Sukses

Arti Kemenangan Presiden Recep Tayyip Erdogan bagi Turki dan Dunia

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali hadir sebagai pemenang dalam pemilihan presiden melawan penantang oposisi Kemal Kilicdaroglu pada Minggu, 28 Mei 2023. Apa dampak kemenangan Erdogan itu?

Liputan6.com, Jakarta - Era Erdogan terus hidup. Hal ini dipastikan pada Minggu, 28 Mei 2023 setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali hadir sebagai pemenang dalam pemilihan presiden Turki melawan penantang oposisi Kemal Kilicdaroglu.

Dikutip dari Time, Senin (29/5/2023), Erdogan berhasil bertahan dari satu ujian terbesar bagi kepemimpinannya adalah hal yang luar biasa mengingat keadaan ekonomi Turki dan kemarahan publik yang berkepanjangan atas respons pemerintah terhadap gempa bumi dahsyat pada Februari 2023 yang menewaskan sedikitnya 50.000 orang. Apa arti kemenangan Recep Tayyip Erdogan bagi masa depan Turki, serta dunia yang lebih luas, adalah pertanyaan yang ada di benak banyak orang.

Peneliti Chatham House, Galip Dalay menuturkan, bagi Turki, masa jabatan ketiga dan terakhir Erdogan akan berarti kelanjutan hari ini.

Di bawah Erdogan yang pertama kali berkuasa sebagai Perdana Menteri Turki pada 2003, peran yang dijalani selama 11 sebelum menjadi presiden pada 2014, negara tersebut telah mundur ke arah otoritanianisme.

Menurut Insititut V-Dem Swedia, Erdogan dinilai telah konsolidasikan kekuasaan melalui perubahan konstitusional, mengikis institusi demokrasi negara termasuk peradilan dan media.

Bahkan memenjarakan lawan dan kritikus, banyak dari mereka adalah jurnalis. Institut V-Dem Swedia menyebutkan, usaha Erdogan telah membuat Turki menjadi salah satu dari 10 negara otokratis teratas dunia.

Pada 2018, Freedom House menurunkan status negara dari “sebagian bebas” menjadi tidak bebas. Dengan lima tahun lagi memimpin, kecil kemungkinan Erdogan akan memilih untuk mengubah agenda domestiknya. Jika ada, dia kemungkinan akan melangkah lebih jauh.

2 dari 4 halaman

Dampak Kemenangan Erdogan Tak Hanya Berdampak ke Turki

“Ketika para otokrat menghadapi konteks domestik yang tidak stabil. Mereka melipatgandakan represi,” ujar Penulis Erdogan War: A Strongman’s Struggle at Home and in Syria, Gonul Tol.

Selain itu, Tol menilai, Erdogan dapat dengan masuk akal tunduk pada tekanan untuk kembali ke kebijakan ekonomi yang lebih ortodoks untuk memulihkan stabilitas keuangan di negara tersebut. Tol menuturkan, Erdogan tidak mungkin mengalah ketika memulihkan kredibilitas demokrasi negara itu.

“Kami telah sampai pada titik di mana dia merusak hak dan institusi sedemikian rupa sehingga kami tidak dapat lagi menyebut Turki sebagai negara demokrasi,” ujar dia.

Pemilu Turki meski seolah-olah bebas dan kompetitif, tetapi tetap saja tidak adil. “Kami sampai pada titik di mana Turki akan berubah menjadi negara di mana pemilu mungkin tidak penting,” ujar dia.

Dampak dari kemenangan Erdogan tidak hanya terbatas pada Turki. Ini akan memiliki konsekuensi internasional yang besar, paling tidak untuk NATO. Tidak seperti anggota aliansi lainnya, Turki telah berusaha keras untuk menjalin hubungan dekat dengan Rusia. Pada 2017, Ankara secara kontroversial setuju membeli sistem pertahanan rudal S-400 dari Moskow.

3 dari 4 halaman

Bisnis dengan Rusia

Sementara sebagian besar negara lain telah beri sanksi kepada Rusia setelah invasi besar-besaran ke Ukraina, Turki terus melakukan bisnis dengan Moskow.

Saat wawancara dengan CNN, Erdogan menggembar-gemborkan “hubungan khususnya” dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan menegaskan kembali satu-satunya penentangan Turki terhadap Swedia yang bergabung dengan NATO.

“Selama lima tahun ke depan, Anda akan melihat penguatan hubungan (Erdogan-Putin) itu lebih jauh,” ujar Tol.

Ia memakai aksesi Swedia dan Finlandia ke NATO sebagai kartu truf untuk mendapatkan konsesi dari dunia barat. Ia memiliki banyak cara, sehingga mencoba memeras lebih jauh.

Namun, sebagian besar analis prediksi Erdogan pada akhirnya akan menyetujui keanggotaan Swedia, jika tidak sebelum KTT Vilnius NATO yang akan datang pada Juli, dan kemungkinan akhir tahun.

“Erdogan menghargai kehadiran Turki di NATO karena menurutnya, hal itu memberinya pengaruh lebih jauh dalam urusan internasional,” ujar Dalay.

Erdogan telah berusaha menggambarkan Turki sebagai mediator diplomatik yang berharga antara Rusia dan Barat, serta telah mendorong untuk mengadakan pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina, sama seperti membantu menengahi kesepakatan ekspor biji-bijian utama antara negara yang bertikati tahun lalu.

4 dari 4 halaman

Konsekuensi terhadap Pengungsi

Selain itu, kemenangan Erdogan juga dapat memiliki konsekuensi yang menentukan bagi sekitar 3,6 juta pengungsi Suriah di Turki.

Sementara Erdogan tidak bertindak sejauh Kilicdaroglu dalam bersumpah untuk mengusir semua pengungsi dari negara tersebut, langkah yang terakhir dilakukan setelah pemungutan suara putaran pertama, dalam upaya nyata untuk menggerogoti dukungan saingannya di kalangan nasionalis. Erdogan mencatat pemerintahnya berencana membangun ratusan ribu rumah di Suriah Utara akan fasilitas kepulangan sukarela mereka.

Banyak hal yang akan bergantung pada bagaimana Erdogan memilih untuk definisikan masa jabatan terakhirnya dan selanjutnya warisannya sendiri, banyak juga yang akan bergantung pada bagaimana dunia memilih untuk menanggapi kemenangannya, terutama Barat.

Dalam pertarungan global antara demokrasi dan otoritarianisme, Turki dianggap berada di kubu yang terakhir, bersama dengan negara-negara yang mengalami kemunduran yakni Hungaria, India dan Brasil.

“Apakah Barat siap hadapi Turki yang lebih otoriter? Atau apakah mereka akan mempertahankan hubungan transaksional ini dan berkata, selama Erdogan menahan pengungsi Suriah di Turki, kami dapat bekerja dengannya, kami dapat mentolerirnya,” ujar Gonul.