Liputan6.com, Jakarta Sebuah pesawat terparkir di halaman warga Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, mengundang rasa penasaran. Pemilik rumah tersebut populer disapa Abah Gatot Koco.
Akun YouTube Wong Mbois menjelaskan bahwa Abah Gatot Koco merupakan komisaris pada Nusantara Tjahja Cipta, sebuah lembaga pendidikan tenaga keamanan khusus penerbangan atau lebih dikenal dengan aviation security (Avsec).
Baca Juga
Dalam channel YouTube itu juga dijelaskan bahwa pesawat yang terparkir di halaman Abah Gatot Koco merupakan pesawat Boeing 737-200. Keberadaan pesawat itu sudah dimanfaatkan masyarakat untuk dijadikan sebagai objek konten, sekaligus wadah informasi mengenai pesawat.
Advertisement
Disebutkan bahwa Nusantara Tjahja Cipta merupakan wujud dukungan Abah Gatot Koco terhadap program-program di penerbangan. Bahkan, alasan adanya pesawat terparkir di halaman rumahnya menjadi media edukasi pembelajaran di lembaga Nusantara Tjahja Cipta.
"Pesawat ini dulu mempunyai nama Gatot Koco Air sesuai dengan nama komisaris sekarang," demikian penjelasan narasumber pada akun YouTube tersebut, dikutip pada Selasa (23/5).
Pesawat yang terpakir juga digunakan untuk menjamu para tamu, atau dijadikan sebagai ruang untuk pertemuan direksi Nusantara Tjahja Cipta.
Identitas Abah Gatot Koco
Namun, belum banyak informasi lengkap mengenai identitas Abah Gatot Koco.
Sementara akun Youtube EKOS NGANJUK menceritakan asal muasal pesawat itu. Namun saat video dibuat pesawat tersebut masih berwarna putih polos. Disebutkan, pesawat itu awalnya milik maskapai Jatayu Boeing 737 yang tak lagi beroperasi. Kemudian, anak pemilik rumah yang disebutnya bernama Gatot Koco membeli pesawat itu sekitar Rp1 miliar pada 2019.
Pesawat itu diangkut dari Jakarta menggunakan truk kontainer. Untuk memudahkan pengangkutan, badan pesawat dipotong menjadi dua dan sayapnya dilepas terlebih dahulu agar masuk ke kontainer.
Dikabarkan, pemilik rumah mewah terparkir pesawat itu adalah crazy rich bernama Haji Yusuf (78). Dia seorang pengusaha perkebunan dan dan disebut-sebut menjabat komisaris di lembaga pendidikan penerbangan.
Pesawat dengan panjang 30 meter tersebut kini dijadikan ruang keluarga. Di dalam kabin dilengkapi dengan peralatan rumah tangga yang cukup mewah, bahkan menyerupai pesawat kepresidenan.
Sudiro, Pembuat Pesawat Terbang yang Tak Boleh Menerbangkan Hasil Karyanya
Diberitakan sebelumnya, Bermodal kemauan, tekad dan keberanian untuk untuk mewujudkan sebuah impian, Sudiro, pria kelahiran Temanggung, 26 Mei 1975 ini akhirnya berhasil mewujudkan apa yang selama ini mejadi impiannya. Ia membuat sebuah pesawat.
Dengan bahan baku lokal, Sudiro berhasil membuat sebuah pesawat ringan atau ultralight yang diberi nama pesawat terbang Aerotex X1. Roda pesawat yang terpasang pun menggunakan ban motor Vespa ukuran 8 inchi.
Dari sisi spesifikasinya, bentang sayap pesawat karya Sudiro ini memiliki panjang 9,5 meter dan panjang keseluruhan pesawat 4,5 meter, dan berat 175 kilogram. Sedangkan untuk daya angkut dengan pilot dan bahan bakar seberat tiga kuintal.
Untuk membuat satu pesawat terbang, Sudiro membutuhkan biaya sekitar Rp 150 hingga Rp 200 juta. Lamanya perakitan memerlukan waktu 9 sampai 10 bulan.
"Untuk mesin pesawat ini diproduksi tahun 80-an, mesin itu saya dapatkan dari para pemilik pesawat paramotor yang sudah tidak dipakai," ujar Sudiro di rumahnya, Rejosari, Selopampang, Temanggung.
Dalam merakit pesawatnya, Sudiro dibantu oleh keponakannya, David Ahmad Abid serta sejumlah ahli di bidang aeromodeling dan mekanik perbengkelan untuk proses penyempurnaannya.
Advertisement
Modifikasi
Mesin rotax 447 yang digunakan pada pesawat itu buatan Austria. Mesin ini masih menggunakan platina, akan tetapi oleh tim diganti dengan sistem CDI atau Capacitor Discharge Ignition untuk sistem pengapiannya.
 "Kalau sayapnya kita menggunakan rangka ringan yang dilapisi kain polyester kuat lalu dicat dan dijahit oleh tim," kata David yang juga ahli dalam merakit mobil jenis ATV.
Sayangnya, meski pesawat sudah jadi, Sudiro tak bisa menerbangkan pesawat hasil karyanya itu.
"Saya enggak boleh meski pesawat kecil, karena yang boleh menerbangkan pesawat hanya pilot yang sudah terverifikasi, jadinya ya sedih tapi seneng," ucap Sudiro.
Pesawat yang hanya bisa dikemudikan oleh satu orang ini, tidak menggunakan avtur sebagai bahan bakarnya, melainkan pertamax yang diisikan ke dalam sebuah jeriken dengan kapasitas 24 liter di belakang tempat duduk pilot.
Sebenarnya pesawat Aerotex X1 ini, selain sebagai sarana olahraga kedirgantaraan juga bisa dimanfaatkan untuk pemantauan udara, pengawasan dan penyemprotan pupuk atau pestisida untuk lahan pertanian.
Menurut Sudiro, pesawat itu cocok untuk terbang pada ketinggian rendah, hemat bahan bakar, aman, nyaman, dan mudah dikendalikan.
"Pesawat ringan ini bisa terbang hingga ketinggian 700 kaki atau sekitar 213 meter," tuturnya.
(Penulis: Hermanto Asrori)
 Â