Sukses

Aturan Hampir Kelar, Nelayan Bisa Tangkap Ikan Berbasis Kuota Tahun Ini

KKP menegaskan, jika peraturan turunan Penangkapan Ikan Terukur telah selesai, Pemerintah akan langsung menerapkan kebijakan tersebut pada tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT) bisa selesai akhir Juni 2023.

Diketahui PP tersebut telah diundangkan pada 6 Maret 2023. Adapun salah satunya pengaturan teknis terkait kuota penangkapan ikan dan tata cara penghitungannya.

"(Peraturan menteri tentang PIT) on the way, Mudah-mudahan bulan ini selesai. Ya maksimal akhir bulan lah," kata Trenggono saat ditemui di kawasan Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (6/6/2023).

Disisi lain, jika peraturan turunan Penangkapan Ikan Terukur telah selesai, Pemerintah akan langsung menerapkan kebijakan tersebut pada tahun ini.

Maka, akan ada tiga jenis kuota yang diberikan izin oleh Pemerintah, diantaranya untuk pelaku usaha penangkap ikan, masyarakat lokal dan/atau pesisir sebagai nelayan, serta bukan untuk tujuan komersial (seperti hobi, penelitian, serta pendidikan dan pelatihan).

"(Berlaku) tahun ini juga, nanti kita pakai modelling," katanya.

 

2 dari 4 halaman

Perjalanan PP 2 Tahun

Sebelumnya, dilansir dari laman KKP, Menteri Trenggono mengungkapkan, perjalanan dari PP ini cukup panjang, sekitar dua tahun hingga akhirnya dapat diundangkan.

"Selanjutnya, kita perlu mengumpulkan masukan dan dukungan dari para stakeholder terkait, agar segera dapat memberikan dampak, manfaat untuk masyarakat," ujar Trenggono.

Kedepan, dia pun berharap dengan pengelolaan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengelolaan perikanan di Indonesia semakin baik.

3 dari 4 halaman

Ekspor Pasir Laut Ancam Ekonomi Nelayan dan Masyarakat Pesisir

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebutkan penambangan pasir laut berpotensi meningkatkan pencemaran pantai yang juga akan berdampak terhadap ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir.

Ketua DPP KNTI Bidang Advokasi dan Perlindungan Nelayan Misbachul Munir menuturkan, penambangan pasir laut secara ekologi dapat meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai, menurunkan kualitas perairan laut dan pesisir pantai berpotensi meningkatkan pencemaran pantai, dan menurunkan kualitas air luat dengan meningkatnya kekeruhan air laut.

Selain itu, penambangan pasir laut juga dapat merusak wilayah pemijahan ikan dan nursery ground, merusak ekosistem mangrove dan menganggu lahan pertambakan, mengubah pola arus laut yang sudah dipahami secara turun menurun oleh masyarakat pesisir dan nelayan, hingga kerentanan terhadap bencana di perkampungan nelayan.

"Kerusakan daya dukung ekologi akibat pemanfaatan/penambangan pasir laut akan mengakibatkan terganggunya ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir,” ujar Misbachul dikutip dari Antara, Rabu (31/5/2023).

Ia menambahkan terganggunya ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir itu antara lain menurunnya pendapatan nelayan, biaya operasional melaut yang makin tinggi, dan larangan akses dan melintas di areal penambangan pasir laut. “Hingga hilangnya lokasi penangkapan ikan bagi nelayan tertentu,” tutur dia.

Selain itu, KNTI juga melihat aturan baru terkait pengelolaan hasil sedimentasi di laut yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut merupakan upaya komersialisasi laut.

“Peraturan ini sesungguhnya menyembunyikan orientasi utama komersialisasi laut di balik kedok pelestarian lingkungan laut dan pesisir melalui pengelolaan hasil sedimentasi,” ujar Ketua Umum KNTI Dani Setiawan.

4 dari 4 halaman

PP Terbaru Dinilai Lebih Buruk

Dani menuturkan, beleid itu menegaskan kalau pemerintah mengalihkan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak asasi setiap warga negara Indonesia terhadap lingkungan yang baik dan sehat, terutama di wilayah laut dan pesisir. Hal ini sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) dan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi tanggung jawab sektor swasta dan pelaku usaha.

Ia menambahkan, peraturan itu juga dinilai lebih buruk dari Keputusan Presiden RI Nomor 33/2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut yang dibuat oleh Presiden Kelima Indonesia Megawati Soekarno Puteri untuk mengendalikan dampak negatif pemanfaatan pasir laut bagi lingkungan, nelayan dan pembudidaya ikan.

Selain itu, PP Nomor 26/2023 juga merupakan langkah mundur dalam pelestarian ekosistem pesisir dan laut dengan kembali izin usaha bagi penambangan pasir laut untuk tujuan komersial dan bahkan untuk ekspor.

Video Terkini