Liputan6.com, Jakarta - Standar kemiskinan ekstrem yang dipatok dalam Sustainable Development Goals (SDGs) global dengan Pemerintah Indonesia berbeda. Jika mengacu pada standar dunia atau global, jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori kemiskinan ekstrem akan membludak.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, Pemerintah Indonesia saat ini masih harus menghadapi persoalan standar angka miskin ekstrem.
Baca Juga
Indonesia membuat batasan masyarakat miskin ekstrem dengan angka USD 1,9 purchasing power parity (PPP). Namun, batasan kemiskinan ekstrem berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) atau secara global USD 2,15 PPP.
Advertisement
“Satu PR (pekerjaan rumah) yang sedang dihadapi kita ini metode penghitungan kemiskinan ekstrem,” kata Suharso dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2023).
Suharso menuturkan, jika Pemerintah menggunakan standar global, maka jumlah penduduk Indonesia yang berada dalam kategori miskin ekstrim meningkat menjadi 6,7 juta jiwa. Sehingga setiap tahun pemerintah harus menurunkan angka kemiskinan hingga 3,35 juta per tahun demi mencapai target pengentasan kemiskinan di 2024.
Sementara itu, jika menggunakan standar yang dibuat pemerintah, angka kemiskinan yang harus dituntaskan pada tahun 2024 yakni 5,8 juta. Sehingga per tahun targetnya 2,29 juta jiwa harus keluar dari kategori miskin ekstrem.
Adapun cara yang digunakan pemerintah yakni dengan pendekatan multi dimensi. Salah satunya dengan memberikan bantuan sosial. Meski begitu dia mengakui pendekatan yang dilakukan ini masih belum optimal untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.
“Sebagian besar masih punya persoalan di penerima manfaat yang semestinya,” kata dia.
Perlindungan Sosial
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran perlindungan sosial dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 sebesar Rp503,7 triliun - Rp546,9 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk penghapusan kemiskinan ekstrem dalam program PKH, Kartu Sembako dan BLT Desa.
“Angka sebelum 2024 di Rp470 triliunan, jadi ini ada kenaikan untuk perlinsos untuk menangani kemiskinan ekstrim,” kata Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.
Dana tersebut juga akan digunakan untuk penguatan perlindungan sosial sepanjang hayat dalam mengantisipasi aging population melalui integrasi program.
Kemudian untuk penguatan graduasi dari kemiskinan pada program sentra kreasi atensi sebagai wadah kegiatan kewirausahaan. Mendorong perlindungan sosial adaptif melalui protokol perlindungan sosial di masa krisis bencana.
Bank Dunia Yakin Indonesia Bisa Wujudkan Kemiskinan Ekstrem 0 Persen di 2024
Sebelumnya, Bank Dunia meluncurkan laporan terbaru mengenai situasi kemiskinan di Indonesia, Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security.
Dalam acara peluncuran laporan terbaru Bank Dunia pada Selasa (9/5) di Jakarta, Country Director World Bank Indonesia, Satu Kahkonen memuji kemajuan yang dicapai Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan.
Dengan tingkat kemiskinan ekstrim di Indonesia yang berkurang sebesar 1,5 persen pada 2022 lalu, Kahkonen meyakini, target nol persen kemiskinan ekstrim di tahun 2024 dapat tercapai.
“Ini adalah pencapaian yang mengesankan. Dan saya ingin mengucapkan selamat kepada Indonesia dan Pemerintah Indonesia atas pencapaian yang luar biasa ini,” ujarnya.
Bank Dunia melihat, Indonesia dapat menggunakan rekam jejak pengentasan kemiskinannya yang impresif untuk meraih sasaran sasaran pengentasan kemiskinan yang lebin ambisius.
"Indonesia kini dapat memfokuskan berbagai upayanya untuk meningkatkan taraf hidup lebin banyak penduduknya, termasuk rumah tangga yang rentan dengan menciptakan peluang yang lebih baik dan melindungi rakyat dari kemiskinan," kata Bank Dunia dalam keterangan terpisah, dikutip Selasa (9/5/2023)
Selain itu, terlepas dari peningkatan tajam yang terjadi antara tahun 2002 hingga 2010, ketidaksetaraan mengalami stagnasi dan mengalami penurunan antara tahun 2014 hingga 2019, ungkap Badan keuangan internasional itu.
Bank Dunia juga mencatat, investasi yang berpihak kepada rakyat miskin masih terbatas, karena penerimaan negara yang rendah diringi subsidi yang berbiaya tinggi.
"Indonesia perlu meningkatkan perlindungan sosialnya, termasuk di dalamnya bantuan sosial dan asuransi, serta inklusi finansial seraya melakukan investasi berketahanan pada infrastruktur untuk memitigasi dampak guncangan di masa mendatang," jelas Kahkonen.
Kahkonen menyebut, "Indonesia memiliki banyak pilihan bagus dalam sistem yang digunakannya saat ini untuk meningkatkan pendanaan bag investasi yang lebih berpihak kepada rakyat miskin".
Advertisement
Cuaca Jadi Penyebab Guncangan Ekonomi
Laporan terbaru Bank Dunia merekomendasikan agar penerapan kebijakan dengan sasaran spesifik dapat membuka peluang bagi lebih banyak perempuan untuk masuk ke dalam angkatan kerja dan berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB negara.
Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi peningkatan kualitas dan keterjangkauan fasilitas pengasuhan anak, serta pemanfaatan ekonomi digital yang terus berkembang untuk membuka banyak kesempatan dan meningkatkan pendapatan.
Selain itu, laporan Bank Dunia juga membahas bagaimana kondisi terkait cuaca di Indonesia kerap menjadi penyebab guncangan ekonomi.
Perubahan iklim global menyebabkan menurunnya hasil panen akibat perubahan curah hujan, suhu, dan kejadian cuaca ekstrem, ungkap Bank Dunia.
Adapun pembahasan mengenai pentingnya berinvestasi pada infrastruktur yang berketahanan maupun pada produksi pertanian ramah iklim, untuk mengurangi dampak merugikan dari bencana alam dan meredam dampak guncangan, terutama bagi rakyat miskin serta kalangan ekonomi lemah.
Laporan Indonesia Poverty Assessment juga mencakup beberapa rekomendasi terkait peningkatan kapasitas administratif daerah untuk meningkatkan kualitas pembelanjaan, penyelenggaraan layanan, serta modal manusia, seraya memperkecil dampak perbedaan geografis antar daerah.