Sukses

Beda Angka Selisih Harga Jual Minyak Goreng, Kemendag Tunggu Hasil Audit BPKP

Ada temuan berbeda antara klaim dari produsen minyak goreng dan hasil verifikasi.

Liputan6.com, Jakarta Selisih harga jual (rafaksi) minyak goreng belum kunjung dibayarkan kepada sejumlah produsen. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengaku ada perbedaan angka antara yang diklaim oleh produsen minyak goreng dan hasil temuan verifikasi yang dilakukan.

Isy mengungkap ada temuan berbeda antara klaim dari produsen minyak goreng dan hasil verifikasi. Untuk memastikan angka final, dia pun akan menelusuri lebih lanjut temuan tersebut.

"Memang terdapat perbedaan angka kan seperti yang disampaikan pak Menteri dengan perbedaan angka dari klaimnya teman-teman dari produsen sebanyak 54 produsen mengklaim sebesar Rp 812 miliar, kemudian dari hasil verifikasi yang dilakukan oleh teman-teman Sucofindo kan sekitar Rp 472 miliar kan," ujar dia saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Kamis (8/6/2023).

"Jadi, ada perbedaan angka itu yang nanti perlu dilakukan review untuk dalam rangka prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas," sambungnya.

Usai verifikasi ini dilakukan, langkah selanjutnya adalah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menelisik lebih lanjut. Bisa dibilang, angka final yang harus dibayarkan nantinya akan keluar setelah proses reviu dari BPKP.

"Jadi sekarang proses kami sudah melakukan pertemuan dengan teman-teman BPKP untuk entry meeting, jadi kemarin sudah entry meeting dengan BPKP dan akan segera dilanjutin untuk melakukan review terhadap hasil verifikasi yang dilakukan oleh survei independen. Kita tunggu aja hasilnya," jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Landasan Aturan

Sementara itu, Isy menyampaikan pendapat hukum yang telah diberikan oleh Kejaksaan Agung. Ini menyoal landasan aturan yang ditengarai terkait dengan proses pembayaran rafaksi minyak goreng ini.

Ada aturan yang terlibat. Yakni, Permendag No. 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat. Aturan ini kemudian dicabut setelah berlakunya Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Pada Permendag 3/2022, pembayaran selisih harga minyak goreng bisa dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Hanya saja, tak berlakunya beleid ini dinilai menjadikan tak ada dasar hukum yang melandasi untuk pembayaran rafaksi minyak goreng ke produsen.

"Pendapat hukum dari Kejagung, itu prinsipnya adalah bahwa meskipun permendag 01 dan 03 sudah dicabut, tapi kewajiban hukum akibat dari pelaksanaan kebijakan itu artinya masih tetap diteruskan," jelas Isy.

 

 

3 dari 4 halaman

Mendag Buka Suara

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan Pendapat Hukum (Legal Opinion/LO) Kejaksaan Agung tentang pembayaran utang negara kepada produsen dan pengecer minyak goreng simpang siur.

Kemudian, menurutnya putusan Kejaksaan Agung terkait utang minyak goreng tersebut sudah disampaikan melalaui surat, tetapi putusannya tidak jelas.

"Memang sudah jawaban dari Kejaksaan Agung tapi jawabannya itu, nanti bisa dibaca. Suratnya sebetulnya enggak jelas juga, cuma ada jawaban," kata Zulkifli Hasan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Ia menambahkan, pendapat hukum dari Kejaksaan Agung tersebut diperlukan dalam proses pembayaran utang minyak goreng ke pengusaha lantaran Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 sudah tidak berlaku setelah diterbitkannya Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

"Ini kan peraturannya yang enggak ada, kita minta fatwa (hukum) yang terang (ke Kejagung), fatwanya itu kurang terang," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Takut Menyalahi Aturan

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hingga kini belum membayarkan selisih harga (rafaksi) minyak goreng kepada 54 pelaku usaha.

Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku hal ini menjadi perhatian utamanya. Saat ini total selisih harga yang belum dibayarkan mencapai Rp 812,72 miliar.

Saat ini, BPDPKS belum melakukan pembayaran dikarenakan Kemendag selaku lembaga yang melakukan verifikasi belum menyampaikan hasil verifikasi yang telah dilakukan PT Sucofindo kepada BPDPKS.

"Kemendag khawatir akan menyalahi aspek penyelenggaraan pemerintahan yang baik apabila tetap melakukan pembayaran tetapi payung hukum regulasinya sudah tidak berlaku," terang Mendag, Rabu (7/6/2023).

Menyikapi hal itu, Komisi VI DPR RI meminta Kemendag melakukan koordinasi antarlembaga terkait dengan penyelesaian pembayaran dana pembiayaan klaim rafikasi minyak goreng oleh BPDPKS tanpa melanggar peraturan perundang-undangan.