Sukses

Akhirnya, Biden dan McCarthy Sepakat Naikkan Plafon Utang demi Cegah AS Bangkrut

Biden menggambarkan kesepakatan plafon utang sebagai kompromi yang baik untuk AS.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat Joe Biden Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy telah sepakat untuk menaikkan plafon utang AS dan mencegah gagal bayar default.

Melansir BBC, Senin (29/5/2023) Biden menggambarkan kesepakatan itu sebagai kompromi yang baik untuk Amerika Serikat "karena mencegah apa yang bisa menjadi bencana default dan akan menyebabkan resesi ekonomi, rekening pensiun terdampak, dan jutaan pekerjaan hilang".

Adapun McCarthy, yang pada bagiannya mengatakan bahwa kesepakatan ini akan menandai "pengurangan yang bersejarah, reformasi konsekuensial yang akan mengangkat orang keluar dari kemiskinan ke dalam angkatan kerja".

"Tidak ada pajak baru, tidak ada program pemerintah baru," ungkapnya.

McCarthy menambahkan bahwa dia berencana untuk menyelesaikan penulisan RUU terkait plafon utang, sebelum melakukan pemungutan suara di Kongres pada 31 Mei mendatang.

Seperti diketahui, kesepakatan menaikkan plafon utang terjadi setelah negosiasi yang sengit antara Biden dan McCarthy berlangsung selama beberapa pekan, yang sekarang masih menanti persetujuan dari Kongres.

Departemen Keuangan juga memperbarui masa tenggat waktu plafon utang AS menjadi 5 Juni.

Kesepakatan Tentatif Plafon Utang

Rincian mengenai kesepakatan tentatif plafon utang antara Biden dan McCarthy belum dirilis secara resmi, tetapi kantor berita CBSmelaporkan bahwa pengeluaran pemerintah non-pertahanan akan tetap datar selama dua tahun ke depan dan kemudian meningkat sebesar 1 persen pada tahun 2025.

Default atau gagal bayar berisiko menjatuhkan ekonomi AS dan mengganggu pasar global.

Di AS, efek langsungnya adalah pemerintah kehabisan dana untuk membayar tunjangan kesejahteraan dan program pendukung lainnya untuk masyarakat.

Dalam jangka waktu yang lama, krisis utang akan menyebabkan ekonomi AS jatuh ke dalam resesi - dan ini akan mengakibatkan meningkatnya pengangguran.

Resesi AS juga bisa berdampak besar bagi banyak negara, di mana AS adalah mitra dagang utama.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Presiden AS Joe Biden: AS Tak Akan Bangkrut

Diwartakan sebelumnya, bahwa Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan AS akan menghindari gagal bayar atau default, meski anggota parlemen mengambil jeda 10 hari tanpa kesepakatan untuk menaikkan batas pinjaman negara untuk tetap membayar tagihan.

"Tidak akan ada default," ujar Joe Biden di Gedung Putih, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (26/5/2023).

Biden menambahkan, bahwa negosiasinya dengan Ketua Partai Republik Kevin McCarthy, yang memimpin mayoritas tipis di DPR AS berlangsung produktif.

Seperti diketahui, AS memiliki tenggat waktu selama sepekan hingga 1 Juni untuk melunasi utangnya atau menaikkan plafon utang.

Dengan plafon utang AS yang telah mencapai ambang batas USD 31,4 triliun, Partai Republik meminta pemotongan pengeluaran hingga USD 130 miliar, dibatasi hingga level 2022.

Mereka juga mendorong persyaratan kerja yang diperketat untuk penuntut tunjangan dan pencabutan dana bantuan pandemi yang tidak terpakai.

Sementara itu, Demokrat menolak usulan pemotongan itu dan meminta Partai Republik menandatangani kenaikan batas utang tanpa ikatan, seperti yang telah mereka lakukan puluhan kali di masa lalu.

McCarthy mengatakan anggota parlemen akan mendapat pemberitahuan 24 jam jika mereka diminta untuk kembali melakukan pemungutan suara selama reses, dengan negosiator yang mewakili Partai Republik dan Gedung Putih dilaporkan menutup kesenjangan perbedaan mereka.

