Sukses

Mahkamah Agung Tugaskan Pos Indonesia Kirim Surat Panggilan Sidang

Kerja sama MA dengan Pos Indonesia ini berlaku di seluruh Indonesia bagi semua instansi peradilan di bawah MA dengan kantor pos padanan, yakni kantor pos yang setara tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menggandeng Pos Indonesia untuk penanganan kiriman dokumen surat tercatat dari semua instansi peradilan di bawah Mahkamah Agung melalui jaringan pos di seluruh Indonesia.

Kesepakatan tersebut ditandai dengan dilakukannya penandatanganan kerja sama antara Mahkamah Agung dengan Pos Indonesia di Pointlab CoWorking Space Pos Indonesia, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Direktur Bisnis Kurir & Logistik Pos Indonesia Siti Choiriana mengatakan, melalui kerja sama ini, MA menyepakati penggunaan jasa ekspedisi Pos Indonesia untuk pengiriman dokumen surat tercatat, seperti surat panggilan sidang dan surat isi putusan pengadilan.

Wanita yang akrab disapa Ana ini menyampaikan, kerja sama ini berlaku di seluruh Indonesia bagi semua instansi peradilan di bawah MA dengan kantor pos padanan, yakni kantor pos yang setara tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

"Kerja sama tersebut juga mencakup layanan pick up service dan reporting atau dashboard. Melalui layanan reporting atau dashboard ini, customer bisa melakukan tracking untuk mengetahui posisi terkini surat yang dikirimkan," jelas Ana.

Saat ini, lanjut Ana, Pos Indonesia memiliki jaringan yang cukup luas baik secara nasional atau internasional. Di Indonesia Pos Indonesia memiliki 42 kantor cabang utama, 168 kantor cabang, dan 4.308 kantor cabang pembantu.

"Pos Indonesia juga menjadi bagian dari anggota Universal Postal Union (UPU) yang terhubung dengan 228 negara di dunia. Jaringan ini akan memudahkan pelanggan melakukan kiriman ke berbagai belahan dunia, tanpa kendala," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Modernisasi Administrasi Perkara dan Persidangan

Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Sobandi meneruskan, kerja sama ini penting dilakukan. Pasalnya, di penghujung 2022 telah diundangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6, 7 dan 8. Semua kebijakan itu mengatur tentang modernisasi administrasi perkara dan persidangan.

"Salah satu hal yang baru dari peraturan tersebut adalah pemberlakuan mekanisme surat tercatat dalam penyampaian panggilan dan pemberitahuan," terang dia.

Menurut dia, sejak 2018, Mahkamah Agung telah memulai langkah melakukan modernisasi administrasi perkara. Pada tahap awal, elektronisasi dilakukan hanya pada tahapan pendaftaran perkara, pembayaran dan pemanggilan.

Pada tahun-tahun selanjutnya hingga saat ini, modernisasi dilakukan secara menyeluruh. Salah satunya dengan berlakunya e-litigation atau persidangan elektronik.

 

3 dari 3 halaman

Sidang Elektronik

Terkait persidangan elektronik, pada 2022, MA mengubah model panggilan dan pemberitahuan dalam menangani perkara. Dalam hal suatu perkara didaftarkan secara elektronik, panggilan dan pemberitahuannya dilakukan melalui surat tercatat.

Artinya, seluruh perkara yang didaftarkan secara elektronik proses penyampaian panggilan dan pemberitahuannya tidak lagi dilakukan oleh jurusita pengadilan secara langsung, melainkan melalui media surat tercatat.

"Perubahan cara penyampaian ini adalah hal yang baru dan merupakan perubahan yang sangat fundamental dalam hukum acara perdata," jelas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.