qanun itu membuka kembali peluang bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh," kata Muhammad MTA, di Banda Aceh, dikutip dari Antara, Senin (22/5/2023).

Seperti diketahui, pasca pemberlakuan qanun LKS sejak 2018, semua bank konvensional keluar dari Aceh. Sehingga saat ini di Aceh hanya memiliki dua bank yakni Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

Terhadap rencana revisi, Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk kemudian dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh.

MTA menjelaskan, pada dasarnya Pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.

Wacana perubahan ini, kata MTA, merupakan aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha, karena itu kemudian perlu dikaji dan analisa kembali terhadap dinamika dan problematika dari pelaksanaan qanun LKS selama ini.

 

 

2 dari 3 halaman

Kasus BSI

MTA menuturkan, kasus yang menimpa BSI baru-baru ini dapat menjadi salah satu referensi bagi DPRA dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan qanun LKS.

"Termasuk mengkaji kompensasi dari setiap potensi yang merugikan nasabah yang mungkin abai dalam qanun tersebut, dan mengembalikan operasional bank konvensional," ujarnya.

MTA menuturkan, sampai saat ini infrastruktur perbankan syariah di Aceh belum bisa menjawab dinamika dan problematika sosial ekonomi, terutama berkenaan dengan realitas transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang tentu mempunyai kegiatan ekonomi bertaraf nasional dan internasional, maka keberadaan perbankan konvensional sebenarnya bukan sesuatu yang mesti dibangun resistensi.

"Namun, memperkuat perbankan syariah juga menjadi prioritas kita sebagai sebuah daerah atau kawasan yang memiliki kekhususan," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Masih Pro dan Kontra

Ia menambahkan, Pemerintah Aceh sendiri pada Desember 2020 pernah menyampaikan rencana skema perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026 yang didasari oleh rapat antara pelaku perbankan dengan pengusaha yang dihadiri Pemerintah Aceh pada 16 Desember 2020 di Banda Aceh.

"Pro dan kontra memang sesuatu yang lumrah, meski demikian mari kita beri waktu kepada DPRA sebagai representatif masyarakat Aceh untuk mengkaji dan menganalisa sebagai sebuah kebijakan evaluasi terhadap qanun LKS ini demi penyempurnaan yang lebih baik," demikian MTA.

Video Terkini