Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi menyatakan, Kementerian Pertanian tengah mencari jalan keluar untuk merespons tidak terkendalinya harga telur ayam. Saat ini harga telur ayam di berbagai daerah masih bertengger di atas Rp 30 ribu per kilogram.
"Kami terus mencari jalan keluarnya supaya ada winwin solution dari hulu ke hilir," kata Harvick saat kunjungan kerja ke Kantor Balai Pengujian Standar Instrumen Unggas dan Aneka Ternak di Ciawi, Bogor, Rabu (31/5/2023).
Baca Juga
Menurutnya, tingginya harga telur ayam dalam beberapa bulan terakhir ini salah satunya dipicu akibat kenaikan harga pakan ayam.
Advertisement
"Jadi mulai petani jagung (baha pakan ternak), peternak ayam petelur sampai masyarakat tidak ada yang dirugikan," ucapnya.
Dia berharap dalam waktu dekat ini pihaknya sudah mendapat solusi yang jitu untuk meredam harga telur ayam yang semakin tak terkendali di pasaran.
"Kita tunggu dan sama-sama kita kawal, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini sudah ada jalan keluarnya," kata dia.
Di sisi lain, Kementan juga tengah mencari cara untuk meningkatkan produksi daging ayam dalam negeri, menyusul permintaan ekspor terhadap pangan hewani cukup tinggi.
"Banyak sekali kesempatan yang lebih kita ciptakan lagi utamanya permintaan internasional ini tinggi sekali. Tapi belum bisa kita cukupi karena masih banyak kendala. Tapi kita cari cara sesuai arahan Pak Presiden," pungkasnya.
Satgas Pangan Polri Ungkap Penyebab Harga Telur Ayam Meroket, Ini Hasil Temuannya
Satgas Pangan Polri mengidentifikasi penyebab kenaikan harga telur ayam ras di sejumlah pasar berdasarkan hasil pemantauan di beberapa wilayah.
"Ada beberapa penyebab meningkatnya harga telur ayam ras," kata Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Whisnu Hermawan dilansir dari Antara, Senin (22/5/2023).
Penyebab pertama, kata Whisnu, kenaikan harga telur disebabkan adanya kelangkaan bahan baku pakan ternak, khususnya ayam petelur. Kondisi itu menyebabkan harga pakan ayam yang tinggi mencapai Rp 8.500 sampai Rp 8.700 per kilogram.
Menurut Whisnu, tingginya harga pakan merupakan refleksi dari harga bahan baku pakan, sehingga tidak semua peternak ayam petelur dapat membeli pakan ternak.
"Sebagian peternak ayam petelur memilih untuk tutup dan peternak ayam petelur yang sanggup membeli pakan akan menaikkan biaya produksinya," jelasnya.
Kedua, biaya transportasi atau angkutan distribusi telur dari daerah penghasil telur ke daerah yang belum memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan telur cukup mahal.
"Beberapa daerah belum bisa mencukupi kebutuhan telur ayam ras di daerahnya, sehingga masih supply dari daerah lain," tambahnya.
Ketiga, permintaan kebutuhan masyarakat akan telur ayam ras cukup tinggi, salah satunya untuk program pencegahan stunting yang dilakukan Pemerintah.
"Adanya bantuan sosial dan kebijakan dari Badan Pangan terkait stunting," katanya.
Advertisement
Realisasi Importasi Bahan Baku Pakan Ternak
Satgas Pangan Polri terus berupaya mencari solusi untuk mengendalikan harga serta ketersediaan telur ayam ras di masyarakat.
Solusi tersebut antara lain berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan instansi terkait untuk mempercepat realisasi importasi bahan baku pakan ternak karena terbatasnya stok dalam negeri.
"Satgas Pangan turun langsung ke para distributor dan sentra pasar untuk mengecek stabilitas harga dalam rangka menjaga kestabilan bahan pakan ternak, terutama jagung dan bahan pakan yang berasal dari impor," jelasnya.
Kemudian, Satgas Pangan Polri juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memastikan kelancaran distribusi transportasi atau angkut terhadap bahan pakan ternak ke peternakan dan peternak ayam petelur ke konsumen.
"Satgas Pangan berupaya memangkas rantai distribusi yang bertujuan untuk mengurangi margin harga, sehingga harga di tingkat konsumen stabil sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah," ujar Whisnu.