Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga 31 Mei 2023, Pemerintah telah menunjuk 151 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk tiga pemungut PPN PMSE yang ditunjuk pada bulan Mei 2023.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Dwi Astuti, menyebutkan penunjukan di Mei 2023 yaitu kepada Garmin (Europe) Limited, Hotjar Limited, DigitalOcean, LLC. Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk tersebut, 133 di antaranya telah melakukanpemungutan dan penyetoran sebesar Rp 12,57 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran 2020, Rp 3,90 triliun setoran 2021, Rp 5,51 triliun setoran 2022, dan Rp 2,43 triliun setoran tahun 2023,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, danHubungan Masyarakat Dwi Astuti, Rabu (7/6/2023).
Advertisement
Selain tiga penunjukan yang dilakukan, di bulan ini pemerintah juga melakukan pembetulanelemen data dalam surat keputusan penunjukan dari tiga perusahaan, yakni Booking.com, B.V., Evernote GmbH, dan Travelscape, LLC.
Lebih lanjut, Dwi menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.
Disamping itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.
"Ke depan, untuk terus menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia," ujarnya.
Adapun kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE yakni, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan; dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan.
Kantong Penerimaan Pajak Terisi Rp 688,15 Triliun Sampai April 2023
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga April 2023 mencapai Rp 688,15 triliun atau 40,05 persen dari target APBN 2023 sebesar Rp 1.718 triliun.
"Jadi, total sudah dikumpulkan (penerimaan pajak) 40,05 persen dari target tahun ini. Pertumbuhan sampai April 2023 mencapai 21,3 persen masih tinggi, namun tahun lalu sudah tumbuh tinggi 51,4 persen dibandingkan April 2022," kata Menteri Keuangan (Menkeu)n Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers: APBN KITA Mei 2023, Senin (22/5/2023).
Lebih lanjut, secara keseluruhan penerimaan pajak pada semua sektor tumbuh, walaupun pertumbuhannya melambat dibanding sebelumnya.
Adapun rinciannya, hingga April 2023 penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM mencapai Rp 239,98 triliun atau 32,3 persen dari target. Untuk sektor ini mampu tumbuh 24,91 persen jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2022.
Selanjutnya, penerimaan PPh Non Migas mencapai Rp 410,92 triliun atau 47,04 persen dari target APBN 2023. Penerimaan pajak ini tumbuh 20,11 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2022.
Kemudian, realisasi penerimaan PBB dan Pajak Lainnya mencapai Rp 4,92 triliun atau 12,3 persen dari target. Penerimaan sektor pajak ini mampu tumbuh 102,62 persen jika dibandingkan realisasi April 2022. Terakhir, penerimaan PPh Migas tercatat Rp 32,33 triliun atau 52,62 persen dari target. PPh Migas tumbuh 5,44 persen dibanding tahun 2022.
Advertisement
Penerimaan Pajak Melambat karena Harga Komoditas
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu juga mengungkapkan, penerimaan pajak melambat dibanding tahun sebelumnya, dikarenakan penurunan harga mayoritas komoditas utama dan penurunan ekspor serta impor.
Diketahui harga komoditas energi dan pangan secara global melanjutkan tren penurunan, seperti komoditas gas, batu bara, minyak bumi, CPO, gandum, kedelai, hingga jagung.
Menkeu mencatat, penurunan harga komoditas yang paling besar adalah komoditas CPO yakni sebesar 60 persen, kemudian gas 34 persen penurunannya, dan minyak bumi rata-rata sudah turun 9,3 persen.
Kendati begitu, sebagai bendahara negara, pihaknya akan terus memantau dan mewaspadai penerimaan pajak agar kedepannya tidak merosot, meskipun saat ini penerimaan pajak masih positif.
"Namun demikian optimisme tetap ada mengingat aktivitas ekonomi domestik, yang terus meningkat dan optimalisasi implementasi UU HPP," pungkas Menkeu.