Sukses

Bocoran Terbaru Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap kabar terbaru penerapan Pajak Karbon di Indonesia. Menyusul upaya menekan emisi karbon dari berbagai sektor di dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap kabar terbaru penerapan Pajak Karbon di Indonesia. Menyusul upaya menekan emisi karbon dari berbagai sektor di dalam negeri.

Sri Mulyani bilang, pemungutan pajak untuk emisi karbon merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan pendapatan negara sembari melakukan transformasi. Namun, dia belum mengungkap kapan waktu pasti pemungutan pajak ini akan dilakukan.

"Dari sisi Pajak Karbon, yang sudah diperkenalkan dalam UU No 6 2021 melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kita telah mengamanatkan tarif pajak karbon minimal Rp 30 per kilogram CO2 equivalent. Penerapan pajak karbon ini akan dilakukan juga secara berthaap dan hati-hati," kata dia dalam Bisnis Indonesia Green Forum 2023, Selasa (6/6/2023).

"Artinya dampak positifnya diinginkan namun dampak negatif dari setiap instrumen juga diperhatikan, sehingga perekonomian Indonesia mampu terus berlanjut dari sisi pertumbuhan stabilitas namun juga mampu melakukan transformasi," sambungnya.

Melalui penetapan tarif pajak karbon ini, dia berharap mampu mengembangkan mekanisme pembiayaan yang inovatif. Misalnya bagaimana pasar bereaksi sejalan dengan mulai berlakunya pasar karbon, kendati tak sebatas pada bursa karbon.

Diketahui, bursa karbon sendiri direncanakan meluncur pada September 2023 mendatang. Namun, hal ini disebut tak akan berbarengan dengan pemungutan pajak karbon. "Oleh karena itu pemerintah terus berinovasi untuk mengakselerasi dan develop, membangun dan mengembangkan carbon market ini sehingga dia makin dikenal oleh pelaku ekonomi, makin bisa dikelola transparan kredibel dan bisa berikan signaling secara market kepada pelaku ekonomi untuk terus berpartisipasi," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Siapkan Aturan

Diberitakan sebelumnya, Indonesia akan memulai perdagangan bursa karbon pada bulan September mendatang, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelesaikan pengurusan regulasinya pada Juni 2023.

Menjelang dimulainya perdagangan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pihaknya masih mempersiapkan aturan pajak bursa karbon.

"Masih kita lihat bersama-sama nanti," kata Sri Mulyani kepada wartawan di Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Menkeu menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam mempersiapkan aturan pajak bursa karbon, salah satunya adalah pergerakan ekonomi.

"Kita lihat nanti dari sisi ekonomi kita mungkin kalau momentum pemulihannya cukup robust dan kuat berarti cukup baik, dengan tetap waspada dengan lingkungan globa," bebernya.

"Di sisi lain komitmen climate change untuk bisa mengakselerasi kita juga melihat sebagai satu kebutuhan," lanjut Sri Mulyani.

Menkeu mengatakan, pemberlakuan pajak karbon nantinya akan turut berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk OJK.

"Seperti yang disampaikan sebelumnya ini tidak hanya sekedar menjadi sesuatu instrumen yang untuk penerimaan tapi lebih untuk program climate change," jelas Sri Mulyani.

" Seperti yang dikatakan oleh Pak Mahendra bahwa salah satu instrumen juga untuk memperkuat dari bursa karbon itu adalah pajak karbon dan nanti tarif mengenai karbonnya itu sendiri," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

99 PLTU Ikut Perdagangan Karbon

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap akan ada 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Skema yang dijalankan adalah emission trading system (ETS) yang sudah disusun sebelumnya. Bendahara Negara ini menyebut, perdagangan karbon jadi satu upaya untuk menurunkan tingkat emisi karbon, dengan dimulai dari sektor energi.

"Peraturan Menteri ESDM nomor 16/2022 sudah dikeluarkan untuk menetapkan hal itu. Pada tahun 2023 ini ada 99 PLTU berbasis coal yang berpotensi untuk mengikuti emission trading system atau ETS dimana total kapasitas dari PLTU tersebut adalah 33.565 MW," ujarnya dalam Bisnis Indonesia Green Forum 2023, Selasa (6/6/2023).

Sri Mulyani menilai, dengan porsi yang cukup besar ini akan berkontribusi pada upaya menurunkan emisi karbon kedepannya. Mengingat, sektor pembangkit listrik jadi salah satu target utama dalam menekan emisi karbon.

"Ini adalah kemajuan, karena berarti para PLTU ini memahami bahwa mereka menghasilkan energi yang dibutuhkan ekonomi dan masyarakat namun mereka juga menghasilkan CO2 yang memperburuk kondisi perubahan iklim dunia," kata dia.

"Oleh karena itu, secara bertahap untuk mampu memasukkan faktor CO2 ini adalah dengan mandatory carbon trading melalui emission trading system yang sudah ditetapkan pemerintah," sambungnya.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, upaya ini sejalan untuk mengejar target Nol Emisi Karbon atau Net Zero Emission di 2060 mendatang. Setelah diterapkan di sektor energi atau pembangkit listrik, baru perdagangan karbon selanjutnya akan menyasar sektor lain.

 

4 dari 4 halaman

Skema Perdagangan Karbon

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkap, 99 PLTU tadi akan melakukan perdagangan karbon secara tertutup. Artinya, transaksi dilakukan antar perusahaan PLTU.

Transaksi ini akan mengacu pada batas-batas emisi karbon yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Langkah ini dilakukan sambil menunggu bursa karbon untuk ditetapkan di Indonesia.

"Perdagangan karbon tersebut dilakukan secara langsung antara PLTU dimana mereka sudah ditetapkan berapa mandatory CO2 nya yang diperbolehkan," ungkapnya.

"Mereka melakukan transaksi dengan membuat atau berpartisipasi dalam aplikasi penghitungan dan pelaporan emisi ketenagalistriklah atau Apel Gatrik belum melalui bursa karbon yang akan di launch di capital msrket kita. Jadi ini adalah trading yang sifatnya tertutup antar para pelaku PLTU," kata Sri Mulyani menjelaskan.

Dia menegaskan saat ini sistem perdagangan karbon yang mandatory atau emission trading system baru diterapkan di sektor energi. Salah satu yang jadi perhatian adalah dampaknya terhadap ekonomi sosial masyarakat.

"Jangan lupa untuk melakukan transformasi energi ke hijau itu tidak semudah membalikkan tangan, meskipun tujuannya baik yaitu untuk meningkatkan perekonomian agar konsisten dengan komitmen, penurunan CO2 ini tetap harus dilakukan secara hati-hati karena sebuah perubahan pasti menimbulkan shock," bebernya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.