Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) berhasil mencatatkan pendapatan terbesar sepanjang sejarah yaitu mencapai USD 84,89 miliar atau setara Rp 1.263 triliun di tahun 2022. Pendapatan yang moncer Pertamina ini didukung oleh kegiatan digitalisasi terintegrasi dari hulu hingga hilir yang mampu menghasilkan cost optimization sampai USD 3,273 Juta selama periode 2021-2022.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, PT Pertamina (Persero) beserta seluruh anak usaha telah menerapkan digitalisasi. Hal ini memegang kunci pengelolaan secara terintegrasi.
Baca Juga
Pada periode 2022, dengan pemanfaatan teknologi, sektor hulu Pertamina mampu meningkatkan lifting migas sebesar 15 persen dan produksi migas hingga 8 persen.
Advertisement
“Kami memiliki sekitar 65 blok dengan 27 ribu sumur yang harus dimonitor setiap hari. Tidak mungkin kalau tidak dilakukan secara digitalisasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Nicke dalam keterangan tertulis, Rabu (7/6/2023).
Di lini bisnis pengolahan, Pertamina juga mampu meningkatkan kenaikan intake sebesar 6 persen dan yield valuable 2 persen. Dengan digitalisasi, dapat dilakukan predictive maintenance untuk mencegah unplanned shutdown dan pemeliharaan kilang makin optimal.
“Kami harus memastikan kilang beroperasi sesuai rencana. Dari database dan artificial intelligent kami dapat mengetahui jika ada kerusakan pada kilang,” ujarnya.
Di sektor hilir, khususnya digitalisasi SPBU Pertamina menerapkan minimum inventory stok BBM tanpa mengurangi ketersediaan produk BBM untuk masyarakat. Hal ini sangat membantu dalam pengelolaan keuangan.
“Sepanjang kami jaga dan monitor betul agar tidak terjadi kelangkaan, sehingga uang yang tersimpan dalam inventory dapat dikurangi. Kami atur betul inventory setiap SPBU seperti apa,” tambahnya.
Penyalahgunaan BBM dan LPG
Nicke menambahkan digitalisasi juga berhasil mengurangi losses dan penyalahgunaan BBM dan LPG bersubsidi. Dengan data, pihaknya dapat memitigasi terjadinya penyelewengan sehingga akan lebih mudah diatasi.
Digitalisasi, menurut Nicke, saat ini dapat mengubah operating model atau cara bekerja, yang akhirnya dapat memberikan value dalam bentuk cost optimization yang meliputi cost efficiency, cost avoidance, dan revenue enhancement.
“Tiga hal ini pada dua tahun terakhir, 2021 dan 2022, nilainya mencapai USD 3,27 miliar. Cost optimization ini menjadi penyumbang terbesar dari peningkatan kinerja Pertamina untuk tahun 2022,” katanya.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Advertisement
Pendapatan Pertamina Cetak Sejarah, Capai Rp 1.263 Triliun di 2022
PT Pertamina (Persero) berhasil mencatatkan pendapatan sebesar USD 84,89 miliar atau setara Rp 1.263 triliun di tahun 2022. Pendapatan Pertamina ini disebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah berdirinya perseroan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menerangkan, tahun 2022 ditutup secara cemerlang. Dari pendapatan sebesar itu, perseroan mampu mencatatkan laba sebesar USD 3,81 miliar atau setara Rp 56 triliun.
"Tahun 2022 bisa kita tutup dengan kinerja yang tertinggi sepanjang sejarah Pertamina. Kita bisa membukukan keuntungan 3,81 billion US Dollar, ekuivalen Rp 56 triliun, revenue meningkat 48 persen menjadi 85 billion US Dollar, jadi ini sekitar sepertiganya dari APBN. Ebitda juga mengalami peningkatan 47 persen," bebernya dan Media Briefing Capaian Kinerja Pertamina, di Grha Pertamina, Selasa (6/6/2023).
Nicke bilang, capaian ini tak bergantung pada kenaikan harga minyak dunia yang terjadi sepanjang tahun lalu. Menurut catatan, memang terjadi peningkatan harga komoditas global, ditambah lagi dengan adanya perbandingan kurs.
"Capaian ini bukan capaian karena windfall semata dan lain sebagainya, tapi karena memang pondasinya kita perbaiki sehingga semuanya memberikan kontribusi," tegasnya.
"Kalau dikatakan capaian ini karena kurs rupiah tinggi, Kita pernah mengalami kurs tinggi juga di beberapa tahun terakhir tapi tidak (sama). Lalu kalau karena faktor ICP yang di atas USD 100 (per barel), kita juga pernah mengalami sebelumnya tapi pencapaiannya tidak demikian," sambungnya.
Transformasi Bisnis
Mengacu pada bahan paparannya, kurs cukup tinggi pernah ada di tahun 2020 dengan Rp 14.572 per dolar AS. Namun, pada masa itu, Pertamina catatkan pendapatan USD 41,47 miliar.
Sementara itu, berkat transformasi bisnis yang dilakukan sejak itu, PT Pertamina (Persero) mampu mencatatkan pendapatan USD 84,89 miliar di 2022. Capaian ini didapat dalam kondisi kurs Rupiah berada di Rp 14.871 per dolar AS dan ICP USD 97 per barel.
Advertisement