Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bacakan Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 Huruf c dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia.
Dalam Putusannya, Majelis KPPU menyatakan 7 Terlapor, yakni Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c (terkait pembatasan peredaran/penjualan barang).
Baca Juga
Atas pelanggaran di atas, KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam dengan total denda yang mencapai Rp 71, 28 miliar.
Advertisement
Kasus ini merupakan insiatif KPPU yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 oleh para Terlapor terkait dalam penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia.
Dalam Putusannya, Majelis Komisi menjelaskan bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia.
Struktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar tinggi yakni dengan konsentrasi rasio empat grup pelaku usaha sebesar 71,52 persen, memiliki produk yang homogen dan berbagai hambatan masuk pasar.
Ini mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar termasuk potensi terjadinya penetapan harga minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para Terlapor.
Dalam persidangan, Majelis Komisi menemukan bahwa berdasarkan rasio input dan output di sektor tersebut, pada periode pelanggaran lebih besar daripada rasio sebelum periode pelanggaran. Ini menunjukan bahwa kenaikan harga pada periode pelanggaran terjadi akibat adanya kenaikan harga input, sehingga margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil.
Dengan demikian para Terlapor dapat disimpulkan tidak melakukan penetapan harga untuk minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan.
Tidak Patuh Kebijakan HET
Majelis Komisi juga menemukan bahwa para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran. Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET.
Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET.
Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. Perilaku penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan pada periode pelanggaran meskipun bahan baku tersedia ini, merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam melakukan kegiatan produksi dan/atau pemasaran minyak goreng kemasan.
Sehingga Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi dampak pelanggaran Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Advertisement
6 Terlapor Dugaan Kartel Minyak Goreng Tak Hadir di Sidang Putusan KPPU
Sidang Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 Huruf c dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia mulai memasuki tahap pembacaan putusan terhadap para Terlapor di perkara tersebut.
Namun dalam pembacaan putusan kartel minyak goreng tersebut terdapat terdapat enam perusahaan tidak hadir, diantaranya PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Cahaya Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Karyaindah Alam Sejahtera.
Putusan merupakan hasil dari proses pemeriksaan yang telah dilakukan pada 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 20 Februari 2023.
Dari pemeriksaan tersebut, KPPU berhasil memeriksa 31 Saksi dari pihak Investigator dan terlapor serta atas 11 Ahli dari pihak Investigator, Terlapor, dan Majelis Komisi guna menggali berbagai keterangan.
"Setelah mempertimbangkan para ahli, saksi, kesimpulan, hasil persidangan, dan dokumen perkara tentang duduk perkara sudah dibacakan. Untuk memutuskan perkara apakah terjadi atau tidak usaha tidak sehat," kata Ketua Majelis Komite KPPU, Dinni Melanie, di Kantor KPPU, Jumat (26/5/2023).
Berikut daftar 27 terlapor yang menjalani sidang:
- PT Asianagro Agungjaya sebagai Terlapor I
- PT Batara Elok Semesta Terpadu sebagai Terlapor II
- PT Berlian Ekasakti Tangguh sebagai Terlapor III
- PT Bina Karya Prima sebagai Terlapor IV
- PT Incasi Raya sebagai Terlapor V
- PT Selago Makmur Plantation sebagai Terlapor VI
- PT Agro Makmur Raya sebagai Terlapor VII
- PT Indokarya Internusa sebagai Terlapor VIII
- PT Intibenua Perkasatama sebagai Terlapor IX
- PT Megasurya Mas sebagai Terlapor X
- PT Mikie Oleo Nabati Industri sebagai Terlapor XI
- PT Musim Mas sebagai Terlapor XII
- PT Sukajadi Sawit Mekar sebagai Terlapor XIII
- PT Pacific Medan Industri sebagai Terlapor XIV
- PT Permata Hijau Palm Oleo sebagai Terlapor XV
- PT Permata Hijau Sawit sebagai Terlapor XVI
- PT Primus Sanus Cooking Oil Industrial sebagai Terlapor XVII
- PT Salim Ivomas Pratama, Tbk sebagai Terlapor XVIII
- PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT Smart Tbk) sebagai Terlapor XIX
- PT Budi Nabati Perkasa sebagai Terlapor XX
- PT Tunas Baru Lampung, Tbk sebagai Terlapor XXI
- PT Multi Nabati Sulawesi sebagai Terlapor XXII
- PT Multimas Nabati Asahan sebagai Terlapor XXIII
- PT Sinar Alam Permai sebagai Terlapor XXIV
- PT Wilmar Cahaya Indonesia, Tbk sebagai Terlapor XXV
- PT Wilmar Nabati Indonesia sebagai Terlapor XXVI
- PT Karyaindah Alam Sejahtera sebagai Terlapor XXVII.
Advertisement