Sukses

Harga Minyak Dunia Terbang Lagi, Kini Tembus USD 76,95 per Barel

Harga minyak mentah Brent berjangka ditutup 66 sen atau 0,9%, lebih tinggi pada USD 76,95 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS berjangka naik 79 sen, atau 1,1%, menjadi USD 72,53.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak naik sekitar 1 persen pada hari Rabu (Kamis waktu Jakarta) karena rencana Arab Saudi untuk memangkas produksi minyak dalam-dalam lebih dari mengimbangi kesengsaraan permintaan yang berasal dari meningkatnya stok BBM AS dan data ekspor China yang lemah.

Dikutip dari CNBC, Kamis (8/6/2023), harga minyak mentah Brent berjangka ditutup 66 sen atau 0,9%, lebih tinggi pada USD 76,95 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS berjangka naik 79 sen, atau 1,1%, menjadi USD 72,53.

Kedua patokan harga minyak dunia ini melonjak lebih dari USD 1 pada hari Senin setelah keputusan Arab Saudi selama akhir pekan untuk mengurangi produksi sebesar 1 juta barel per hari (bpd) menjadi 9 juta bpd pada bulan Juli.

“Masa depan tampaknya berada dalam zona tarik ulur dengan permintaan yang melambat untuk manufaktur, dan permintaan diesel yang lebih ringan, terhadap pengurangan produksi yang diperkirakan berasal dari OPEC & Saudi,” kata Wakil Presiden Senior Perdagangan BOK Financial, Dennis Kissler.

Stok Minyak AS

Stok minyak mentah AS turun sekitar 450.000, menurut data dari Administrasi Informasi Energi, dibandingkan dengan perkiraan untuk peningkatan 1 juta.

Persediaan diesel naik 5,1 juta barel, sementara pasar memperkirakan kenaikan 1,33 juta. Persediaan bensin juga naik lebih dari perkiraan pada 2,8 juta barel, dibandingkan dengan perkiraan untuk membangun 880.000 barel.

Peningkatan persediaan BBM yang tidak terduga menimbulkan kekhawatiran atas konsumsi oleh pengguna minyak utama dunia, terutama karena permintaan perjalanan meningkat selama akhir pekan Hari Peringatan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Minyak Turun di Awal Sesi karena Data Ekonomi China yang Lemah.

Ekspor China menyusut jauh lebih cepat dari yang diharapkan pada bulan Mei dan impor turun, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat, karena produsen berjuang untuk menemukan permintaan di luar negeri dan konsumsi domestik tetap lesu.

Data hari Rabu juga menunjukkan bahwa impor minyak mentah ke China, importir minyak terbesar dunia, naik ke level bulanan tertinggi ketiga di bulan Mei karena kilang membangun persediaan.

Sebuah catatan JP Morgan mengatakan cadangan minyak mentah di negara itu telah naik, menunjukkan kilang tidak meningkatkan tingkat pemrosesan tetapi malah menyimpan minyak.

Juga, mendukung harga, dolar merosot karena peluang memudarnya kenaikan suku bunga Federal Reserve minggu depan. Greenback yang lebih lemah membantu permintaan karena minyak menjadi lebih murah bagi pembeli asing.

Pertumbuhan ekonomi global hanya akan meningkat secara moderat selama tahun depan karena efek penuh dari kenaikan suku bunga bank sentral dirasakan, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan mengatakan, yang terbaru menandai dampak pengetatan moneter. 

3 dari 4 halaman

Harga Minyak Dunia Turun, Imbas Pertumbuhan Ekonomi Global Lamban

Sebelumnya, harga minyak turun sekitar 1% pada hari Selasa karena kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi global yang lamban dapat mengurangi permintaan energi melebihi janji Arab Saudi untuk memperdalam pengurangan produksi.

Dikutip dari CNBC, Rabu (7/6/2023), harga minyak brent berjangka turun 42 sen, atau 0,6%, menjadi USD 76,29 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 41 sen, atau 0,6%, menjadi USD 71,74.

Harga minyak dunia naik pada Senin setelah Arab Saudi mengatakan selama akhir pekan akan memangkas produksi minyak menjadi sekitar 9 juta barel per hari (bpd) pada Juli dari sekitar 10 juta bpd pada Mei.

Arab Saudi, pengekspor minyak utama dunia, juga secara tak terduga menaikkan harga jual resmi minyak mentahnya ke pembeli Asia.

Namun, pemotongan pasokan Saudi tidak mungkin membuat harga minyak naik lebih tinggi ke USD 80-an dan lebih rendah USD 90-an karena permintaan yang lebih lemah, pasokan non-OPEC yang lebih kuat, pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di China dan potensi resesi di AS dan Eropa, Analis Citi mengatakan dalam sebuah catatan.

Dolar AS naik ke level tertinggi terhadap sekeranjang mata uang sejak mencapai level tertinggi 10 minggu pada 31 Mei karena investor menunggu sinyal baru apakah Federal Reserve AS akan menaikkan atau mempertahankan suku bunga pada bulan Juni.

4 dari 4 halaman

Membebani Permintaan Minyak

Dolar yang lebih kuat dapat membebani permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Salah satu sinyal tersebut datang dari sektor jasa AS, yang hampir tidak tumbuh di bulan Mei karena pesanan baru melambat.

"Harga minyak mentah berat karena kekhawatiran pertumbuhan global terus menunjukkan prospek permintaan minyak mentah yang jauh lebih lemah," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.

Suasana hati semakin terganggu oleh data yang menunjukkan pesanan industri Jerman turun secara tak terduga di bulan April.

Bank Dunia, bagaimanapun, menaikkan prospek pertumbuhan global 2023 karena AS, China, dan ekonomi utama lainnya terbukti lebih tangguh dari perkiraan, tetapi mengatakan suku bunga yang lebih tinggi dan kredit yang lebih ketat akan berdampak lebih besar pada hasil tahun depan.

Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat memperlambat ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.