Sukses

RUU Kesehatan Banyak Penolakan, Diklaim Rugikan Ekonomi Masyarakat Kecil

Para pekerja industri tembakau atau rokok mengomentari pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang mengandung sejumlah pasal terkait tembakau.

Liputan6.com, Jakarta Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) memproklamirkan dukungan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang peduli dan berani memperjuangkan kepentingan masyarakat yang bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI Sudarto AS menyampaikan dukungan ini di tengah pembahasan Rancangan Undang-undang atau RUU Kesehatan yang mengandung sejumlah pasal terkait tembakau.

Pasal-pasal ini dinilai akan berdampak sangat besar, bukan hanya kepada industri IHT tetapi masyarakat kecil yang bergantung pada rantai pasok tembakau seperti petani, buruh, pekerja seni, hingga pedagang.

“Seluruh anggota FSR RTMM-SPSI di seluruh Indonesia akan tegak lurus hanya memilih para wakil rakyat yang peduli dan berani membela kepentingan tenaga kerja, dengan menolak seluruh pengaturan tembakau pada RUU Kesehatan!” tegasnya, Rabu (8/6/2023).

Seperti diketahui, aturan terkait tembakau termaktub pada pasal 154-158 di RUU Kesehatan. Salah satu pasal paling kontroversial adalah terkait penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol yang sama-sama digolongkan pada pasal 154. Penyetaraan berpeluang menjadi celah kriminalisasi bagi para petani yang menanam, industri yang mengolah, pedagang yang menjual, dan konsumen tembakau.

143 Ribu Bekerja di Industri Rokok

FSP RTMM SPSI mencatat sedikitnya ada 143.000 anggotanya yang bekerja di industri rokok. Angka ini, belum termasuk jumlah petani, konsumen, dan pedagang yang terlibat dalam rantai pasok industri.

Tak hanya pasal 154, pasal 156 juga dianggap RTMM turut menuai kontroversi. Jika pasal ini tetap dimasukkan, maka akan terjadi tumpang tindih aturan dengan kementerian lainnya sehingga menyalahi tujuan pembentukan RUU secara omnibus law, yakni harmonisasi peraturan.

Lebih lanjut, RUU Kesehatan juga dinilai akan melahirkan aturan-aturan lanjutan yang mengatur IHT tanpa memahami karakteristik industri dan tanpa mempedulikan bahwa IHT adalah sektor padat karya yang telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI mendesak agar Komisi IX DPR RI mengeluarkan aturan terkait tembakau dari RUU Omnibus Kesehatan.

 

2 dari 4 halaman

Buat Petisi

Selain menyampaikan dukungan, FSP RTMM-SPSI sebelumnya juga telah membuat sebuah petisi yang juga menolak kehadiran pasal terkait tembakau.

Petisi tersebut telah dimuat di change.org dan ditandatangani oleh lebih dari 60.000 pendukung. Dukungan besar ini dinilai karena pasal tembakau ini menyangkut nasib jutaan orang pekerja, bahkan juga berimbas pada petani dan pedagang.

“Tuntutan kami telah mendapatkan dukungan sebanyak lebih dari 60 ribu orang lewat penandatanganan petisi online. Saya yakin dukungan akan terus bertambah bukan hanya dari rekan-rekan anggota tapi juga masyarakat luas. Sebab ini masalah nasib jutaan orang,” tegas Sudarto.

3 dari 4 halaman

Organisasi Profesi: Kenapa Sih Kebelet Banget Bahas RUU Kesehatan dan Disahkan?

Lima Organisasi Profesi, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) masih penasaran, kenapa RUU Kesehatan sangat ingin cepat dibahas dan disahkan?

Juru Bicara Aksi Damai IDI untuk RUU Kesehatan Beni Satria pada Senin (5/6/2023) menyampaikan, selain pertanyaan kenapa RUU dengan metode omnibus law ini ingin lekas dibahas dan disahkan, organisasi profesi juga merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Hal itulah yang membuat organisasi profesi menyuarakan 'Setop Pembahasan RUU Kesehatan.'

"Yang kami tolak hari ini adalah kenapa undang-undang ini sangat cepat ingin dibahas. Kemudian sangat cepat itu disahkan, termasuk tidak melibatkan kami," kata Beni di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta.

"Bahkan mencabut undang-undang eksisting yang ada sekarang. Nah, itu dia yang ingin kami bahas di situ. Bahwa keterlibatan kami dan kemudian kami dibenturkan seolah-olah kami menolak program pemerintah, tidak (seperti itu)."

 

4 dari 4 halaman

Kawal Hak Pelayanan Kesehatan di Daerah

Beni menegaskan, yang dikawal dalam RUU Kesehatan adalah hak pelayanan kesehatan di daerah. Disebutkan pula besaran anggaran pada RUU Kesehatan dihapuskan.

"Yang kami ingin kawal adalah hak kami. Termasuk jawaban yang hari ini belum kami dapatkan. Kenapa anggaran itu dihapuskan? Kita bayar pajak, gitu. Kita semuanya juga punya hak pelayanan kesehatan,"

"Pelayanan kesehatan di daerah, contohnya saat ini 67 persen rumah sakit yang ada di Indonesia itu swasta, bukan pemerintah yang membangun itu.  Nah, hak pelayanan masyarakat di daerah bagaimana? Pelayanan RSUD saat ini bagaimana?"