Sukses

Penjelasan ASITA Pimpinan Artha Hanif Soal Dualisme Kepemimpinan

Tidak benar telah terjadi dualisme kepemimpinan didalam ASITA. ASITA sesuai AD/ART yang diakui Kemenkumham RI hanya satu, yaitu yang dipimpin oleh Ketua Umum Artha Hanif dan Sekjen Muhammad Rahmad.

Liputan6.com, Jakarta Organisasi The Indonesian Tours and Travel Agen (ASITA) di bawah kepemimpinan Ketua Umum Artha Hanif dan Sekjen Muhammad Rahmad memberikan penjelasan perihal kondisi yang terjadi di tubuh organisasi ini.

Melalui keterangan yang diterima Liputan6.com, dia merespon perihal dualisme kepemimpinan.  "Tidak benar telah terjadi dualisme kepemimpinan didalam ASITA. ASITA sesuai AD/ART yang diakui Kemenkumham RI hanya satu, yaitu yang dipimpin oleh Ketua Umum Artha Hanif dan Sekjen Muhammad Rahmad," klaim Artha Hanif.

Dia menyoroti organisasi ASITA yang dipimpin oleh Nunung Rusmiati dengen menyebut jika ASITA yang didalam Akta pendirian aslinya tahun 2016, tidak ada nama ASITA didalam akta pendiriannya.

"Terkait dengan hal tersebut, kami melalui DPD ASITA DKI Jakarta telah melaporkan Nunung Rusmiati cs ke Reskrimum Polda Metro Jaya dengan perbuatan yang patut diduga melakukan tindak pidana yakni terkait pembuatan akta otentik asli tapi palsu dan lain-lain, dan saat ini penyidikan sudah masuk ke tahap gelar perkara," dikutip dari keterangan tertulis ASITA, Sabtu (10/6/2023).

Menurut keterangan tersebut, Nunung Rusmiati benar dipilih sebagai Ketua Umum ASITA dalam Munaslub ASITA tahun 2019 lalu di Jakarta.

Dasar pemilihannya adalah menggunakan AD/ART ASITA tahun 2019 yang diperbaharui dari AD/ART ASITA tahun 2015 dan 2017, yang organisasinya menginduk kepada Akta Pendirian ASITA Nomor 170 Tahun 1975.

Sedangkan organisasi yang dipimpin Nunung Rusmiati saat ini, AD/ART yang tercantum dalam Akta organisasinya berbeda dengan AD/ART ASITA tahun 2019.

Sekitar 6 bulan setelah Nunung Rusmiati terpilih, DPD ASITA DKI Jakarta mengetahui bahwa Nunung Rusmiati cs secara diam-diam telah mendirikan organisasi baru tanpa seizin anggota, yakni Akta Nomor 30 Tahun 2016.

Organisasi baru inilah yang kemudian dijadikan oleh Nunung Rusmiati cs sebagai organisasi yang mengaku ngaku sebagai ASITA. Atas perbuatannya itu, Nunung Rusmiati cs telah dilaporkan oleh DPD ASITA DKI Jakarta ke Polda Metro Jaya yang kasusnya sedang ditangani Polda Metro Jaya.

Adapun yang berhubungan dengan kasus PTUN yang sampai pada tingkat Kasasi di MA adalah terkait sengketa hak kepemilikan logo ASITA.

Bukan terkait legalitas pengurus masing-masing organisasi. Terkait sengketa kepemilikan logo ini, DPP ASITA Pimpinan Artha Hanif melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, sehingga kasus sengketa dengan Nunung Rusmiati cs ini belum Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht).

 

 

2 dari 3 halaman

Sengketa kepemilikan logo bermula ketika logo ASITA didaftarkan atas nama pribadi pegawai kantor ASITA tahun 2013 ke Dirjen HAKI Kemenkumham.

