Sukses

Tak Ingin Krisis Air, Kementan Bakal Bentuk Gugus Tugas Hadapi El Nino

Gugus tugas Kementerian Pertanian untuk menangani dampak El Nino berbasis wilayah penting untuk segera dibentuk. Pasalnya, setiap wilayah membutuhkan penanganan yang berbeda. Khususnya dalam mengantisipasi potensi terjadinya krisis air.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) berencana membentuk gugus tugas dalam menghadapi cuaca ekstrim El Nino. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino kemungkinan akan mulai terjadi sekitar Juni 2023, dan semakin intens pada Agustus mendatang.

”Saya meminta untuk dibentuk gugus tugas di setiap wilayah. Kita semua harus duduk bersama untuk merumuskan semuanya, dimulai dari pemetaan wilayah, konsep kelembagaan, hingga rencana aksinya,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo saat melakukan rapat koordinasi bersama pejabat Kementerian Pertanian dan aparatur pemerintah daerah melalui teleconference, Senin (22/5/2023).

Syahrul menilai, gugus tugas berbasis wilayah penting untuk segera dibentuk. Pasalnya, setiap wilayah membutuhkan penanganan yang berbeda. Khususnya dalam mengantisipasi potensi terjadinya krisis air.

“Ada wilayah kategori hijau yang tidak terdampak sehingga produksinya tidak terganggu. Tapi ada juga wilayah kategori kuning dan merah yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Setiap pemerintah daerah harus jeli membaca kebutuhan wilayahnya,” ungkapnya.

Menurut dia, manajemen air untuk kebutuhan pertanian menjadi titik krusial dalam menghadapi El Nino. Setiap daerah diminta untuk menampung air. Sehingga pada saat cuaca ekstrem terjadi, ketersediaan untuk menanam bisa tercukupi.

Selain manajemen air, ia juga meminta daerah untuk juga memerhatikan varietas yang digunakan. Untuk menghadapi El Nino, varietas yang disarankan adalah varietas yang tahan kekeringan.

Sementara untuk pemupukan, daerah diharapkan dapat menerapkan metode pemupukan berimbang. "Pengembangan pupuk organik harus dilakukan secara masif dengan tetap seimbang menggunakan pupuk kimia tidak lebih dari 50 persen," imbuh Syahrul.

Dalam menghadapi El Nino, ia pun meminta semua jajaran Kementan dan pemerintah daerah bersiap untuk hal yang terburuk seraya tetap menjaga optimisme.

”Kita bersiap dengan mengambil prediksi terjelek tapi jangan sampai melemahkan kita,” tegas Syahrul.

2 dari 3 halaman

Mendag: Waspada Harga Pangan Naik Gara-Gara El Nino

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengingatkan masyarakat untuk bersiap menghadapi musim El Nino. Menurutnya, musim El Nino ini akan mempengaruhi produksi pangan dan harga pasar.

Menurut dia, mulainya musim El Nino di Indonesia bisa memengaruhi pangan dan menaikkan harga di pasar tradisional.

"Jadi gini, ini sudah masuk El nino. Jadi kalau saudara-saudara lihat di berita itu panasnya luar biasa. Sebagai contoh ASEAN seperti di negara Malaysia dan lainnya itu panasnya sangat luar biasa. Jadi El Nino ini sangat berpengaruh pada produksi pangan. Karena, ada beberapa komoditi yang sudah naik harganya," ucap Mendag di acara Grand opening Okabe Gallery, Tangerang, Jumat (19/5/2023)

Zulhas kemudian menambahkan, berbeda dengan negara-negara lain seperti Eropa dan Amerika Latin, produksi pangan di negara-negara tersebut berangsur-angsur membaik.

"Berbeda dengan negara barat seperti di Amerika latin itu produksinya bagus, seperti gandum bagus dan lainnya juga," katanya.

"Kalau di Asia seperti India, Tiongkok dan lainnya itu cuacanya sedang panas sekali. Kita khawatirkan hal ini akan berpengaruh kepada kondisi pangan," tambahnya.

 

3 dari 3 halaman

Pengamat Nilai Program Kementan untuk Antisipasi El Nino Sudah Tepat

Musim kemarau yang panjang atau El Nino diperkirakan akan mencapai puncaknya di bulan Agustus mendatang. Kemarau panjang tersebut bisa menyebabkan kekeringan di berbagai daerah, sehingga dapat berdampak pada produktivitas sektor pertanian. Untuk mengatasi dampak dari El Nino, kehadiran program-program strategis dari Kementan sangatlah penting. 

Menurut Pengamat Pertanian sekaligus Wakil Dekan Fakultas Pertanian dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Dr. Sujarwo, langkah pemerintah untuk mengantisipasi persoalan ini sudah cukup tepat. Dalam hal ini, Kementan telah menjalankan berbagai program antisipasi kekeringan. Mulai dari pembangunan embung, waduk, rehabilitasi irigasi, hibah pompa hingga asuransi pertanian. 

Dr. Sujarwo mengatakan, El nino akan berdampak pada penurunan curah hujan di Indonesia. Jika terjadi, tentunya berpotensi pada penurunan suplai air yang dibutuhkan sektor pertanian. 

"Dalam sistem produksi pertanian, kekurangan air akan menghambat proses metabolisme tanaman yang berdampak pada penurunan produktivitas sampai pada kegagalan panen. Situasi ini tentunya sangat merugikan bagi petani dan juga ketahanan pangan nasional," kata Sujarwo, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Selasa (15/5).

Mengutip data BNBP pada Maret 2023, Sujarwo mengatakan terdapat 11 Provinsi yang berpotensi kekeringan dengan curah hujan rendah, yaitu provinsi Aceh, Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah, dan Sumatera Utara. Padahal, Jawa Timur dan Jawa Barat adalah dua Provinsi besar penopang produk pertanian nasional. Hal tersebut tentu perlu diwaspadai Bersama.

"Dari sisi produksi pertanian, hampir pasti ini akan terancam terjadi penurunan, dan berdampak pada pergerakan harga produk pertanian, yang meningkat bukan karena tarikan demand tapi karena efek penurunan produksi (supply side). Penurunan harga ini akan memukul konsumen, pada saat produksi petani juga tidak terlalu bagus," jelasnya. 

Sehingga, sambung Sujarwo, baik masyarakat sebagai konsumen maupun petani sebagai produsen, tidak menjadi lebih baik keadaannya akibat efek yang ditimbulkan El Nino tersebut. 

"Ini artinya, secara keseluruhan efek El Nino akan mengancam kesejahteraan masyarakat," tegasnya.