Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu isi dari aturan ini adalah memperbolehkan ekspor pasir laut.
Dikutip dari aturan tersebut, Senin (29/5/2023), aturan ini dirilis sebagai upaya pemerintah dalam bertanggung jawab untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2O14 tentang Kelautan.
Baca Juga
Lipuptan6.com merangkum ada beberapa fakta menarik yang perlu diketahui mengenai kebijakan baru Presiden Jokowi ini. Apa saja?
Advertisement
1. Alasan Jokowi: Untuk Meningkatkan Kesehatan Laut
Aturan ini dibuat dengan asalan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sehingga meningkatkan kesehatan laut.
Aturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 2023 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 15 Mei 2023 oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
2. Dapat Digunakan untuk 4 Hal
Menarik, dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 ini, hasil sedimen di laut dapat dimanfaatkan untuk empat hal. Sedimen laut tersebut didefinisikan sebagai pasir laut dan atau material sedimen lain berupa lumpur.
Rinciannya adalah:
- Reklamasi di dalam negeri;
- Pembangunan infrastruktur pemerintah;
- Pembangunan prasarana oleh pelaku usaha; dan/atau
- Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meski pasir laut diperbolehkan diekspor, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pelaku usaha. Misalnya perizinan, syarat penambangan pasir laut, hingga ketentuan ekspor karena menyangkut bea keluar.
3. Dilarang Sejak 2003
Pemerintah sebelumnya sudah melarang total ekspor pasir laut sejak 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dituliskan dalam Surat Keputusan yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Sumarno pada 28 Februari 2003 disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut.
4. Ditentang Susi Pudjiastuti
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti meminta kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk membatalkan keputusan yang memperbolehkan ekspor pasir laut. Alasannya, penambahan pasir laut akan menimpulkan kerugian yang sangat besar untuk lingkungan.
Menurutnya, Kerugian lingkungan dari aturan ini akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan manfaatnya.
"Semoga keputusan ini dibatalkan,"tulis Susi Pudjiastuti dikutip dari akun resmi twitter @susipudjiastuti, Senin (29/5/2023).
"Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dg penambangan pasir laut," tambah Susi Pudjiastuti.
5. Pulau-Pulau Kecil Bakal Hilang
Kelompok Nelayan Laut Biru, komunitas nelayan di Batam, turut angkat bicara dan merasa keberatan atas keluarnya PP tersebut.
"Jika peraturan tersebut berdampak terhadap ekosistem laut dan merusak lingkungan, kami merasa keberatan," kata Idris Ketua kelompok Nelayan Laut Biru, ke Kepri, Saat pelepasan Ribuan Ikan Nemo, di Pantai Sekilak, Kampung Melayu Batu Besar.
Namun demikian, pengambilan pasir laut secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan ekspor pasir laut di Provinsi Kepulauan Riau.
Jokowi Izinkan Ekspor Pasir Laut, Nelayan di Kepri Waswas Ikan dan Pulau-Pulau Kecil Akan Hilang
Dibukanya keran ekspor pasir laut oleh Presiden Joko Widodo setelah puluhan tahun dilarang membuat para nelayan dan warga yang ada di Kepulauan Riau was-was. Betapa tidak, pasir laut mereka sejak lama sudah dikeruk untuk dijadikan daratan di Singapura. Bagaimana nasib ekosistem laut dan pulau-pulau kecil jika pasir laut mereka terus dikeruk.
Pemerintah RI menghentikan larangan ekspor pasir laut pada 2003 namun kini kembali dibuka kembali melalui Peraturan Perintah (PP) No 36 2023, tentang Ekspor Pasir Laut.
Terkait hal itu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Riau menanggapi dingin. Di satu sisi HNSI menilai ekspor pasir laut menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun di sisi lain perlu ditimbang juga dampak kerusakan lingkungan dan hilangnya pulau-pulau kecil.
"Saya setuju (ekspor pasir laut) dengan syarat, jika cara penanganan dampak lingkungannya sesuai kemauan masyarakat nelayan dan sesuai kajian akademis," kata Eko Fitriandi, Wakil ketua HNSI Kepri kepada Liputan6.com, Senin (29/5/2023).
Eko mengatakan, sebelum pemerintah membolehkan lagi ekspor pasir laut, seharusnya perlu ada kajian ulang terhadap kebijakan tersebut. Terutama nasib nelayan dan pulau-pulau kecil. Ada sosialisasi dengan mengajak masyarakat, dan menampung aspirasi mereka.
Menurut Eko, jika lokasi pasir laut yang diambil bukan zona penangkapan ikan, mungkin akan minim masalah yang timbul. Namun jika kegiatan tersebut bersinggungan dengan zona tangkap nelayan, maka zona tersebut akan rusak yang mengakibatkan ikan yang biasanya ada di situ akan pergi. Sehingga nelayan akan kesulitan mencari ikan.
Advertisement
Nelayan Keberatan
Sementara itu, Kelompok Nelayan Laut Biru, komunitas nelayan di Batam, turut angkat bicara dan merasa keberatan atas keluarnya PP tersebut.
"Jika peraturan tersebut berdampak terhadap ekosistem laut dan merusak lingkungan, kami merasa keberatan," kata Idris Ketua kelompok Nelayan Laut Biru, ke Kepri, Saat pelepasan Ribuan Ikan Nemo, di Pantai Sekilak, Kampung Melayu Batu Besar.
Namun demikian, pengambilan pasir laut secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan ekspor pasir laut di Provinsi Kepulauan Riau.
Salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif ekspor pasir laut adalah dengan melakukan pengolahan dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dalam proses ekspor dan pengambilan pasir laut.
Selain itu, dapat dilakukan juga upaya pengembangan alternatif ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat sehingga tidak tergantung pada ekspor pasir laut saja.