Pemegang hak merek atas logo tersebut kemudian menghibahkan kepemilikan logo itu ke ASITA tahun 2020. Oleh Nunung Rusmiati, kepemilikan hak atas logo ASITA tersebut dia lekatkan kepada organisasi yang didirikan dengan Akta Nomor 30 tahun 2016 tersebut.

Dalam kasus PTUN, hakim baru melihat keabsahan dokumen pemegang logo, tapi belum melihat kebenaran dan keabsahan organisasi yang menerima logo. Oleh sebab itu, Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung menjadi sangat urgent untuk segera kami lakukan.

DPP ASITA pimpinan Artha Hanif tidak mempersoalkan kepemimpinan Nunung Rusmiati sebagai Ketua Umum Organisasi yang dia dirikan tahun 2016.

"Silahkan saja. Yang kami persoalkan adalah, perbuatan illegal Nunung Rusmiati yang mendirikan organisasi yang mengatas namakan ASITA dan masih mengaku ngaku sebagai Ketua Umum ASITA. Padahal yang sebenarnya, organisasi yang didirikan Nunung Rusmiati cs itu tidak bernama ASITA. Nunung Rusmiati juga bukan lagi Ketua Umum ASITA hasil Munaslub ASITA Tahun 2019 karena sudah ada penetapan SK Kemenkumham RI yang menegaskan bahwa dia adalah Ketua Umum organisasi yang dia dirikan dengan Akta Nomor 30 tahun 2016," jelas dia.

"Demikian pernyataan Resmi ini kami sampaikan secara terbuka kepada masyarakat luas sebagai hak jawab atas Konferensi Pers Nunung Rusmiati cs pada Jum’at tanggal 9 Juni 2023 lalu," tutup keterangan tertulis tersebut.

3 dari 3 halaman

Keluar Putusan MA

Sebelumnya, Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) pimpinan Nunung Rusmiati menyebut kisruh dualisme kepengurusan telah rampung seiring dengan keluarnya putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). Dia menegaskan keputusan MA ini memberikan kepastian kepada lebih dari 7.000 agen travel di seluruh Indonesia.

"Ini momen yang bahagia karena adanya kepastian khususnya kepada daerah yang ada di 34 provinsi yang masih bingung dengan ASITA. Hari ini kami sampaikan DPP ASITA yang sah secara hukum adalah yang di bawah kepemimpinan saya," ujarnya dalam konferensi pers di Sekretariat Asita, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Dengan begitu, dia berharap proses bisnis melibat kan asosiasi agen travel ASITA bisa berjalan tanpa hambatan. Termasuk kerja sama dengan sejumlah dinas pariwisata hingga ke tatanan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Awal mula kisruh kepengurusan ASITA ini terjadi pada 2019. Dimana ada pihak yang melakukan klaim menggunakan nama ASITA beserta dengan logonya.

Alhasil, di lingkungan pelaku usaha pariwisata timbul kebingungan terkait kedudukan ASITA. Kemudian, pada saat ini, keputusan kasasi dari MA menegaskan kalau posisi ASITA yang dipimpin Nunung Rusmiati adalah asosiasi yang sah.

Kepastian ini merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI No.57/K/TUN/2023 per 30 Maret 2023.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum 1 DPP ASITA Budijanto Ardiansjah mengungkapkan kisruh yang ada karena munculnya asosiasi bernama Aliansi Sekumpulan Industri Tur Agensi pimpinan Artha Hanif. Namun, secara beanding, aliansi tersebut menggunakan nama dan logo ASITA.

"Alhamdulillah di beberapa hari kemarin di PTUN kami dimenangkan. Mereka banding PT TUN kami dimenangkan, mereka kasasi ke MA alhamdulillah, memang kebenaran jadi kebenaran kasasi MA pun gugatan mereka tak bisa diterima. Artinya mereka tak bisa gunakan nama dan logo Indonesia. Walaupun di (nama) aktanya beda," papar dia.

 

Â