Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah pada Jumat pagi melemah 0,12 persen atau 17 poin menjadi Rp14.895 per USD dari sebelumnya Rp14.877 per USD.
Analis ICDX Revandra Aritama menyatakan pelemahan rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini dipengaruhi sentimen domestik, yakni kekhawatiran atas penurunan aktivitas ekspor China yang merupakan konsumen terbesar produk Indonesia.
Baca Juga
“Turunnya permintaan dari China ini memberikan ancaman untuk positifnya neraca dagang yang telah berjalan selama ini,” ujar dia, dikutip dari Antara, Jumat (9/6/2023).
Advertisement
Pasca pembukaan lockdown COVID-19, kondisi ekonomi China disebut belum kembali normal seperti yang terjadi di industri manufaktur China.
Selain itu, sektor energi di China disebut masih memiliki stok bahan bakar, terutama batu bara yang cukup energi disebutkan cukup melimpah sehingga ada peluang impor China untuk komoditi tersebut juga berpeluang menurun.
“Namun kondisi ekonomi Indonesia sendiri secara umum disebut ada di level yang baik. Inflasi relatif terjaga, pertumbuhan ekonomi juga dinilai sangat baik, cadangan devisa juga ada di level yang baik,” ujarnya lagi.
Perekonomian dalam negeri yang baik mampu menyerap investasi dari domestik maupun luar negeri, sehingga mempengaruhi penguatan rupiah.
Faktor lainnya adalah rilis tenaga kerja AS yang menunjukkan peningkatan unemployment claim. Ini memperlihatkan pasar tenaga kerja AS yang lemah, ditambah dengan data neraca perdagangan yang saat ini berada di kisaran USD -74,6 miliar dari sebelumnya USD -60,6 miliar.
“Hal ini menunjukkan ekonomi AS sedang dalam kondisi tertekan, oleh karena itu The Fed dikabarkan mulai mempertimbangkan untuk menahan atau bahkan mengurangi nilai suku bunga. Jika ini benar terjadi dan kondisi ekonomi AS belum berhasil membaik, peluang rupiah untuk menguat semakin besar,” kata Revandra.
BI Yakin Rupiah Tak Bakal Tumbang Lagi di 2023
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) yakin rupiah akan perkasa di 2022. Keyakinan BI ini didasari atas masuknya investasi asing ke Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah akan menguat karena ketidakpastian global menurun setelah bank sentral Amerika Serikat berhenti menaikkan suku bunga acuan pada kuartal I 2023.
"Capital account akan masuk, begitu pula PMA (Penanaman Modal Asing) dan portofolio investasi. Sehingga kami perkirakan nilai tukar rupiah ke depan akan cenderung menguat ke arah fundamental," kata Perry dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2022).
Nilai tukar rupiah pada 2022 mengalami pelemahan karena dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan The Fed menaikkan suku bunga secara agresif.
BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada 4,5 sampai 5,3 persen dan inflasi akan kembali ke bawah 4 persen atau hanya sekitar 3 persen secara tahunan di 2023.
"Tahun depan, begitu ketidakpastian ekonomi global mereda berbagai faktor akan menguat kembali ke fundamental. Kredit juga akan terus kami dorong hingga tumbuh 11 sampai 12 persen sampai tahun berikutnya," ucapnya.
Untuk itu, Bank Indonesia mengatakan akan terus membuat kebijakan moneter yang mendukung stabilitas sistem keuangan dan melanjutkan sinergi dengan pemerintah untuk menjaga inflasi inti di bawah 4 persen, antara lain melalui insentif untuk sektor pangan.
"Jadi kami tidak harus merespons dengan menaikkan suku bunga acuan secara berlebihan dan agresif seperti Amerika Serikat dan negara lain. Kami pastikan inflasi inti bisa kembali ke bawah 4 persen di semester I 2023," ucapnya.
Bank Indonesia juga akan melanjutkan digitalisasi sistem pembayaran dengan merchant pengguna QR Indonesian Standard (QRIS) yang diharapkan mencapai 45 juta pada 2023 dan 80 persen di antaranya merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Untuk Keketuaan ASEAN 2023, QRIS payment akan diperluas untuk dapat digunakan oleh ASEAN five sehingga cross border connectivity terbangun," katanya.
Advertisement
Tegas! Rupiah Digital Tak Akan Gantikan Uang Fisik
Belakangan topik kehadiran rupiah digital hangat menjadi perbincangan. Ini setelah Bank Indonesia (BI) menerbitkan lembar putih (White Paper) desain Rupiah Digital dalam Pertemuan Tahunan BI pada 30 November lalu.
Ternyata banyak publik yang masih bertanya apakah penerbitan Rupiah Digital di masa depan akan menggantikan uang fisik (kartal)?
Melalui Postingan resmi akun instagram Bank Indonesia bahwa uang fisik tidak akan digantikan uang digital, Pada Senin (12/12/2022).
Uang Digital prinsipnya adalah uang dengan pembayaran seperti biasanya. Hanya saja perbedaanya bentuknya seperti uang digital.
3 jenis bentuk uang dan apa yang membedakan?
Bank Indonesia mengeluarkan 3 jenis bentuk uang dalam pembayaran yang sah yaitu : Uang Fisik (Kartal), Uang berbasis Rekening, Uang berbasis digital.
Dalam keterangan melalui akun instagram Bank Indonesia ada 3 jenis bentuk uang yang dikeluarkan tersebut.
Sebagai bukti pembayaran yang sah ketiganya punya fungsi yang sama yaitu bisa digunakan untuk alat tukar (Medium of Change), satuan hitung (Unit of Account), dan alat penyimpanan nilai (Store of Value).
Dalam penggunaan uang berbasis digital ini Bank Indonesia memudahkan penggunaan transaksi melalui dunia metaverse.