Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 7 perusahaan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebanyak 7 Perusahaan tersebut terbukti melakukan pembatasan peredaran atau penjualan minyak goreng.
Hal tersebut adalah hasil Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Baca Juga
Atas pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada 7 perusahaan tersebut, dengan total denda yang mencapai Rp 71,28 miliar.
Advertisement
Sebagai informasi, kasus ini merupakan insiatif KPPU yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 oleh para Terlapor pada periode bulan Oktober 2021 sampai dengan bulan Desember 2021, dan periode bulan Maret 2022 sampai dengan bulan Mei 2022.
Para Terlapor juga diduga melakukan pelanggaran Pasal 19 huruf c UU Nomor 5 Tahun 1999 pada periode bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Mei 2022 dalam penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia.
Kasus bergulir hingga proses Pemeriksaan oleh Majelis Komisi. Pemeriksaan Pendahuluan atas perkara ini dilakukan Majelis Komisi sejak tanggal 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan hingga tanggal 4 April 2023.
Dalam Putusannya, Majelis Komisi menjelaskan bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia.
Struktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar tinggi (yakni dengan konsentrasi rasio empat grup pelaku usaha sebesar 71,52%), memiliki produk yang homogen dan berbagai hambatan masuk pasar.
Ini mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar termasuk potensi terjadinya penetapan harga minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para Terlapor.
Temuan Persidangan
Dalam persidangan, Majelis Komisi menemukan bahwa berdasarkan rasio input dan output di sektor tersebut, pada periode pelanggaran lebih besar daripada rasio sebelum periode pelanggaran.
Ini menunjukan bahwa kenaikan harga pada periode pelanggaran terjadi akibat adanya kenaikan harga input, sehingga margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil. Dengan demikian para Terlapor dapat disimpulkan tidak melakukan penetapan harga untuk minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan.
Majelis Komisi juga menemukan bahwa para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.
Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET.
Advertisement
Daftar 7 Perusahaan
Majelis Komisi memutuskan bahwa 7 (tujuh) Terlapor, yakni Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c (terkait pembatasan peredaran/penjualan barang).
Atas pelanggaran di atas, KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada 7 (tujuh) Terlapor tersebut, dengan total denda yang mencapai Rp71.280.000.000 (tujuh puluh satu miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah).
Berikut ini rincian 7 perusahaan yang dikenai denda Rp 71 miliar:
- PT Asianagro Agungjaya sebagai Terlapor I
- PT Batara Elok Semesta Terpadu sebagai Terlapor II
- PT Incasi Raya sebagai Terlapor V
- PT Salim Ivomas Pratama, Tbk sebagai Terlapor XVIII
- PT Budi Nabati Perkasa sebagai Terlapor XX
- PT Multimas Nabati Asahan sebagai Terlapor XXIII
- PT Sinar Alam Permai sebagai Terlapor XXIV.