Sukses

Soal Gagal Bayar Utang AS, Kepala LPS: Kita Lebih Pintar Sedikit daripada Amerika

Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan negara maju yang mengalami ancaman gagal bayar utang seperti di AS belum pernah ada sebelumnya. Apalagi dengan rating utang AA.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy tak mampu bersepakat mengenai kenaikan plafon utang AS yang sudah mencapai ambang batas USD 31,4 triliun.

Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai, gagal bayar utang AS ini belum ada dampak buruk bagi Indonesia. Jika hal tersebut benar terjadi, maka rating utang Negara Paman Sam itu akan turun. Sementara rating utang AS turun dari yang saat ini di rangking A+.

“Kalau dia turun kita jadi naik harusnya. Jadi netral to positive ke kita, kalau ke Amerika negatif. Ya kita bersyukur lah kita lebih pintar sedikit daripada Amerika,” kata Purbaya di Jakarta, Rabu (24/5).

Purbaya menuturkan negara maju yang mengalami ancaman gagal bayar utang seperti di AS belum pernah ada sebelumnya. Apalagi dengan rating utang AA.

“Ini kan peristiwa yang belum pernah terjadi di mana utang negara terbesar yang peringkatnya AA paling tinggilah,” kata dia.

Mengingat peristiwa ini belum pernah terjadi sebelumnya, maka dampaknya bagi Indonesia pun masih belum diketahui. Namun dari sisi fundamental ekonomi, Purbaya menilai hampir tidak ada dampaknya bagi Tanah Air.

“Kalau jatuh tiba-tiba gagal bayar apa dampaknya kita belum tahu, tapi kalau dari sisi fundamental ekonomi hampir tidak ada,” kata dia.

Dampak yang terasa tentunya akan dirasakan langsung oleh AS, semisal nilai tukar dolar melemah dan mengganggu pasar modal di sana. Namun dia meyakini, baik Pemerintah AS maupun DPR sudah mengetahui dampak yang terjadi jika negara gagal bayar utang atau mengalami kebangkrutan.

“Tapi saya pikir mereka enggak akan cukup bodoh dengan membiarkan ini terlalu lama, ini kan mungkin dari sisi politik aja ya,” kata dia.

Masing-masing pihak, kata Purbaya sudah mengetahui berbagai risiko yang terjadi jika terjadi default. Salah satunya dari sisi rating utang yang akan berpengaruh saat pemerintah gagal bayar utang.

“Kan sekarang A+ bunganya rendah, kalau default nanti isu utang lagi pasti ratingnya harusnya turun,” kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Joe Biden Temui McCarthy, Solusi Masalah Utang AS Masih Buntu

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy tidak berhasil mencapai kesepakatan terkait kenaikan plafon utang yang sudah mencapai ambang batas sebesar USD 31,4 triliun.

Seperti diketahui, Departemen Keuangan AS sebelumnya telah memastikan bahwa Amerika akan gagal bayar atau default pada 1 Juni jika plafon utang tidak dinaikkan.

Mengutip Channel News Asia, Selasa (23/5/2023) meski belum mencapai kesepakatan, Biden dan McCarthy menekankan perlunya menghindari default dengan kesepakatan bipartisan setelah pertemuan pada Senin malam (22/5).

Biden juga mengisyaratkan akan kembali bertemu dengan McCarthy dalam beberapa hari mendatang.

Sebuah sumber yang mengetahui situasi tersebut mengatakan bahwa para negosiator Gedung Putih kembali ke Capitol Hill pada Senin malam untuk melanjutkan pembicaraan.

"Kami menegaskan sekali lagi bahwa default tidak dapat dilakukan dan satu-satunya cara untuk bergerak maju adalah dengan itikad baik menuju kesepakatan bipartisan," ujar Biden dalam sebuah pernyataan usai pertemuannya dengan McCarthy.

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, McCarthy mengatakan kepada wartawan bahwa negosiator "akan berkumpul, bekerja sepanjang malam" untuk mencoba menemukan titik temu terkait plafon utang.

"Saya yakin kita masih bisa sampai di sana," kata McCarthy.

Namun, McCarthy mengungkapkan ia enggan untuk mempertimbangkan rencana Joe Biden memotong defisit dengan menaikkan pajak atas orang kaya dan menutup celah pajak untuk industri minyak dan farmasi, dan berfokus pada pengurangan pengeluaran dalam anggaran federal 2024.

 

3 dari 3 halaman

Janet Yellen Pastikan 1 Juni AS Default, Bila Tak Mau Tambah Plafon Utang

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen memastikan kepada Kongres bahwa Amerika berpotensi mengalami default atau gagal bayar utang paling cepat 1 Juni mendatang.

"Dengan informasi tambahan yang sekarang tersedia, saya menulis untuk dicatat bahwa kami masih memperkirakan Departemen Keuangan kemungkinan tidak akan lagi dapat memenuhi semua utang pemerintah jika Kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang pada awal Juni, dan berpotensi paling cepat 1 Juni," kata Yellen, dikutip dari CNBC International, Selasa (16/5/2023).

Seperti yang dia sampaikan dalam surat sebelumnya kepada Kongres, Janet Yellen menggarisbawahi urgensi situasi tersebut.

"Menunggu hingga menit terakhir untuk menangguhkan atau menaikkan batas utang dapat menyebabkan kerugian serius bagi kepercayaan bisnis dan konsumen, meningkatkan biaya pinjaman jangka pendek untuk pembayar pajak, dan berdampak negatif pada peringkat kredit Amerika Serikat," jelasnya.

Yellen mengungkapkan bahwa, pihaknya telah melihat biaya pinjaman Treasury meningkat secara substansial untuk sekuritas yang jatuh tempo pada awal Juni 2023.

Pernyataan Yellen datang ketika pejabat Gedung Putih dan para pemimpin kongres bersiap untuk kembali bertemu, melanjutkan negosiasi mengenai potensi pemotongan belanja sebagai alternatif atau pengesahan kenaikan pagu atau plafon utang DPR. 

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah menyatakan optimis pihaknya akan mencapai kesepakatan dengan Partai Republik untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang untuk menghindari keruntuhan ekonomi.

"Saya benar-benar berpikir ada keinginan di pihak mereka, juga kami, untuk mencapai kesepakatan, dan saya pikir kami akan mampu melakukannya," ujar Biden kepada wartawan di Delaware.

Di sisi lain, Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy melihat negosiasinya dengan Biden masih belum mencapai titik terang.

"Saya masih berpikir kita berjauhan," kata McCarthy kepada NBC News di luar gedung Capitol. "Bagi saya tampaknya mereka belum menginginkan kesepakatan," tambahnya. 

Video Terkini