"Kami tahu di mana perbedaan kami, dan kami akan terus berdiskusi di meja untuk mencoba menyelesaikan masalah ini," kata McCarthy.

3 dari 4 halaman

Beda Dengan AS, Intip Cara Denmark Kelola Utang

Amerika Serikat (AS) berisiko mengalami default untuk pertama kalinya, jika Kongres tidak dapat memecahkan kebuntuan plafon utang hingga 1 Juni mendatang.

Hal ini dikhawatirkan menimbulkan konsekuensi ekonomi yang serius, termasuk resesi, kehilangan pekerjaan massal, dan runtuhnya pasar saham global.

Plafon utang AS sendiri telah dinaikkan sebanyak 78 kali sejak tahun 1960, terakhir naik USD 2,5 triliun pada Desember 2021 menjadi USD 31,381 triliun.

Melansir CNBC Intenational, Kamis (25/4/2023) sementara pagu utang AS. membatasi pinjaman pemerintah pada angka tertentu, sejumlah negara lain menetapkan batas utang sebagai persentase dari PDB.

Misalnya, negara-negara yang merupakan bagian dari Uni Eropa, di bawah aturan yang ditetapkan dalam Perjanjian Maastricht, sepakat mempertahankan utang publiknya di bawah 60 persen dari PDB dan mempertahankan defisit anggaran tahunan kurang dari 3 persen.

Denmark menjadi satu-satunya negara di dunia dengan batas utang yang ditetapkan pada angka nominal tetap, namun tidak pernah menghasilkan gejolak politik dan ekonomi. Bahkan, jarang dibicarakan.

Profesor ekonomi di University of Copenhagen, Laura Sunder-Plassmann menjelaskan bahwa hal ini sebagian besar karena plafon utang Denmark dirancang untuk menjadi ketentuan konstitusional sintetik dan ditetapkan sangat tinggi, sehingga tidak akan pernah menjadi "alat tawar-menawar politik" karena kebutuhan pinjaman pemerintah berulang kali bertentangan dengannya.

Dia juga menjelaskan bahwa politik di Denmark kurang terpolarisasi secara politis, dengan dua partai besar dan selusin atau lebih kecil tetapi bukan partai yang tidak signifikan terwakili di parlemen.

"Meskipun pasti ada argumen yang harus dibuat untuk aturan fiskal, sebagian besar negara maju telah memilih batasan yang tidak mengikat pada rasio utang terhadap PDB (dan defisit) daripada jumlah nominal, yang meskipun mungkin tidak sempurna setidaknya menghindari perdebatan yang seperti kita lihat di A.S," beber Sunder-Plassmann dalam sebuah pesan email. 

4 dari 4 halaman

Sekilas Tentang Pengelolaan Utang Denmark

Plafon utang Denmark, atau yang dikenal sebagai "gældsloft", diterapkan sebagai persyaratan konstitusional pada tahun 1993 setelah restrukturisasi pemerintah negara tersebut, dan ditetapkan sebesar 950 miliar kroner Denmark (USD 137,5 miliar).

Politisi Denmark menganggap batas utang tersebut lebih sebagai formalitas sintetik, sebagian besar untuk meyakinkan parlemen dan publik bahwa pemerintah tidak boleh lengah.

Denmark secara historis mempertahankan posisi fiskal yang kuat, tetapi mengalami defisit yang signifikan setelah krisis keuangan tahun 2008, mendorong plafon utang dinaikkan pada tahun 2010 menjadi 2 triliun kroner Denmark.

Ini adalah batas yang besar dan kuat untuk negara kecil berpenduduk sekitar 6 juta orang, dengan utang nasional hanya 323 miliar kroner pada akhir tahun 2022, menurut Bank Nasional Denmark.

Denmark menjalankan surplus anggaran dan telah melihat utangnya turun secara substansial selama dekade terakhir.

Utang nasional terhadap PDB terus menurun hingga lonjakan pada tahun 2020 yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan turun lagi menjadi lebih dari 30 persen PDB pada akhir tahun 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini